BangsaOnline-Calon tunggal Kapolri Komjen Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka. Dia diduga melakukan tindak pidana korupsi. Selain lewat data LHKPN, KPK juga melacak transaksi mencurigakan Budi. Lalu apa kata eks Kepala PPATK Yunus Husein soal data transaksi Budi?
"Dahulu ada tahun 2010 terkait yang diselidiki KPK sekarang, lalu ada gratifikasi dan sebagian kami ragukan kebenarannya termasuk pinjaman-pinjaman New Zealand yang begitu besar. Kami cek ternyata tidak seperti itu. Ada kejanggalan formal," jelas Yunus di Jakarta, Selasa (13/1/2015).
"Saya harap KPK lebih profesional. KPK kami anggap masih profesional, kami imbau masyarakat mendukung penegakan hukum ini. Kan baik untuk republik," tambah dia.
Yunus juga berharap, dari kasus Budi ini bisa ditarik pelajaran. Bagi Presiden Jokowi juga bagi partai politik.
"Berlakulah sebagai negarawan yang mempertimbangkan kepentingan orang banyak dan kuat menolak intervensi tekanan dari politisi dan orang yang mementingkan kepentingan pribadi, kelompok dan golongan yang merugikan negara. Ini pelajaran sangat berharga," urai dia.
"Anda bayangkan orang yang mengatasi prioritas hukum nomor satu tadi siang belum dites DPR kemudian terjegal oleh kasus. Ini dianggap kemarin saat diusulkan terburu-buru, tidak mendengar aspirasi. Prinsip governance yang baik kalau dalam pengambilan keputusan ada mendengar masukan publik karena tahta presiden di rakyat. Jadi rakyat yang didengar, partai itu jelek, tidak akuntabel dan transparan," tambahnya.
Mungkinkah ada tekanan ke Jokowi terkait calon Kapolri ini?
"Kami mendengar beberapa sumber, karena dia maju dari partai politik dari suatu kepentingan yang memaksa kepentingannya sehingga ada desakan sana sini dari pendukungnya. Sebenarnya sudah banyak orang yang tahu tekanan dan desakan pasti ada. Kalau tidak ada itu pasti bohong. Kalau dibilang ini sudah melalui kompetisi ini itu. Ini kan keanehan yang tidak wajar," tutup dia.
Baca Juga: Eks Wakil Ketua KPK Jadikan Peserta Seminar Responden Survei: 2024 Masih Sangat Banyak Korupsi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News