Tafsir Al-Kahfi 58-59: Tuhan Tak Pernah Dendam

Tafsir Al-Kahfi 58-59: Tuhan Tak Pernah Dendam Ilustrasi.

Jika Tuhan harus mengadzab hamba-Nya, itu lebih karena “keterpaksaan”, lebih pada konsistensi sifat keadilan yang harus ditegakkan. Adzab yang tanpa marah dan tanpa mendzalimi sedikit pun. Aslinya, Tuhan sangat enggan menyiksa hamba-Nya. Cuma mereka kebangetan. Seperti orang tua yang tidak tega menjewer telinga anak kesayangannya.

Ayat ini kontras dengan pernyataan Tuhan sendiri yang tidak mau mengampuni dosa syirik. “Inn Allah la yaghfir an yusyrak bih” (al-naisa’:48). Sehingga dibutuhkan penalaran lebih kompromis agar dua statement befungsi sesuai arahnya.

Al-Ghafur sudah jelas, yaitu maha mengampuni. Berarti sangat mengampuni, sifat mengampuni lebih depan ketimbang sifat menyiksa. Dzu al-rahma, pemilik rahmah. Ada empat makna rahmah: Pertama, ampunan (al-‘afw). Karena orang yang berbuat dosa yang mestinya disiksa kemudian diampuni, maka tidak jadi disiksa, maka itu rahmah, kasih sayang tersendiri.

BACA JUGA: Tafsir Al-Kahfi 50: Bertuhan Kepada Iblis dan Keluarganya

Kedua, petunjuk (al-huda). Orang yang tersesat, lalu diarahkan, dibimbing, maka jadinya lempang dan nikmat. Ketiga, pahala (al-tsawab). Siapa pun, kalau mengerjakan sesuatu perbuatan, kemudian mendapatkan reward, imbalan menyenangkan, tentu lega baginya. Itulah rahmah. Dan keempat, kenikmatan (al-nai’mah). Inilah yang dicari. Hidup, baik di dunia, apalagi di akhirat, maka yang dicari adalah kenikmatan.

Jadi, semua dosa pasti diampuni oleh Allah SWT, asal si hamba mau meminta ampunan sebelum mati. Batas akhir kucuran ampunan adalah kematian. Dosa syirik, jika ditobati sebelum mati, maka diampuni. Itu pasti. Umumnya para sahabat nabi dulu musyrik, tapi bertobat dan masuk islam, lalu menjadi mulia.

BACA JUGA: Tafsir Al-Kahfi 50: Kabinet Dalam Pemerintahan Iblis

Kalau sampai mati dan belum bertobat, seperti paman nabi, Abu Lahab, Abu Thalib, maka tidak bisa diampuni, -andai - meskipun dimintakan ampunan oleh Nabi Muhammad SAW sendiri dan semua orang beriman.

Sedangkan dosa selain musyrik, seperti berzina, minum khamr, tidak shalat, meskipun belum ditobati dan keburu mati, maka sangat mungkin diampuni atas dasar sifat Tuhan yang maha pengampun dan maha rahmah. Contohnya, dimintakan ampunan oleh anaknya, oleh keluarganya, oleh kawan-kawannya.

“... La’ajjal lahum al-adzab”. Tuhan, andai mau, maka Dia akan segera menyiksa hamba-Nya yang berbuat dosa. Tapi jika Tuhan mau, maka itu hak-Nya. Untuk itu ada juga dosa yang adzabnya disegerakan di dunia. Yang nyata itu ada dua:

Pertama, orang yang mendzalimi orang lain dan kedua, anak yang menyakiti hati orang tua. Sudahlah, tidak perlu dites, tidak perlu dicoba. Contoh sudah sangat banyak dan tidak terbantah. Semua orang yang hidupnya berlimpah anugerah, harta dan kebaikan pasti dia memuliakan orang tuanya. Itu lintas agama, tak peduli mukmin atau kafir. Ibu itu bagai “tuhan” kedua setelah Allah SWT. Hanya saja tidak boleh disembah.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO