SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN, kali ini menulis tentang pengadilan mantan Presiden Amerikata Serikat (AS) Donald Trump di Senat AS. Wartawan kawakan itu menceritakan peristiwa dramatis itu dengan alur yang mudah dicerna. BANGSAONLINE.com menurunkan secara lengkap tulisan Dahlan Iskan yang dimuat tiap hari di Disway dan HARIAN BANGSA itu. Selamat membaca:
"PENGADILAN" ini berat sekali. Tapi harus bisa cepat sekali: dalam waktu 16 jam sudah harus ada keputusan.
Baca Juga: Dituding Murtad, Dahlan Iskan Jawab dengan Shalat
Padahal yang diadili seorang presiden –yang kini berstatus mantan: Donald Trump. Yang menyidangkan: Senat Amerika Serikat –semacam DPD di Indonesia.
Berarti Sabtu dini hari tadi –ketika Disway ini terbit– keputusan sudah dibacakan. Anda bisa tahu lebih dulu dari saya.
Yang harus diputuskan: apakah Presiden Trump melanggar konstitusi atau tidak.
Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad
Kalau putusannya ''melanggar'', Trump tidak boleh lagi mencalonkan diri sebagai apa pun. Termasuk dilarang nyapres di 2024.
Maka debat ''melanggar atau tidak melanggar konstitusi'' itulah yang harus selesai dalam 16 jam sidang.
Anggota Senat dari Partai Demokrat (kini 50 orang) bulat mengatakan Trump melanggar konstitusi. Yang dari Partai Republik (kali ini tinggal 50 orang) mungkin terpecah.
Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu
Tapi karena putusan harus disetujui 2/3 suara kelihatannya Trump akan selamat.
Sidang dimulai dengan menampilkan wakil dari DPR. Di sini wakil DPR itu bertindak selaku ''jaksa''. Yakni harus bisa menjelaskan: alasan apa sehingga Trump dianggap melanggar konstitusi.
Setelah itu Senat menguji, membantah, mempertanyakan alasan-alasan itu.
Baca Juga: Pemimpin Psikopat
''Jaksa'' juga harus menampilkan barang-barang bukti.
Saya mengikuti sidang-sidang itu. Lewat streaming. Menarik sekali.
Yang tampil sebagai ''jaksa'' adalah anggota DPR dari Maryland –negara bagian yang letaknya hanya sepelemparan batu dari Gedung Capitol, tempat sidang itu dilangsungkan.
Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik
Namanya, Anda pernah tahu: Jamie Raskin. Dari Partai Demokrat. Ia doktor cum laude ilmu hukum lulusan Harvard University. Top banget.
Tentu Anda ingat Disway minggu lalu. Yang menceritakan siapa Raskin. Yang putrinya melarangnya pergi ke Capitol tanggal 6 Januari lalu. Sang putri tidak mau ayahnya mati. Sang putri terus mengikuti perkembangan politik. Hari itu kota Washington DC amat tegang. Puluhan ribu pendukung Trump berkumpul di Washington. Mereka akan menggeruduk sidang Kongres –gabungan DPR dan DPD– yang acaranya pengesahan Joe Biden sebagai presiden terpilih.
Sang ayah ngotot pergi ke Capitol. Ia sudah disumpah untuk membela konstitusi. Sang putri tidak mau kehilangan ayah. Sehari sebelumnya dia baru kehilangan kakak laki-lakinya yang bunuh diri.
Baca Juga: Hati Rakyat Sulit Dibeli, Partai Penguasa Gagal Menang
Akhirnya sang putri mengizinkan bapaknyi ke Capitol. Tapi ada syaratnya. Sang putri harus ikut untuk menjaganya.
Ketika sang ayah di ruang sidang sang putri menunggu di ruang lain. Ketika pendukung Trump menyerbu masuk Capitol sang putri sembunyi di bawah meja. Ancaman kematian di mana-mana di gedung itu.
Adegan itulah yang ditayangkan Prof Raskin di sidang pendahuluan Senat. Dramatik sekali. Itulah alasan mengapa menyidangkan Trump di Senat tidak melanggar konstitusi.
Baca Juga: Anak Muda Israel Full Stress
Saat itu wakil Republik masih selalu mengatakan menyidangkan Trump adalah inkonstitusional. Mengapa? Trump sudah bukan presiden lagi. Senat sudah tidak bisa menjangkau orang yang sudah tidak menjabat.
Raskin beralasan: kalau Trump tidak bisa diadili karena sudah bukan presiden, maka Presiden yang akan datang bisa berbuat semaunya di hari terakhir masa jabatan. Toh besoknya sudah tidak menjabat lagi. Pengadilan di Senat itu, kata Raskin, perlu untuk mengamankan masa depan.
Akhirnya, putusan hari itu, Trump layak diadili di Senat. Enam orang anggota Senat dari Republik juga berpendapat begitu. Maka pemungutan suara dilakukan: 56:44. Trump layak diadili di Senat. Untuk keputusan jenis ini tidak harus 2/3 suara.
Baca Juga: Doni Monardo Bekerja Habis-habisan
Salah satu dari enam anggota Republik itu wakil dari Louisiana. Namanya: Bill Cassidy. "Saya ini rasional saja. Kalau pemilih saya marah saya suruh lihat sendiri jalannya sidang," ujarnya.
Prof Raskin memang jadi bintang panggung di sidang itu. Alasannya sangat meyakinkan. Sebaliknya, pengacara Trump, tampil sebagai gombal. Bicaranya muter-muter. Satu jam lamanya. Sampai-sampai TV pendukung Trump sendiri, Newsmax, jengkel. Di tengah-tengah siaran langsung itu, pidato pengacara itu dihentikan. Diisi wawancara dengan profesor hukum terkemuka dari Harvard University: Alan Dershowitz.
Sang profesor geleng-geleng kepala. "Bagaimana bisa pengacara itu ngomongnya seperti itu," ujarnya. Ia juga memuji penampilan Raskin. "Raskin itu salah satu murid terbaik saya di Harvard," ujarnya.
Trump sendiri, menurut Politico, sangat kesal kepada pengacaranya itu. Trump mengikuti jalannya sidang itu lewat Newsmax. Betapa jengkelnya.
Tapi kita tidak lagi bisa tahu tingkat kejengkelan Trump. Ia sudah dilarang secara permanen untuk menggunakan Twitter. Betapa serunya kalau Trump masih bisa main di medsos.
Juga betapa seru seandainya Trump tampil sendiri di sidang itu –tanpa mewakilkannya ke pengacara.
Pertanyaannya: apakah Trump tidak menggerakkan buzzer. Yang bisa dibayar itu –bahkan dengan menggunakan uang rakyat di APBN.
Begitu diputuskan menyidangkan Trump adalah konstitusional, Selasa lalu, keesokan harinya sidang pengadilan di Senat dimulai. Yang harus selesai dalam 16 jam.
Prof Raskin kembali tampil sebagai pembicara pertama. Juga sangat fokus ke konstitusi. Dan juga memikat.
Inti perdebatannya adalah: apakah pidato Trump di depan pendukungnya 6 Januari, pagi, itu melanggar konstitusi.
Republik berpendapat tidak. Itu dijamin konstitusi. Yakni di pasal kebebasan berbicara dan berpendapat.
Prof Raskin bersandar pada putusan hakim agung (waktu itu) Oliver Wendell Holmes Jr.
"orang tidak boleh berteriak 'ada kebakaran!` di dalam gedung bioskop yang penuh dengan penonton," ujar Holmes seperti dikutip Raskin.
Maksudnya, teriakan orang di gedung bioskop seperti itu tidak bisa dikategorikan dalam kebebasan berbicara –seperti yang dimaksud dalam konstitusi.
"Trump ini", kata Raskin "bukan saja seperti orang yang berteriak di dalam gedung bioskop, melainkan ia itu seperti kepala pemadam kebakaran yang menciptakan kebakaran," ujar Raskin.
Menurut Raskin, pidato Trump hari itu adalah hasutan untuk melakukan pemberontakan. Terbukti begitu pidato itu selesai mereka berangkat ke Capitol, memaksa masuk dan menguasainya.
Tulisan ini tentu tidak bisa menunggu berakhirnya sidang itu. Tapi untuk bisa mendapat dukungan suara 2/3 rasanya sulit.
Gejalanya sudah terlihat. Sepanjang Raskin membeberkan alasan, anggota Senat dari Partai Republik cuek bebek. Menurut laporan media di Amerika mereka lebih banyak menunduk di kursi mereka. Sambil membaca apa saja yang tidak ada hubungannya dengan materi sidang itu. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News