SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Desakan agar pelaksanaan pilkada serentak 9 Desember 2020 ditunda, kembali menguat. Mulai PBNU, Muhammadiyah, dan beberapa kelompok masyarakat lainnya mengusulkan penundaan pilkada, dengan alasan hingga saat ini pandemi Covid-19 masih belum berakhir.
Pandemi tak hanya belum berakhir, tapi angka positif Covid-19 terus bertambah. Bahkan, beberapa calon kepala daerah di Indonesia, penyelenggara pemilu, terbaru Ketua KPU RI, Arif Budiman juga dinyatakan positif Covid-19.
Baca Juga: Dukungan Para Pekerja MPS Brondong Lamongan untuk Menangkan Khofifah di Pilgub Jatim 2024
Kondisi ini mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk salah satunya datang dari pengamat politik dari Accurate Research and Consulting Indonesia (ARC Indonesia), Baihaki Siradj.
Menurut pria yang akrab disapa Baihaki ini, tahapan pilkada serentak sudah pernah ditunda sebelumnya di bulan September. Ketika dilanjut saat ini, tentu sudah dengan berbagai pertimbangan yang sangat matang.
"Apalagi saat ini sudah masuk tahapan verifikasi administrasi calon kepala daerah, artinya sudah banyak tahapan yang dilalui," urai Baihaki, Senin (21/9/2020).
Baca Juga: Bawaslu Kota Batu Catat Ada 7 Laporan Dugaan Pelanggaran Kampanye Pilkada 2024
Sehingga, kata Baihaki, langkah bijak pemerintah adalah tetap melanjutkan pilkada serentak 9 Desember 2020. Itu, kata Baihaki, bukan berarti dirinya menafikan terus bertambahnya kasus positif Covid-19.
"Covid-19 tentu tetap harus jadi perhatian khusus, termasuk dalam pelaksanaan pilkada, tapi bukan dengan cara menunda pilkada," beber kader muda NU Jawa Timur ini.
Ia menilai, pemerintah lebih tepat tetap melanjutkan jadwal pilkada. Tentu dengan catatan mengeluarkan aturan yang lebih ketat lagi tentang protokol kesehatan dalam pilkada. Termasuk memberikan sanksi tegas bagi pelanggarnya.
Baca Juga: Blusukan di Pasar Sidoharjo Lamongan, Khofifah akan Tutup Kampanye di Jatim Expo
"Misalnya dengan memperketat aturan tatap muka dalam pilkada. Tahapan sebisa mungkin dilakukan secara virtual, kecuali pada persoalan yang tidak bisa secara virtual, harus ada pengecualian," imbuhnya.
Baihaki menambahkan, kampanye tatap muka yang mengumpulkan orang banyak ditiadakan, dan pengetatan tatap muka lainnya yang intinya menghindari kegiatan yang bisa menimbulkan kerumunan massa.
Hari H pelaksanaan juga harus diperhatikan, KPU harus menambah jumlah TPS. Selain itu, juga dengan melakukan penjadwalan pencoblosan, dengan tujuan tidak terjadi penumpukan di satu waktu dan satu tempat.
Baca Juga: Ikhtiar Ketuk Pintu Langit, Khofifah Hadiri Shalawat Akbar Bersama Ribuan Masyarakat Gresik
"Teknis detailnya nanti bisa dibahas oleh KPU sebagai penyelenggara dan diatur lewat PKPU, atau aturan lainnya," urainya. (mdr/zar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News