SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Penggunaan aplikasi rekapitulasi secara elektronik berupa Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi) oleh KPU dalam Pilkada Serentak 2020 memang tidak diwajibkan (hanya sebagai sarana untuk mempermudah proses rekapitulasi, akurasi data perolehan suara).
Meski demikian, keluhan tetap muncul dari para penyelenggara di tingkat kecamatan dan kelurahan pada coblosan 9 Desember 2020.
Baca Juga: Bawaslu Kota Surabaya Serahkan Laporan Hasil Pengawasan Pilkada 2020 ke Pemkot dan DPRD
Sri Sugeng Pujiatmoko, pemerhati pemilu, mengaku sudah memprediksi problem tersebut.
"Karena ada 270 daerah yang melaksanakan pilkada serentak dan jutaan TPS yang harus mengakses Sirekap, maka kesulitan akses akan sangat mungkin terjadi. Hal itulah kenapa Sirekap ditolak oleh DPR dan Bawaslu, karena beberapa kendala akses di lapangan, baik soal sinyal dan SDM yang melaksanakan Sirekap," ujar mantan Bawaslu Jatim ini, Kamis (10/12).
"Maka menjadi sangat mungkin, apabila saat ini Sirekap yang dilakukan KPU akan kesulitan mengakses Sirekap. Artinya tidak dapat mengirim Sirekap, meskipun Sirekap tersebut bukan sebagai regulasi yang wajib dilaksanakan KPU," pungkasnya.
Baca Juga: Dilantik Besok Sore, Ini Harapan Warga Surabaya kepada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Baru
Sekadar diketahui, Sirekap dimanfaatkan pada Pilkada Serentak 2020 di seluruh wilayah pilkada sebagai uji coba rekapitulasi elektronik dalam posisinya sebagai alat bantu proses rekapitulasi dan publikasi hasil.
Namun faktanya, pada coblosan 9 Desember kemarin, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemilihan Suara (PPS) di gelaran Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwali) Surabaya banyak mengeluh karena kesulitan mengakses Sirekap. (nf/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News