JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Inilah lukisan-lukisan dramatik yang sedang diperjuangkan Badri. Pelukis yang tinggal di Pasuruan Jawa Timur ini berjuang keras untuk memvisualisasikan perjuangan Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari dalam lukisan kolosal.
“Yang sudah selesai adalah lukisan Hadratussayikh saat ditangkap Jepang,” kata Badri kepada saya di Griya Kenanga, kediaman Gus Riza Yusuf Hasyim, seusai menghadiri acara pembukaan Museum Islam KHM Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng, Rabu (10/11/2021) lalu.
Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat
Gus Riza Yusuf Hasyim bercerita, Badri selain melukis Hadratussyaikh saat ditangkap Jepang juga melukis peristiwa pertempuran 10 Nopember Surabaya. Tapi setiap mau mentaskhih skets lukisannya, saksi sejarah yang didatangi selalu meninggal dunia.
Badri adalah pelukis yang dikenal dekat dengan Gus Riza Yusuf Hasyim. Karya-karyanya sangat ekspresif sehingga menyentuh batin. Lihat saja salah satu hasil karyanya tentang Hadratussyaikh di bawah ini.
Menurut Gus Habib, cucu KH Munasir yang selalu mendampingi Gus Riza Yusuf Hasyim, lukisan Hadratussyaikh di bawah ini sebenarnya belum dipublikasikan. Tapi saat Pilgub tiba-tiba ada orang mengedarkan tanpa izin Badri.
Baca Juga: Alasan Hadratussyaikh Tolak Anugerah Bintang Hindia Belanda, Kenapa Habib Usman Bin Yahya Menerima
Saya memang dikontak Gus Riza Yusuf Hasyim untuk menghadiri pembukaan Museum Islam KHM Hasyim Asy’ari di areal Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Letaknya tak jauh dari Maqbarah Hadratussyaikh, KH A Wahid Hasyim, KHM Yusuf Hasyim, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah).
Museum ini dibangun semasa Gus Sholah menjadi pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng. Gus Sholah beberapa kali mendiskusikan museum itu dengan teman-teman, termasuk dengan saya.
Usai acara pembukaan itu saya sowan ke kediaman Gus Riza Yusuf Hasyim. Kediaman Gus Riza sekitar 500 meter dari Pesantren Tebuireng. Di situlah saya melakukan wawancara, baik dengan Gus Riza Yusuf Hasyim maupun dengan Badri.
Baca Juga: Disambut Antusias Warga Blitar, Khofifah: Pekik Allahu Akbar Bung Tomo Dawuh Hadratussyaikh
(Salah satu karya Badri. Lukisan ini sebenarnya belum dipublikasikan. Tapi ada orang tanpa seizin Badri tiba-tiba mengedarkan. foto: istimewa)
Saya sudah lama ingin sowan ke kediaman cucu Hadratussyaikh itu. Apalagi putra KHM Yusuf Hasyim itu dikenal punya banyak koleksi benda-benda bersejarah Hadratussyaikh (baca tulisan saya di BANGSAONLINE.com berjudul: Inilah Benda-Benda Bersejarah Hadratussyaikh Koleksi Gus Riza Yusuf Hasyim).
Baca Juga: Ba'alawi dan Habib Luthfi Jangan Dijadikan Pengurus NU, Ini Alasan Prof Kiai Imam Ghazali
Yang menarik, Badri dalam memvisualisasikan perjuangan Hadratussyaikh tidak berdasarkan imajinasi seorang seniman semata. Tapi juga lewat tashkhikh para saksi sejarah. Tentu lebih otentik.
Konsekuensinya, ia berkali-kali merombak dan mengganti skets. Otomatis memakan waktu dan tenaga.
Menurut Badri, peristiwa penangkapan Hadratussyaikh sangat heroik. ”Peristiwa itu heroik sekali, saat Mbah Hasyim ditawan (Jepang) karena menolak seikerei,” kata Badri.
Baca Juga: Mahfud MD Respons Podcast BANGSAONLINE, Kakek Habib Luthfi Bukan Pendiri NU
Seikerei adalah ritual masyarakat Jepang untuk penghormatan kepada dewa matahari . Seikerei dilakukan dengan membungkukan badan kepada matahari yang sudah terbit sempurna. Hadratussyaikh dengan tegas menolak melakukan seikerei karena bertentangan dengan aqidah Islam.
Nah, saat Hadratussyaikh ditangkap tentara Jepang itu ada seorang santri Tebuireng bernama Solihin yang sangat peduli. Solihin berusaha menghalangi tentara Jepang. Saking peduli dan cintanya bahkan Solihin minta ditahan bersama Hadratussyaikh.
Momen itulah yang diangkat Badri ke dalam lukisan kolosal. Namun tak semudah yang kita bayangkan. Semula Badri melakukan skets, menggambarkan Hadratussyaikh berada di atas truk. Sedang Solihin berada di bawah, ditahan tentara Jepang.
Baca Juga: Profil Mochammad Afifuddin yang Ditunjuk Jadi Plt Ketua KPU Gantikan Hasyim Asyari
“Sketsnya bagus sekali. Dramatik sekali. Tapi ketika dieksekusi ke kanvas besar, Mbah Hasyim yang sudah di atas truk kelihatan kecil sekali, seolah figuran. Justru tokohnya Pak Solihin,” kata Badri. Padahal obyek sentral lukisan itu adalah Hadratussyaikh.
Akhirnya Badri merombak lukisan itu lagi. Dibuatlah skets baru. Yaitu saat Hadratussyaikh mau dinaikkan ke atas truk oleh tentara Jepang. Maka jadilah lukisan itu.
“Sudah 50 persen,” katanya.
Baca Juga: Ribuan Santri Tebuireng Takbir Keliling dan Bakar Sate Massal, Idul Adha Makin Seru
Badri dan Gus Riza lalu ke Jakarta. Untuk mentaskhikh lukisan itu kepada saksi sejarah. Yaitu Bulkin, adik Solihin.
“Tapi ketika saya ke Jakarta, Pak Bulkin langsung bilang. Ini salah. Kakak saya gak pernah berada di depan Hadratussyaikh. Kakak saya selalu mem-back up dari belakang Hadratussyaikh,” tutur Badri.
Badri pun tak berkutik. Ia langsung merombak lagi. Maka dibuatlah skets Hadratussyaikh saat digiring tentara Jepang naik ke atas truck. Sedang Solihin berada di belakang Hadratussyaikh.
Baca Juga: Kasihan Mbah Hasyim, PBNU Tak Mampu Baca Suasana Kebatinan Warga NU
(M Mas'ud Adnan, penulis yang juga CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com memegang tongkat Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy'ari di Museum Islam KH Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng Jombang. Mas'ud Adnan diapit Gus Riza Yusuf Hasyim (kanan, baju ptuih) dan Gus Habib (kiri, baju batik). Foto: BANGSAONLINE.com)
“Ketika skets itu ditunjukkan kepada Pak Bulkin, aman,” tutur Badri. Artiya, skets itu sudah sesuai dengan peristiwa.
Badri pun melanjutkan lukisannya. Tapi ketika pengerjaan lukisan itu mencapai 50 persen datanglah banjir.
“Pasuruan banjir. Padahal lukisan, yang manterialnya kanvas, berjarak satu meter saja dari air sudah risiko menjamur. Apalagi air bah,” kata Badri.
Badri berusaha menyelamatkan lukisan itu. Ia bersama istrinya mengangkat lukisan ukuran besar itu keluar rumah. Tapi ia baru sadar bahwa lukisan itu tak mungkin bisa dibawa keluar. Karena pintunya hanya ukuran dua meter. Sedang lukisan itu berukuran raksasa, 5 ½ X 2 ½ meter.
Badri lesu. Maka lukisan itu dibelah jadi tiga. Yang diambil tengahnya.
“Ya jadi 10 persen lagi,” katanya sembari tersenyum.
Tapi kenapa harus berukuran 5 ½ X 2 ½ ? “Pertimbangan kita museum-museum itu kan selalu pakai diorama,” katanya. Diorama adalah sejenis miniatur tiga dimensi untuk menggambarkan suatu adegan atau pemandangan.
Menurut dia, diorama tidak ada efek psikologis terhadap penonton.
“Tapi kalau pakai size (ukuran) yang besar kita merasakan terlibat dalam lukisan itu. Itu target kita.
Bayangkan, dalam suatu ruangan, ruang visualisasi, dengan lukisan size besar, tentang Mbah Hasyim. Kita masuk, bleng, kita seperti pelaku,” katanya.
Kini lukisan kolosal dramatik itu rampung. Namun sayang lukisan penangkapan Hadratussyaikh yang sangat dramatik itu belum dipublikasikan. Kapan? Kita tunggu saja. (M Mas’ud Adnan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News