SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia telah menetapkan pilkada serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Pendaftaran calon pun dimulai pada 4-6 September 2020. Saat ini memasuki masa-masa krusial, yakni menantikan turunnya rekom partai.
Di antara 19 pilkada yang diselenggarakan di Jawa Timur, Pilkada Surabaya menjadi yang paling prestisius dan menyedot perhatian publik. Tak heran banyak bakal calon yang running untuk maju. Tercatat, puluhan kandidat calon wali kota maupun wakil wali kota yang sudah mendeklarasikan diri sejak setahun lalu. Namun saat ini para kandidat itu mulai banyak yang tenggelam dan hanya menyisakan beberapa kandidat saja yang masih eksis. Salah satunya adalah Lia Istifhama.
Baca Juga: Bawaslu Kota Surabaya Serahkan Laporan Hasil Pengawasan Pilkada 2020 ke Pemkot dan DPRD
"Alhamdulillah, saya masih bisa eksis di bursa Pilkada Surabaya karena relawan. Dulu saya dibilang kandidat Bonek ya Alhamdulillah. Saya ambil sisi positif, wong saya memang Suroboyo asli. Terpenting, waktu telah membuktikan siapa saja yang masih bisa running hingga saat ini. Bagi saya, fakta ini penting untuk menyampaikan pada masyarakat, bahwa ojo wedi berkarya, karena karya itu gak harus kaya, gak kudu sugeh sik. Kalau kita niat proses untuk berbuat baik, yakin saja, rejeki itu opo jare sing ngecat lombok," ujar Lia saat dihubungi via ponsel, Kamis (2/7).
Menurut perempuan yang akrab disapa Ning Lia ini, sebuah kepemimpinan itu ibarat sirah (kepala) dan buntut (ekor). Kalau orang di posisi sebagai kepala, maka penting baginya sebagai pengayom yang harus peduli dan tulus pada yang ada di buntut.
Dalam proses pilkada ini, beberapa kali ada kandidat yang ingin bersinergi dengan dirinya. Selalu ia sampaikan, agar jalin hubungan baik dengan para relawan. Karena tidak mungkin ia asal menerima sebuah pinangan tapi menafikan perjuangan dan kebaikan relawan.
Baca Juga: Dilantik Besok Sore, Ini Harapan Warga Surabaya kepada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Baru
Sebaliknya, sering kali ada kandidat yang berusaha mengambil jaringan relawan pendukungnya, tapi enggan menjalin hubungan dengan dirinya. Karena mungkin konteks mereka, ia dianggap sebagai kompetitor. Kalau sudah begitu, ia akan sampaikan secara sederhana, kebijakan seseorang terlihat ketika dia bisa memahami sesuatu hal secara holistik, menyeluruh.
"Kalau cuma mau madu, yaitu mengambil sebuah jaringan tanpa berusaha memahami, kenapa sebuah jaringan ini kuat? Maka haqqul yaqin, orang seperti itu sangat sulit menjadi pemimpin yang memiliki grassroot kuat. Saya kira kurang keren aja, kalau orang hanya besar di permukaan tapi lemah di akarnya," tutur putri almarhum KH Masykur Hasyim tersebut.
Sosok milenial yang dikenal sebagai aktivis di berbagai organisasi itu menambahkan, pentingnya kekuatan jaringan relawan yang masih masif dimilikinya. Mereka ini bukan sekadar pendukung tapi sudah seperti keluarga besar, karena itu selalu guyub dan kompak. Apalagi ia dan relawan berproses cukup lama, sejak Pilgub Jatim 2018 yang mengantarkan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur.
Baca Juga: Pascapilkada, Jaman Jatim Evaluasi Pembekuan Jaman Surabaya
"Seratus persen saya sampaikan Alhamdulillah. Ini pencapaian yang luar biasa, di mana kebaikan relawan seperti sudah menyatu sebagai kekuatan yang solid. Setiap relawan melakukan aksi sosial kebanyakan justru swadaya mereka. Tahu-tahu mereka pesen banner, pesen hand sanitizer, jahit masker sendiri, bungkusi beras, dan sebagainya," ungkapnya.
"Mereka kadang cuma laporan kalau sudah turun ke ini dan itu. Masya Allah saya sering banget heran. Tapi, ini hal yang sangat saya syukuri dan Alhamdulillah semuanya seperti jaringan keluarga, second family. Saya berani bilang, kekuatan yang mau berbuat baik secara tulus, itu energi penting dalam pilkada Surabaya," imbuh Lia.
Lebih lanjut, ketika ditanya mengenai pertemuan virtual dengan gabungan partai non parlemen, Lia menjelaskan apresiasinya atas dukungan tersebut.
Baca Juga: Soal PHP Pilwali Surabaya, Bawaslu: Kami Hadir Memenuhi Undangan MK
"Pada prinsipnya, merangkul semua pihak itu penting. Kita tidak bisa menafikan kekuatan partai non parlemen, baik itu Hanura, PBB, Perindo, PKPI, Garuda, dan Berkarya. Saya sendiri sebelumnya sudah sering bertemu dengan pak Kelana (Hanura) ketika kampanye Pilgub 2018, beliau orang yang sangat baik," jelasnya.
Pembina sebuah ponpes di kawasan Wonocolo tersebut menjelaskan, kekuatan partai non parlemen tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena mereka tidak berdiri di ruang hampa, mereka punya suara meskipun tidak terakumulasi menjadi sebuah kursi di parlemen.
"Terbukti, ketika Pilgub 2008, kekuatan partai non parlemen signifikan. Karena itu, jangan memandang apapun sebelah mata. Bisa jadi, sesuatu yang selama ini kurang diperhitungkan, kelak malah menjadi kekuatan yang justru sangat diperhitungkan," pungkas Ketua Perempuan Tani HKTI Jatim tersebut. (mdr/ian)
Baca Juga: MK Gelar Sidang Lanjutan PHP Pilwali Surabaya 2 Februari 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News