Tafsir Al-Kahfi 47-49: Berbaris Telanjang di Depan Tuhan

Tafsir Al-Kahfi 47-49: Berbaris Telanjang di Depan Tuhan Ilustrasi.

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

47. Wayawma nusayyiru aljibaala wataraa al-ardha baarizatan wahasyarnaahum falam nughaadir minhum ahadaan

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami perjalankan gunung-gunung dan engkau akan melihat bumi itu rata dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.

48. Wa’uridhuu ‘alaa rabbika shaffan laqad ji'tumuunaa kamaa khalaqnaakum awwala marratin bal za’amtum allan naj’ala lakum maw’idaan

Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. (Allah berfirman), “Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada pertama kali; bahkan kamu menganggap bahwa Kami tidak akan menetapkan bagi kamu waktu (berbangkit untuk memenuhi) perjanjian.”

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

49. Wawudhi’a alkitaabu fataraa almujrimiina musyfiqiina mimmaa fiihi wayaquuluuna yaa waylatanaa maa lihaadzaa alkitaabi laa yughaadiru shaghiiratan walaa kabiiratan illaa ahsaahaa wawajaduu maa ‘amiluu hadiran walaa yazhlimu rabbuka ahadaan

Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya,” dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun.


Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

TAFSIR AKTUAL

Setelah membicarakan kemegahan dunia yang berbalut harta dan keluarga, dan menasihati bahwa itu semua bakal sirna kecuali al-baqiyat al-shalihat, maka ayat kaji ini menandaskan, bahwa hal tersebut nyata sekali ketika gunung-gunung bergeser, hancur, dan rata dengan tanah. Manusia digiring berbaris di hadapan Tuhan menanti pengadilan. Kala itu, al-baqiyat al-shalihat berguna.

Kedahsyatan hari kiamat sungguh tidak terbayangkan. Bagaimana mungkin gunung-gunung bergeser dan beterbangan. Semua planet, bintang, rembulan, dan matahari berbenturan. Langit pecah dan seterusnya. Itu pasti terjadi, tinggal kita mau beriman, lantas mempersiapkan diri atau mengingkari.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

"laqad ji'tumuna kama khalaqnakum awwal marrah..". Wujud manusia persis seperti sedia kala, saat dia lahir. Umumnya mufasirun mengatakan, bahwa yang dimaksud adalah telanjang, tanpa busana. Hadis riwayat ibu A'isyah justru menyatakan lebih rinci. "hufah, 'urah, ghurla..". Berjalan tanpa alas kaki, telanjang tanpa busana, dzakarnya utuh, belum dikhitan.

Ketika Rasulullah SAW mengisahkan keadaan hari kiamat macam itu, sebagai wanita, ibu 'Aisyah bertanya: "Ya Rasulallah, bagaimana mungkin itu terjadi, laki dan perempuan bercampur jadi satu. Nanti kan saling melihat kemaluan?". Rasul menjawab: "Ya 'Aisyah, keadaan sangat pedih dan menakutkan, sehingga tidak ada yang punya pikiran ke situ".

Ya, jika ada bencana alam yang menimpa, seperti gempa bumi, banjir bandang, kebakaran besar, masing-masing manusia pasti pada lari menyelamatkan diri. Saat sama-sama lari dan ketakutan, meskipun ada yang telanjang di depan mata, apa ada yang sempat lirak-lirik? Masing-masing hanya berpikir menyelamatkan diri saja.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Maksiat itu melakukan hal yang dilarang agama dalam keadaan normal. Dia sehat, merasakan, dan sadar, maka kala itu sebuah perbuatan dinilai sebagai dosa. Makanya, agama tidak menghitung perbuatan orang yang dipaksa. Hal itu karena bukan atas kehendak sendiri, melainkan tertekan dan sama sekali tidak menikmati.

Seorang cewek yang diperkosa, maka dia tidak dosa selagi selama pemerkosaan berlangsung, hatinya benar-benar berontak, membenci, dan tenaganya melawan. Seperti menendang, mencakar, atau berteriak. Jika diancam dibunuh kalau berteriak, maka minimal hatinya membenci dan tidak rela. Kalau hatinya rela dan merasakan, maka sama-sama berzina dan berdosa.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO