KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramono, telah membangun fondasi untuk membenahi birokrasi di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kediri selama 10 bulan menjabat.
Dhito menerbitkan sejumlah kebijakan untuk menata pemerintahan yang bersih, seperti transaksi keuangan yang bersumber pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) diterapkan menggunakan sistem transaksi non tunai (TNT). Pelaksanaan TNT itu diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Kediri Nomor 23 Tahun 2021.
Baca Juga: Bagikan PTSL di Dua Desa, Pjs Bupati Kediri Imbau Warga Jaga Bidang Tanah Masing-Masing
"Sistem ini juga mencegah transaksi ilegal. Karena dengan TNT ini, digital transaksi terlihat, sehingga potensi penyelewengan anggaran bisa diminimalisir," ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima BANGSAONLINE.com, Kamis (9/12).
Ia menuturkan, regulasi itu dibuat untuk mewujudkan tertib administrasi pengelolaan kas, mencegah peredaran uang palsu, dan menekan laju inflasi. Dengan sistem itu, jumlah peredaran uang kertas dapat dikurangi dan transaksi keuangan di atas Rp1 juta harus secara non-tunai.
Ia menegaskan, tak ada kompromi terhadap tindak pidana korupsi. Untuk membangun pemerintahan yang bebas dari tindak korupsi dan kolusi yang cukup rawan bagi kalangan pejabat, Dhito mengeluarkan Perbup Nomor 35 Tahun 2021. Aturan yang disahkan pada Agustus 2021 itu berisi tentang pedoman pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemkab Kediri.
Baca Juga: Pemkab Kediri Raih Penghargaan Terbaik Keterbukaan Informasi Publik
Dalam aturan itu diatur bahwa setiap pejabat atau pegawai di lingkungan Pemkab Kediri wajib menolak gratifikasi yang diketahui sejak awal berhubungan dengan jabatannya, dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Dalam hal ini, Inspektorat ditunjuk sebagai Unit Pengendali Gratifikasi (UPG).
Sedangkan di tatanan oganisasi perangkat daerah (OPD), kepala perangkat daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan pengendalian gratifikasi di wilayah kerjanya. Tak kalah penting, dalam regulasi itu diatur tentang perlindungan terhadap pelapor baik dari segi hukum, perlakuan diskriminatif, ancaman fisik, atau psikis karena melaporkan gratifikasi.
Perlindungan itu implementasinya termasuk pada pelapor dalam kasus dugaan jual beli jabatan perangkat desa. Untuk memupus rantai penyalahgunaan wewenang pejabat dalam pengisian perangkat, mengacu pada Perbup Nomor 48 Tahun 2021, pengisian perangkat desa dikembalikan menjadi hak setiap kepala desa.
Baca Juga: Hingga November 2024, Stok Daging Sapi di Kabupaten Kediri Surplus 2.736,7 Ton
Kendati demikian, Pemkab Kediri tetap melakukan fungsi monitoring dan mengevaluasi kinerja dari setiap desa. Dalam hal ini, Dhito telah memerintahkan Inspektorat untuk membentuk tim monitoring termasuk menindaklanjuti adanya aduan jual beli jabatan perangkat.
"Pengisian perangkat ini, kalau ada yang terbukti melakukan penyelewengan kita beri sanksi," tegas Dhito.
Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Inspektorat Daerah Kabupaten Kediri, Wirawan, mengaku siap mengawal program Bupati Kediri dalam menegakkan pemerintahan dan birokrasi yang bersih dari segala unsur KKN di semua tingkatan. Sebab, salah satu tugas Inspektorat adalah menjamin visi misi yang tertuang dalam program kegiatan, serta kebijakan bupati, dapat terlaksana dengan baik dan sukses.
Baca Juga: Pjs Bupati Kediri Ikuti Senam Bareng Dinkes di Peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-60
"Termasuk dalam proses pengisian perangkat desa akan kita kawal terus. Inspektorat juga akan menegakkan perbup tentang gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kediri," kata Wirawan. (uji/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News