SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Dahlan Iskan, wartawan visioner, tampak tak sabar dengan perkembangan Vaksin Nusantara. Maklum, pria asal Takeran, Magetan, Jawa Timur itu selain tak ingin bangsanya jadi konsumen luar negeri terus-terusan, juga punya pengalaman pahit mobil listrik. Dia yang punya ide awal agar Indonesia membangun mobil listrik karena optimistis banyak anak bangsa yang punya potensi luar biasa ternyata kandas sehingga negara lain yang secara agresif mengembangkan.
Kini, dia tak ingin Vaksin Nusantara karya anak bangsa ini, mengalami nasib serupa. Tapi akankah terwujud? Silakan simak tulisan visioner dan inspiratif ini di Disway, HARIAN BANGSA, dan BANGSAONLINE.com. Selamat membaca:
Baca Juga: Dituding Murtad, Dahlan Iskan Jawab dengan Shalat
DUA kemungkinan ini yang saya khawatirkan. Pertama, Tiongkok segera memproduksi vaksin dendritik–seperti konsep Vaksin Nusantara. Kalau itu terjadi kita akan gigit jari. Kita akan kembali menjadi bangsa konsumen produk luar negeri–seperti mobil listrik. Kedua, mungkin saja pihak Amerika–yang bekerja sama dengan Balitbang Kemenkes, Undip Semarang, RSUP Kariadi–akan memindahkan Vaksin Nusantara ke negara lain–tanpa nama Nusantara.
Kemungkinan pertama itu sangat besar. Saya ikuti perkembangan terbaru di Shenzhen. Arahnya juga ke sana. Kita sudah tahu betapa cepat Tiongkok melegalkan vaksin-vaksin Covid-nya.
Kemungkinan kedua juga sangat besar. Pihak Amerika akan memindahkannya ke Brazil atau India, atau negara mana pun. Apalagi mereka sudah punya hasil uji coba fase 1 yang dilakukan di Semarang. Mereka bisa memanfaatkan itu sebagai harta karun–di mata peneliti.
Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad
Pihak Amerika tentu tidak mau mengerti apa saja kesulitan partnernya di Indonesia. Apalagi mereka juga punya kaidah sendiri di bidang keilmuan.
Sebenarnya banyak yang mengingatkan saya untuk tidak menulis lagi Vaksin Nusantara. Bahkan sejak tulisan edisi pertama terbit–dari tiga seri waktu itu.
Tapi saya berpikir dan berpikir. Saya tidak mau menyesal untuk kali kedua. Maka saya harus menulis apa yang harus saya tulis. Biarlah mobil listrik kandas–tapi jangan Vaksin Nusantara.
Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu
Sebagai penerbit Disway, tentu saya tahu ada iklan dua halaman di Harian Disway Surabaya edisi hari ini. Saya sudah baca iklan itu sejak kemarin sore–sebelum dikirim ke percetakan.
Saya lega membaca iklan itu. Maka tulisan yang sudah saya siapkan untuk Disway edisi pagi ini saya batalkan. Saya ganti dengan tulisan yang sekarang ini. Toh saya masih bisa menulis tentang TKDN itu kapan saja. TKDN adalah problem lama yang selalu baru.
Dari iklan itu terlihat bahwa ternyata Tim Peneliti Vaksin Nusantara tidak perlu menyembunyikan sesuatu. Semua hasil fase 1 uji coba itu dibuka lebar. Di iklan itu. Tidak ada yang ditutup-tutupi.
Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik
Saya lihat iklan itu sendiri dibuat untuk memenuhi keinginan DPR. Yang dalam rapat Komisi IX Rabu lalu sepakat agar Tim Peneliti membuka saja hasil fase 1 itu ke publik.
Kini semua pihak bisa membacanya. Termasuk lewat iklan di Disway edisi digital hari ini.
Saya pun mempertanyakan soal apakah Vak-Nus ini layak disebut karya anak bangsa. Kesimpulan saya: layak.
Baca Juga: Hati Rakyat Sulit Dibeli, Partai Penguasa Gagal Menang
Pengetahuan tentang sel dendritik ternyata sudah tidak baru. Termasuk bagi sebagian dokter di Jakarta.
BACA JUGA: dahlan-iskan-politik-santun">Jokowi Dukung Vaksin Nusantara, Tapi Tidak Pojokkan BPOM, Dahlan Iskan: Politik Santun
Jerman sendiri sudah mengembangkannya untuk pengobatan kanker. Demikian juga Amerika Serikat. Publikasi ilmiah tentang sel dendritik sudah banyak. Bisa diikuti siapa saja. Termasuk oleh ahli di Tiongkok–yang sekarang juga mulai melakukannya.
Pun Indonesia sendiri. Sudah menerapkannya. Sejak 2014. Yakni di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Dengan sebutan cell cure. Pasiennya pun sudah banyak. Cell cure itu juga pengobatan lewat sel dendritik.
Baca Juga: Anak Muda Israel Full Stress
Sebelum itu, setidaknya 7 dokter ahli RSPAD sudah menjalani pendidikan cell cure di Jerman. Termasuk pendidikan di bidang sel dendritik.
Ketika RSPAD mendatangkan alat-alat cell cure dari Jerman, dilakukan pula transfer pengetahuan. Ahli dari Jerman datang ke Jakarta. Ahli Jerman itu satu tahun di RSPAD–mendampingi para dokter yang sudah pulang dari Jerman.
Ketika Covid-19 menjadi pandemi awal tahun lalu, tim cell cure RSPAD memikirkan bagaimana agar bisa dimanfaatkan juga untuk mengatasi Covid-19.
Baca Juga: Mulai 1 Januari 2024 Vaksin Covid-19 Tak Lagi Gratis
Saat itulah mereka mempelajari banyak publikasi internasional. Mereka menemukan bahwa di Amerika juga muncul ide serupa. Yakni yang dilakukan oleh Prof. dr. Hans Keirstead, Ph.D. (Disway, 21 Februari 2021).
Kontak pun dilakukan. Untuk membawanya ke Indonesia.
"Jadi, Prof. Hans Keirstead setuju membawa itu ke Indonesia karena melihat Indonesia sudah punya tim cell cure yang tepercaya," ujar salah satu Tim Peneliti Vaksin Nusantara. "Apalagi tim Indonesia juga punya ide yang sama," tambahnya.
Baca Juga: Doni Monardo Bekerja Habis-habisan
Ketika mendengar penjelasan itu saya menjadi tidak ragu-ragu lagi ikut menyebut ini Vaksin Anak Bangsa. Awalnya saya sempat agak mencibir ketika menulis kata Vaksin Nusantara. Saya sempat menduga kata ''Nusantara'' di situ hanya tempelan. Tapi sekarang saya tidak ragu lagi. Ternyata ada riwayat keilmuannya.
Tim dendritik RSPAD itu sendiri kemudian menjadi supervisi dari tim peneliti dari Undip Semarang. Ditambah dengan 8 orang ahli dari Amerika yang ''pindah sementara'' ke Semarang.
Mereka menunggu: apakah izin uji coba fase 2 bisa didapat.
Presiden Jokowi sudah memberikan dukungannya pada Vak-Nus. Demikian juga DPR. Mungkin masih perlu istigasah kubro untuk mewujudkannya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News