JEMBER, BANGSAONLINE.com - Hasil audit terhadap laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun 2020 yang dilakukan oleh BPK, Kabupaten Jember mendapatkan predikat opini tidak wajar.
Berdasarkan siaran pers BPK Perwakilan Jawa Timur, ada 7 poin penting dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK Jatim tersebut.
Baca Juga: Terjerat Kasus Korupsi Dana Desa Rp721 Juta, Eks Kades Sidodadi Paiton Ditahan Kejari Probolinggo
Kepala Perwakilan BPK Jatim Joko Agus Setyono menerangkan, pemeriksaan yang dilakukan tersebut bertujuan untuk memberikan opini tentang kewajaran dalam penyajian laporan keuangan yang dilakukan oleh pemerintah daeran berdasarkan 4 kriteria yang sudah diatur.
"Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian internal," katanya melalui siaran pers, Senin (31/05/2021).
Adapun 7 catatan penting yang membuat Kabupaten Jember mendapatkan opini TW tersebut sebagai berikut:
Baca Juga: Tim Arkeolog BPK Temukan Patirtan Baru dan Gentong di Selatan Candi Klotok Kota Kediri
1. Tidak adanya pengesahan DPRD atas APBD tahun anggaran 2020.
2. Jumlah penyajian Belanja Pegawai sebesar Rp 1.302,44 miliar serta Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp 937,97 miliar tidak sesuai dengan penjabaran APBD dan merupakan hasil pemetaan (mapping) yang dilakukan untuk menyesuaikan dengan penyajian beban pada Laporan Operasional. Akibatnya, Belanja Pegawai disajikan lebih rendah sedangkan Belanja Barang dan Jasa disajikan lebih tinggi, masing-masing sebesar Rp 202,78 miliar.
3. Terdapat realisasi pembayaran senilai Rp 68,80 miliar dari angka Rp 1.302,44 miliar yang disajikan dalam Belanja Pegawai, yang tidak menggambarkan substansi Belanja Pegawai sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan. Realisasi tersebut merupakan pembayaran yang terjadi karena kesalahan penganggaran dan realisasi Belanja Pegawai yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Baca Juga: Di Pelantikan Kalan BPK, Adhy Karyono Siap Bersinergi Tingkatkan Pengelolaan Keuangan Pemprov Jatim
4. Dari jumlah Rp 126,08 miliar yang disajikan sebagai Kas di Bendahara Pengeluaran per 31 Desember 2020, di antaranya terdapat sebesar Rp107,09 miliar yang tidak berbentuk uang tunai dan/atau saldo simpanan di bank sesuai ketentuan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan dan berpotensi tidak dapat dipertanggungjawabkan.
5. Terdapat Utang Jangka Pendek Lainnya sebesar Rp 31,57 miliar dari jumlah sebesar Rp 111,94 miliar yang tidak didukung dokumen sumber yang memadai.
6. Tim Manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Penyelenggaraan Pendidikan Gratis (PPG) tidak melakukan rekapitulasi realisasi belanja sebesar Rp 66,59 miliar atas mutasi persediaan dan saldo akhir persediaan yang bersumber dari Belanja Barang dan Jasa yang berasal dari dana BOS dan PPG. Atas realisasi belanja tersebut, tidak diperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat untuk dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap nilai Beban Persediaan.
Baca Juga: Kementerian ATR BPN Mendapat WTP 12 Kali Berturut-turut
7. Pada penyajian nilai perolehan Akumulasi Penyusutan dan Beban Penyusutan atas Aset Tetap – Jalan, Irigasi, dan Jaringan masing-masing sebesar Rp 3.470,53 miliar, Rp 2.007,36 miliar, dan Rp 141,46 miliar, terdapat Aset Tetap Jalan, Irigasi, dan Jaringan berupa rehabilitasi, renovasi, dan/atau pemeliharaan yang belum dan/atau tidak diatribusikan secara tepat ke aset induknya sehingga mempengaruhi akurasi perhitungan Beban dan Akumulasi Penyusutan.
Terkait 7 catatan itu, BPK telah meminta tanggapan kepada Pemerintah Kabupaten Jember, termasuk juga rencana aksinya. "BPK berharap hasil audit tersebut bisa dijadikan sebagai dasar keputusan oleh DPRD dan Pemkab Jember terkait penganggaran," kata Joko Agus.
Pemerintah Kabupaten Jember juga diminta tetap menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan BPK dalam LHP tersebut. Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara mengamanatkan pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi LHP. Pejabat juga wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK selambat-lambatnya 60 hari setelah LHP diterima. (yud/ian)
Baca Juga: Presiden Jokowi Minta BPK Mendukung Transisi Pemerintahan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News