Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur, Hadi Sulistyo membenarkan bahwa potensi umbi porang di pasar internasional semakin besar. Buktinya, nilai ekspor porang terus meningkat setiap tahunnya.
Pada tahun 2018, volume ekspor porang dari Jawa Timur mencapai 5,51 ton dengan nilai sekitar Rp270,3 miliar. Sedangkan pada tahun 2019 meningkat 9 persen, menjadi 6 ton dengan nilai sekitar Rp297 miliar.
"Lalu pada tahun 2020 meningkat hingga 70 persen di volume 10 ton dengan nilai Rp499,08 miliar," kata Hadi.
Negara tujuan ekspor porang Jawa Timur antara lain China, Vietnam, Jepang, Thailand, Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan. Menurut Hadi, minat petani Jawa Timur untuk menanam porang tiap tahun juga semakin meningkat.
"Harga umbi porang ini mencapai Rp 7 ribu per kilogram. Dalam hitungan kasar, jika satu hektare menghasilkan 15 ton dengan umur panen 2-3 tahun, maka kurang lebih bisa menghasilkan Rp 105 juta per hektare," lanjutnya.
Ia mengatakan, keterbatasan benih tersebut berpengaruh terhadap harga benih yang beragam.
"Oleh karena itu Ibu Gubernur (Khofifah Indar Parawansa) menerbitkan Pergub Nomor 30 Tahun 2021 tentang pengawasan peredaran benih porang. Dalam pergub tersebut disebutkan benih porang atau katak porang dilarang diekspor," pungkas Hadi. (mdr/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News