PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Banjir yang merendam Desa Gempol Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, tak kunjung surut. Tercatat ada tujuh dusun yang teredam banjir. Yaitu Dusun Patuk, Wonoayu, Gempol, Tanjung, Kauman Baru, Gempol Joyo, dan Kisek.
Menurut Furqon, Mantan Kades Gempol, banjir yang terjadi di desanya tiap tahun semakin parah. Untuk itu, dia menyarankan kepada segenap elemen pemerintah mengambil kebijakan agar banjir tak semakin meluas.
Baca Juga: Posko Siaga Musim Lebaran BPBD Jatim Berakhir Pukul 24.00 WIB Hari ini
"Pemerintah itu harus berani mengambil keputusan. Kalau dulu, saya pas jadi kades tak buka Sungai Mati itu, (air) tak arahkan ke sana. Gak apa, wong untuk menyelamatkan orang banyak," kata Furqon saat ikut bagi-bagi sembako bersama forkopimcam.
Sungai Mati yang dimaksud Furqon adalah sungai perbatasan Sidoarjo-Pasuruan yang ada di Dusun Patuk dan Kisek, Desa Gempol.
Di sisi lain, Camat Gempol H. Abdul Ghoni mengatakan untuk membuka Sungai Mati harus berkoordinasi dengan pemerintah provinsi atau pusat. "Karena sungai itu bukan wewenangnya pemerintah kabupaten," terang Ghoni saat dikonfirmasi HARIAN BANGSA terkait usulan dari Furqon.
Baca Juga: Banjir Rendam 10 Desa di Kabupaten Pasuruan
Menurut Ghoni, ada beberapa faktor penyebab banjir di Desa Gempol. Antara lain, beberapa jembatan perusahaan yang terlalu dalam atau lebih tinggi dari tangkis. Kemudian masing-masing jembatan penghubung perusahaan tersebut rata-rata ditutup tembok.
"Padahal jembatan aslinya itu hanya berwujud kerangka besi, sehingga saat hujan deras air bisa mengalir di atas jembatan dan air tidak meluber ke kampung," bebernya.
Senada disampaikan Haris, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pasuruan. Ia menilai model bangungan jembatan yang menggunakan tembok sangat merugikan warga.
Baca Juga: 18 Rumah Rusak di Pasuruan Imbas Bencana akan Diajukan Perbaikan
"Makanya kita klarifikasi kepada dinas terkait mengenai izin bangun jembatan tersebut, memang ditutup tembok atau hanya kerangka besi saja," ujar Haris.
Selain itu, lanjut Haris, yang tak kalah penting adalah normalisasi sungai. Sebab, kondisi sepanjang Sungai Kebonsari yang dalam hal ini menjadi kewenangan pemerintah pusat menyempit dikarenakan banyaknya gumpalan tanah, sampah, dan rerumputan yang tumbuh.
Di samping itu, ada beberapa bangunan warga yang berdiri di atas tanah irigasi. "Itu yang menyebabkan penyempitan sungai dan berdampak air meluber ke kampung-kampung," pungkasnya. (afa/rev)
Baca Juga: Minim Dukungan Pemkab, Bersih-Bersih Sampah di Sungai Wrati tak Maksimal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News