SUMENEP (BANGSAONLINE.com) - Sedikitnya 25 warga asal Dusun Sumor Dalem, Desa Banbaru, Pulau Gili Raja, Kecamatan Gili Genting, berbondong-bondong melakukan penutupan secara paksa Sekolah Dasar Negeri (SDN) I Banbaru, Senin (6/3) kemarin. Akibatnya semua siswa yang hendak mengikuti KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) pagi itu terlantar di jalanan karena tidak diperbolehkan masuk meskipun ke halaman sekolah.
Informasinya, aksi penutupan yang dimulai sekitar pukul 08.30 itu disebabkan karena kepemilikan lahan yang ditempati sekolah pelat merah itu hingga saat ini masih belum jelas. Sehingga membuat amarah warga utamanya ahli waris pemilik lahan tersebut memuncak.
Baca Juga: Pesan Dandim 0827 Sumenep Usai Hadiri Upacara Peringatan Hari Pahlawan 2024 di Kantor Bupati
Awalnya, tanah yang ditempati SDN I Banbaru itu milik (alm) Siruddin Nata Sudibyo, karena tanah tersebut dinilai sangat prospek untuk di tempati sekolah, maka pemerintah melakukan tukar guling dengan tanah pecaton. Hanya saja pemerintah daerah hingga saat ini belum merubah status kepemilikan tanah pecaton tersebut. Akibatnya, status kepemilikan tanah itu menjadi buram.
”Kiranya keluarga kami sangat sabar menunggu janji pemerintah yang akan membalik nama tanah pecaton kepada keluarga kami. Tapi sayangnya kesabaran kami sudah tidak bisa dibendung lagi, karena sudah puluhan tahun lamanya kami menunggu belum ada kejelasan juga. Makanya kami terpaksa menyegelnya,” kata Edi Junaidi, Selasa (7/4).
Menurut menantu H. Nawawi, keturunan alm Siruddin Nata Sudibyo itu, mengklaim jika tanah yang dibangun sekolah tersebut merupakan tanah milik alm Siruddin Nata Sudibyo. Namun status kepemilikan lahan itu berubah sejak tahun 1970 saat pemerintah hendak akan membangun sekolah.
Baca Juga: Dinsos Sumenep Bersama USAID ERAT Gelar Workshop untuk Susun RAD Pemenuhan Hak Disabilitas
Sebagai gantinya, alm Siruddin diberi kewenangan untuk mengelola sekaligus memiliki tanah pecaton milik desa setempat, dengan kompensasi akan dibalik nama kepada alm Siruddin atau kepada keturunannya.
Hanya saja pada tahun 2006 silam, pemerintah daerah memberikan titik terang kepada keturunan alm Siruddin untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun upaya pemerintah itu hingga saat ini masih belum terlaksana dengan baik.
”Daripada nanti kami tidak mendapatkan apa-apa, mending dari sekarang kami tutup saja SD ini, biar kalau tanah pecaton betul-betul diambil pemerintah, kami bisa menggarap tanah ini,” tegas Edi Kuncir sapaan akrabnya Edi Junaidi itu.
Baca Juga: Ciptakan Udara Bersih dan Berkualitas, DLH Sumenep dan Medco Energi Tanam Ribuan Pohon
Sementara Kepala Sekolah SDN I Banbaru Supardi, mengaku masih berkordinasi dengan dinas pendidikan dan belum menemukan solusi. Pihaknya masih mencari tempat untuk kegiatan belajar mengajar sementara.
"Saya masih mencari rumah warga yang mau ditempati untuk kegiatan belajar mengajar," tandasnya.
Sementara akibat peristiwa itu, sebanyak 91 siswa SDN I Banbaru mulai kelas 1-6 terpaksa dibolehkan pulang ke rumahnya masing-masing setelah selama berjam-jam terkatung-katung di pinggir jalan tanpa ada kejelasan.
Baca Juga: Bappeda Sumenep Hadirkan 2 Narasumber dalam Sosialisasi GDPK
Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep Fajarisman mengaku sudah mendapatkan laporan terkait aksi penyegelan tersebut. Hanya saja dirinya untuk saat ini masih belum bisa memberikan solusi cerdas agar permasalahan tersebut bisa terselesaikan. Sehingga KBM di SDN I Banbaru bisa berjalan sebagaimana biasanya.
”Untuk laporannya sudah masuk pada kami, tapi kami masih belum bisa berbuat banyak, karena kasus itu sudah lama terjadi,” katanya.
Meskipun demikian, pihaknya mengaku akan terus mengupayakan agar persoalan tersebut segera teratasi. ”Kami tetap akan mengupayakan, karena ini menyangkut persoalan KBM. Saat ini kami masih melakukan inventarisir terhadap sejumlah lahan SD yang masih dalam sengketa,” tukasnya.
Baca Juga: Brida Sumenep Bersama LPPM Uniba Madura Lakukan Penelitian dan Pendataan Garis Kemiskinan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News