SITUBONDO, BANGSAONLINE.com - Beredarnya postingan foto bersama di acara Pembukaan Program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) pada Senin (5/10/2020) kemarin, berbuntut panjang. Sebab, 3 orang di antaranya berseragam keki (seragam khas ASN) berpose sambil menunjukkan tanda atau simbol tertentu yang mengarah kepada salah satu paslon. Foto itu beredar di salah satu grup media sosial.
Tidak hanya menuai kritikan dari sejumlah warganet, salah seorang ASN di lingkungan Pemkab Situbondo yang diduga tidak netral, akan dipanggil oleh Bawaslu. Selain itu, Bawaslu juga menduga adanya ASN lain yang tidak netral dan masih dalam tahap penyelidikan.
Baca Juga: Bawaslu Situbondo Temukan 1087 Dugaan Pelanggaran, Faridl Sebut Pantarlih tak Prefesional
Komisioner Bawaslu, Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga, Ahmad Farid Ma'ruf mengatakan, pemanggilan ini sekaligus untuk melakukan klarifikasi terkait postingan melalui media sosial.
"Paling lambat besok akan kita panggil untuk klarifikasi. Karena kita sudah mengantongi identitas ASN yang ada dalam postingan itu," ujar Ahmad Farid Ma'ruf, Selasa (6/10/2020).
Farid mengemukakan, postingan melalui media sosial yang diduga dilakukan oleh sejumlah ASN berseragam keki itu, melanggar netralitas ASN. Sebab, menggunakan tanda atau simbol tertentu yang mengarah kepada salah satu paslon.
Baca Juga: Ajak Masyarakat Awasi Pemilu 2024, Bawaslu Situbondo Sosialisasi Pengawasan Partisipatif
"Ya pelanggaran lah. Pelanggaran netralitas ASN, disiplin korps, sesuai dengan UU 5/2014 tentang Netralitas ASN," tegas Farid.
Menurutnya, hasil klarifikasi Bawaslu akan menjadi kajian untuk diterbitkannya rekomendasi kepada Komisi ASN. Dan Komisi ASN yang akan menentukan sanksi bagi yang dinyatakan melanggar aturan.
"Yang memberikan sanksi itu Bupati, berdasarkan rekomendasi dari Komisi ASN," imbuhnya.
Baca Juga: Tingkatkan Kerja Sama, Bawaslu Situbondo Teken MoU dengan OKP di Internal NU
Farid menjelaskan, sejak memasuki masa kampanye, Bawaslu lebih memperketat pengawasan melalui media sosial. Sebab, kerawanan pelanggaran di media sosial cenderung lebih besar dibandingkan di dunia nyata.
"Postingan melalui medsos ini masuk temuan, dan ini baru temuan pertama kali. Oleh karenanya, kita mencari yurisprudensi dengan berkoordinasi dengan Bawaslu di kabupaten lain," tegasnya. (had/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News