SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Di luar calon independen yang saat ini sedang menjalani verifikasi faktual, praktis ada dua kutub besar yang akan bertarung secara head to head di Pilwali Surabaya 2020. Kutub pertama adalah PDI Perjuangan yang merupakan pemenang pemilu di Kota Surabaya, sedangkan kutub kedua adalah koalisi 8 partai politik.
Koalisi 8 partai politik ini mengusung Mantan Kapolda Jatim, Irjen Pol. (Purn) Machfud Arifin (MA) sebagai calon wali kota. Dengan dukungan mayoritas partai politik itu, MA bisa langsung menggerakkan mesin politik yang ada di struktur partai. Ditambah dukungan kelompok relawan yang mayoritas pendukung Jokowi di Pilpres 2019, MA menjadi kekuatan yang dominan.
Baca Juga: Bawaslu Kota Surabaya Serahkan Laporan Hasil Pengawasan Pilkada 2020 ke Pemkot dan DPRD
Direktur Eksekutif Akurate Research and Consulting (ARC) Indonesia, Baihaki Siraj menilai, meski pada akhirnya PDI Perjungan tanpa koalisi dengan partai lain, tetap punya peluang untuk mengalahkan MA. Partai Soekarnois ini punya modal massa partai yang solid. Apabila ditambah strategi politik yang tepat, maka kemenangan bisa diraih.
"Sinyalnya kan Mas Whisnu yang akan diusung PDIP. Saya kira ini sudah tepat, sebab beliau pernah memimpin DPC PDIP Kota Surabaya, sehingga bisa menyolidkan kader struktural hingga akar rumput. Kalau memilih wakil perempuan dan representasi NU akan sangat membantu dalam mendulang suara," urai Baihaki Siraj, Kamis (9/7/2020).
Menurut Baehaki, hal tersebut bukan tanpa alasan. Bila berkaca pada jumlah pemilih perempuan di Pileg dan Pilpres 2019 itu sangat besar. Berdasar DPT Pileg dan Pilpres 2019, di Kota Surabaya ada sebanyak 2.034.889 pemilih. Dengan rincian laki-laki 995.005 pemilih dan perempuan 1.039.884 pemilih.
Baca Juga: Dilantik Besok Sore, Ini Harapan Warga Surabaya kepada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Baru
"Bila dipersentasekan, pemilih laki- laki 49% dan pemilih perempuan 51%," jelasnya.
Artinya, potensi jumlah pemilih perempuan itu sangat besar. Terlebih biasanya tipe pemilih perempuan itu akan lebih mudah menerima pada calon yang sesama perempuan dan loyal.
"Apalagi misalnya dalam Pilwali Surabaya calon perempuan hanya satu orang, itu potensi dipilihnya oleh sesama pemilih perempuan lebih besar," ungkap Baihaki.
Baca Juga: Pascapilkada, Jaman Jatim Evaluasi Pembekuan Jaman Surabaya
"Paling tidak, kata Baihaki, calon dari unsur perempuan mencari dukungan dari pemilih perempuan di atas 50 persen pemilih perempuan, itu hal yang lebih mudah dan realistis. Kalau baca itu, ya tokoh perempuan paling ideal digandeng Whisnu," imbuhnya.
Saat disinggung figur perempuan yang layak untuk mendampingi Whisnu. Baihaki mengungkapkan, bila melihat pergerakan figur perempuan di Pilwali Surabaya ini, ada banyak. Di antaranya Lia Istifhama atau Ning Lia (Fatayat NU), Siti Anggraenie Hapsari atau yang kerap disapa SAH, Dyah Katarina (Istri Bambang DH), dan Dwi Astutik (Muslimat NU Jatim).
Terkait peluangnya, SAH itu jelas dia dari Demokrat, bahkan juga mendaftar sebagai calon ke Partai Demokrat. Sedang Demokrat mendukung Machfud Arifin, sehingga sulit untuk bisa berpasangan dengan Whisnu. Bila Dyah Katarina, itu sesama kader PDIP, sehingga dari basis massa yang sama.
Baca Juga: Soal PHP Pilwali Surabaya, Bawaslu: Kami Hadir Memenuhi Undangan MK
Kemudian, Dwi Astutik, pengurus Muslimat NU Jatim dan Caleg PPP di Pileg 2019. Tapi untuk di Kota Surabaya pergerakannya masih kurang begitu tampak.
"Nah, Ning Lia ini kalau dalam analisis kami lebih ideal. Dia kader Fatayat NU, Ketua Perempuan Tani HKTI Jatim dan milenial. Beberapa survei kami juga popularitas dan elektabilitasnya bagus. Bahkan, hingga saat ini relawannya terus bergerak, sehingga lebih memungkinkan untuk mendongkrak suara. Jadi kalau diduetkan Whisnu-Lia ini ideal," pungkas Baihaki. (mdr/zar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News