Oleh: Oktavia Winda Lestari*
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan adanya tindak tutur dalam bahasa Indonesia oleh pembelajar BIPA di Muslim Santitham Foundation School (SFS) Thailand. Data diperoleh pada saat menempuh pendidikan di sana dan diambil secara langsung dari lapangan dengan teknik simak dan catat.
Simak digunakan untuk mengetahui data tindak tutur dalam pembelajaran BIPA, dan Catat digunakan untuk mengumpulkan data tuturan dari pembelajar BIPA. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan pragmatik bahasa antara.
Baca Juga: Magister Peternakan Unisma Ingatkan Pentingnya Rekording Ternak Kambing Gunakan QR Code di Pamekasan
Data dianalisis dengan prespektif pragmatik untuk memperoleh faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan pada tindak tutur dalam bahasa Indonesia oleh pembelajar BIPA. Hasil analisis data ditemukan bahwa ada empat faktor tindak tutur, yaitu ragam formal dan informal, pemilihan strategi tutur, pemilihan formula semantik, dan pemilihan pronomina persona.
PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia menjadi salah satu yang digunakan sebagai alat komunikasi. Banyak kegiatan yang dilakukan terkait bahasa yang dijadikan media atau sarananya. Bahasa menjadi alat utama dalam berkomunikasi, baik individu maupun kelompok. Melalui bahasa menjadi alat untuk mengetahui informasi tentang kebudayaan, sejarah, adat, serta keadaan suatu bangsa.
Bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa resmi ASEAN. Sistem pendidikan di Thailand juga sudah sebagian menerapkan kurikulumnya diadakan mata pelajaran bahasa Indonesia, salah satunya di Muslim SFS Thailand.
Baca Juga: Unisma Malang Targetkan Tahun 2027 Jadi World Class University
Bahasa bersifat arbirter, kearbiteran memunculkan ketidakjelasan dalam pemakaiannya. Setiap kelompok masyarakat memberi makna dan menggunakannya secara berbeda dengan kelompok lainnya. Perkembangan pemakaian bahasa yang arbiter ini semakin bertambah dan kodifikasi bentuk baru ke dalam kamus sering terlambat, sehingga sering tertinggal dari penggunaan pada dunia nyata (Kunjana Rahardi, 2006).
Pada pembelajaran bahasa terdapat beberapa ilmu yang harus dipelajari, salah satunya di bidang pragmatik. Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa linguistik yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam tindak tutur. Makna yang disampaikan oleh penutur yang ditafsirkan oleh mitra tutur.
Sebagai akibat dari tuturan itu berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata yang digunakan dalam tuturan. Pragmatik mengkaji hubungan unsur-unsur bahasa yang berkaitan dengan penutur bahasa.
Baca Juga: Kuliah di Luar Negeri itu Gampang, Tinggal Pilih, di Turki atau Thailand
Bidang kajian meliputi, variasi bahasa, tindak tutur bahasa, percakapan, teori deiksis, praanggapan, dan analisis wacana. Bidang kajian tersebut memiliki lingkup yang sempit karena berpangkal pada penggunaan bahasa dalam konteks (Laode Baisu, 2015).
Menurut Purwo, pragmatik sebagai telaah mengenai makna tuturan melalui sebuah konteks. Melalui itu, pembaca tidak hanya sekedar mengetahui makna tersurat tetapi juga makna tersirat dari tuturan yang erat kaitannya dengan konteks pada saat tuturan dituturkan. Wijana menyatakan bahwa dalam proses komunikasi akan melibatkan percakapan antara penutur, dan penutur dalam menyampaikan sebuah informasi atau peristiwa tutur melalui sebuah konteks. Dengan demikian, konteks menjadi sesuatu yang paling penting saat seseorang akan memahami sebuah tuturan (Prapti Wigati Purwaningrum dan Lia Nurmalia, 2019).
Tindak tutur merupakan bahasa yang dapat digunakan untuk melakukan tindakan melalui pembedaan ujaran konstatif dan ujaran perfomatif. Jenis tindak tutur terbagi menjadi tiga, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.
Baca Juga: Torehkan Prestasi Internasional, Santri MBI Amanatul Ummah Hebohkan 12th World Robotic For Peace
Tindak lokusi merupakan makna apa adanya dari sebuah tuturan, tindak ilokusi merupakan maksud yang terdapat dalam tuturan, sedangakan tindak perlokusi merupakan dampak dari yang ditimbulkan dari sebuah tuturan (Rian Andri Prasetya & Siti Samhati, 2017).
Ketika seorang penutur dan mitra tutur terlibat dalam suatu interaksi percakapan, mereka tidak hanya saling berbagi informasi, namun asumsi-asumsi dan harapan-harapan juga muncul di dalamnya sebagai interpretasi tuturan-tuturan yang mereka hasilkan. Richard dalam (Jumadi, 2010:49) menyatakan bahwa percakapan bukan sekadar pertukaran informasi dalam interaksi bersemuka, akan tetapi mereka masuk ke dalam proses percakapan tersebut, asumsi-asumsi dan harapan-harapan mengenai percakapan itu, bagaimana percakapan tersebut berkembang, dan jenis kontribusi yang diharapkan dibuat oleh mereka (Jumadi, 2010).
Studi pragmatik bahasa antara berkaitan dengan kemampuan pembelajar bahasa kedua dalam menggunakan kemampuan fonologi, morfologi, sintaksis, dan pragmatik (pragmatik bahasa antara). Pragmatik bahasa antara merupakan sebuah studi mengenai bagaimana pembelajar bahasa kedua menggunakan kemampuan pragmatik dan pemahaman wacananya untuk berkomunikasi pada bahasa kedua (Primantari & Wijana, 2017).
Baca Juga: M. Tabrani, Wartawan Asal Madura yang Ditetapkan sebagai Pahlawan juga Warga NU
Penelitian serupa dengan kajian pragmatik juga berjudul 'Pendekatan Pragmatik dalam Pengajaran Kemahiran Berbicara BIPA'. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari konsep-konsep berbicara dalam bahasa Indonesia dengan sopan, santun, mampu berbasa-basi, dan komunikatif.
Dengan begitu, para peserta BIPA dapat berkomunikasi secara baik dan tepat dengan penutur jati bahasa Indonesia. Dengan kemampuan ini (intercultural competence), peserta BIPA dapat menjalin komunikasi antarbudaya dengan orang Indonesia. Hasil penelitian ini adalah peserta BIPA meningkatkan kemahiran berbicara bahasa Indonesia (Barbara Pesulima & Sukojati Prasnowo, 2017).
Beberapa hasil penelitian di atas telah membuktikan bahwa tindak tutur oleh pembelajar BIPA bisa diketahui dengan berbasis studi pragmatik. Pada penelitian ini menggunakan studi pragmatik bahasa antara. Dengan demikian, akan menjelaskan beberapa faktor-faktor yang terdapat dalam tindak tutur pembelajar BIPA.
METODE PENELITIAN
Baca Juga: M Tabrani Pengusul Penggunaan Bahasa Indonesia Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Khofifah Bangga
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan pragmatik bahasa antara. Data diperoleh pada saat pembelajaran BIPA di Muslim SFS Thailand. Data penelitian ini diambil secara langsung dari lapangan dengan teknik simak dan catat.
Simak digunakan untuk mengetahui data tindak tutur dalam pembelajaran BIPA. Catat digunakan untuk mengumpulkan data tuturan dari pembelajar BIPA. Data dianalisis dengan prespektif pragmatik untuk memperoleh faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan pada tindak tutur dalam bahasa Indonesia oleh pembelajar BIPA.
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Komunikasi dalam pembelajaran BIPA menggunakan bahasa Indonesia untuk memperlancar bahasa Indonesia dan menambah kosa kata yang tidak diketahui oleh pembelajar BIPA. Salah satunya dengan sebelum memulai materi, pembelajar diharapkan bercakap-cakap dengan pembelajar lain dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pada penelitian ini tindak tutur yang ditemukan dari tuturan pembelajar BIPA di Muslim SFS Thailand ada beberapa faktor tindak tutur dalam pembelajaran.
Baca Juga: Pakai Seragam Kayak SMA, Mahasiswa Mahidol Temui Dosen Boleh Pakai Celana Pendek
Pemilihan Ragam Formal dan Informal
Ragam bahasa merupakan variasi bahasa menurut pemakaian, berbeda-beda menurut topik tertentu, hubungan pembicara dengan lawan bicara, orang yang dibicarakan, serta media pembicara. Berdasarkan hubungan bicara dengan lawan bicara, ragam bahasa dapat dikategorikan dalam situasi formal dan informal.
Bahasa merupakan keragaman bahasa yang disebabkan oleh adanya kegiatan-kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok masyarakat yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen (Abdul Chaer & Leonie Agustina, 2004).
Baca Juga: Gila, 90 % Dosen Wanita Tak Nikah, LGBT Merajalela, Laporan M Mas'ud Adnan dari Bangkok (4)
Prinsip utama dari ragam bahasa adalah penutur tidak selalu berbicara dalam cara yang sama untuk peristiwa atau kejadian. Ragam bahasa terjadi karena adanya interferensi, integrasi, bahasa gaul, alih kode dan campur kode (Mawardi & Siti Sarah, 2018).
Berikut cuplikan tindak tutur pembelajar BIPA di Muslim SFS Thailand:
(1) Perkenalkan nama saya Wattana. Besok apakah anda bisa pergi sekolah bersama?
(ajakan untuk pergi sekolah dengan teman)
(2) Bu, bolehkan aku mengerjakan tugas ini di rumah? Sebab di sini bising, aku tidak bisa fokus untuk mengerjakannya.
(permintaan kepada Gurunya)
(3) Selamat pagi, Bu. Bolehkan aku pergi ke kamar mandi? Jika boleh, saya pergi berdua ya Bu?
(izin ke kamar mandi kepada Guru)
(4) Wirasut, bolehkan saya meminjam catatan pelajaran yang sudah anda catat?
(meminta kepada teman)
Berdasarkan data di atas terdapat bahwa pembelajar BIPA belum bisa membedakan atau belum bisa memilih ragam bahasa formal dan informal dalam tindak tutur. Pada tuturan (1) seharusnya menggunakan bahasa informal, karena tuturan tersebut ditujukan kepada teman sebaya. Tuturan (2) permintaan kepada Guru, seharusnya menggunakan bahasa formal, karena lawan tuturnya merupakan Guru yang tingkatan kesantunan lebih tinggi daripada berbicara dengan teman.
Pada tuturan (3) pembelajar harusnya menggunakan bahasa formal, akan tetapi pada tuturan tersebut, pembelajar menggunakan bahasa formal dan informal, sehingga menjadikannya rancu. Di tuturan (4) pembelajar menggunakan ragam bahasa formal, seharusnya menggunakan ragam bahasa informal, karena lawan tuturnya adalah teman sebaya.
Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa tindak tutur dari pembelajar BIPA belum bisa membedakan menggunakan ragam bahasa formal dan informal.
Pemilihan Strategi Tutur
Strategi tutur bisa disebut dengan pemilihan bahasa dalam sebuah tuturan. Pemilihan bahasa dalam komunikasi pada masyarakat sebenarnya menjadi masalah yang wajar, sebab terjadi pada setiap orang yang terlibat dalam suatu peristiwa komunikasi.
Kajian ilmiah pemilihan bahasa telah dilakukan oleh sosiolinguis di beberapa negara. Hal tersebut terjadi karena fenomena sosial yang bersifat dinamis, selalu bergerak dan berubah yang mempengaruhi struktur sosial dan pemakaian bahasa.
Berikut tindak tutur dari pembelajar BIPA di Muslim SFS Thailand:
(1) Bu, bolehkah aku besok tidak masuk sekolah? Tugas untuk besok dikerjakan di rumah saja.
(meminta izin tidak masuk sekolah dan mengganti tugas)
(2) Bu Guru, saya Duah, saya mau ke Bu Suda. Minta izin untuk pergi Bu Suda. Saya pergi!
(izin untuk menemui Bu Suda)
(3) Saya tidak mau belajar ini. Saya sudah bisa dan bosan jika ini lagi.
(perintah kepada Guru)
(4) Anda pergilah ke kantin beli jajan sekarang!
(menyuruh teman pergi ke kantin)
Berdasarkan data tersebut, pembelajar BIPA masih kesulitan dalam pemilihan strategi tuturan. Data (1) pembelajar masih cenderung menggunakan tuturan dengan melekatkan partikel –kah. Pada data (2) pembelajar cenderung memilih kata kerja berupa kata kerja dasar tanpa adanya imbuhan.
Data (3 dan 4) pembelajar memilih tuturan dengan singkat untuk mengutarakan keinginannya. Berdasarkan data tersebut, pembelajar cenderung memilih strategi tuturan dengan menggunakan partikel –kah, kata kerja berupa kata kerja dasar, mengucapkan secara singkat, menggunakan bahasa campuran, dan pengandaian.
Pemilihan Formula Semantik
Formula semantik merupakan penyusunan pada tuturan. Hal tersebut untuk mendukung dan melancarkan maksud dari tuturan. Ada beberapa kriteria dalam pemilihan formula semantik sebagai berikut:
1. Pemilihan kata sapaan
Pemilihan kata sapaan merupakan kata untuk saling merujuk dalam pembicaraan dan dapat berbeda-beda menurut sifat hubungan diantara pembicara. Misalnya Anda, Ibu, dan Saudara. Kata sapaan terkait erat dengan nama dan sebutan. Nama yang dimaksud ialah kata untuk menyebut atau memanggil orang. Berikut adalah tuturan pembelajar BIPA dalam cuplikan sebagai berikut.
(1) Bu Guru, saya izin pergi ke kamar mandi ya?
(2) Bu Guru, ini mengerjakannya bagaimana?
(3) Bu Guru, saya tidak paham yang Bu Guru bicarakan. Jelaskan lagi Bu Guru.
(4) Bu Guru, saya izin ke koprasi untuk membeli kertas gambar. Jika tidak saya nanti dimarah Bu Yah.
Berdasarkan data tersebut, tindak tutur dari pembelajar BIPA, lebih condong menggunakan kata sapaan jabatan. Pembelajar tersebut menggunakan kata sapaan Bu Guru dan menyebut nama langsung kepada teman.
2. Pemilihan kata penanda kesantunan
Secara linguistik, kesantunan dalam pemakaian tuturan bahasa Indonesia sangat ditentukan oleh muncul tidaknya penanda kesantunan. Pemilihan kata penanda kesantunan itu menentukan wujud dan peringkat kesantunan tuturran dalam bahasa Indonesia. Dengan pemilihan kata penanda kesantunan, seorang penutur akan dapat memperhalus maksud tuturannya. Berikut data tuturan dari pembelajar BIPA.
(1) Berikan itu kepadaku. Saya membutuhkan buku itu.
(2) Minta tolong antarkan saya ke ruang guru.
(3) Minta maaf saya terlambat masuk kelas.
(4) Permsii, saya ingin lewat sebelah sini.
Berdaskan data tersebut menunjukkan bahwa pembelajar BIPA menggunakan kata penanda kesantunan yang tidak bervariasi. Pembelajar hanya menggunakan kata penanda kesantunan yaitu, minta tolong, minta maaf, permisi, partikel –kah, dan ayo. Kata penanda kesantunan tersebut selalu diulang-ulang oleh pembelajar BIPA. Pembelajar menggunakan beberapa ungkapan penanda kesantunan dengan tepat.
3. Pemilihan Pronomina Persona
Pada pronomina persona dapat mengacu pada diri sendiri (pronomina persona pertama), contohnya saya, aku, ku-, -ku, kemudian mengacu pada orang yang diajak bicara (pronomina persona kedua), contohnya engkau, kamu, dikau, Anda; dan mengacu pada orang yang dibicarakan (pronomina persona ketiga), contoh dia, ia, beliau (Nunung Hermawan & Lina Rosliana, 2017).
Berikut data cuplikan dari tindak tutur pembelajar BIPA.
(1) Halo Bu Guru, Anda ada berapa kelas hari ini?
(2) Kamu jangan menggambar disini. Itu tidak boleh.
(3) Bu Guru, mereka tidak mau menulis.
(4) Bu Guru, saya sekarang ingin minum, karena haus sekali.
Berdasarkan data tersebut, pembelajar BIPA cenderung menggunakan pronomina formal. Pembelajar BIPA, sudah bisa membedakan penggunaan pronomina persona kepada lawan tutur dalam tuturannya. Hanya saja pembelajar terkadang menggunakan pronomina persona yang kurang tepat di situasi formal atau informal. Mereka sering kebolak-balik penyebutan pronomina persona kepada lawan tutur dalam tuturannya.
SIMPULAN
Sesuai dengan tujuan dalam penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa faktor yang menjebabkan adanya tindak tutur oleh pembelajar BIPA terdapat beberapa pemilihan kata dalam tindak tuturnya sebagai berikut, 1) pemilihan ragam bahasa formal dan informal, 2) pemilihan strategi tutur, 3) pemilihan formula semantik, dan 4) pemilihan pronomina persona.
Berdasarkan hal tersebut tindak tutur pembelajar BIPA terdapat adanya pragmatik bahasa antara. Hal tersebut ada dalam tuturan siswa pembelajar BIPA. Pada tuturan itu bisa diketahui faktor-faktor tindak tutur bahasa Indonesia. (*)
Peneliti adalah Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Islam Malang Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News