BANJARMASIN, BANGSAONLINE.com - Mardani Maming akhirnya memenuhi pemanggilan Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (25/4/2022). Ia hadir sebagai saksi dengan terdakwa mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi.
Seperti dilansir Beritasatu.com, usai persidangan, Mardani Maming mengungkapkan kepada wartawan bahwa ia merasa ada kejanggalan dengan kasus dugaan suap izin tambang (IUP/izin usaha pertambangan). Menurtu dia, kasus itu terjadi tahun 2012.
Baca Juga: Tokoh NU Heran, Gus Salam Cucu Pendiri NU Dipecat, Mardani Maming Memalukan NU Dibiarkan
"Ini sesuatu yang lucu bagi saya karena (proses izin) pada 2012 kenapa ributnya pada 2021. Kenapa perusahaannya pada saat perubahan tidak memprotes bahwa ini tidak benar?" kata Bendahara Umum PBNU itu.
Mardani Maming merasakan tambah aneh, ketika marak tudingan pada dirinya disebut mangkir dari persidangan dengan membawa-bawa nama Hipmi dan PBNU.
"Saya merasakan dengan saya hadir (secara virtual) pada sidang yang lalu, di-tagline bahwa Bendum NU dan Ketum Hipmi tidak hadir. Saya merasakan ini ada suatu settingan dan framing yang mau menjatuhkan saya," jelas Mardani.
Baca Juga: Mardani Divonis 10 Tahun, Gus Salam: Pelajaran Mahal bagi NU, Posisi Bendum Percayakan ke Gus Yahya
Menurut dia, sebagai warga negara yang baik, dirinya memenuhi panggilan sebagai saksi pada persidangan tersebut. Demi menghormati hukum dan mencegah berbagai pemberitaan yang tidak benar terkait dirinya.
"Karena selama ini banyak pemberitaan yang mengatakan saya mangkir. Padahal, saya sudah memberikan keterangan bahwa di sidang pertama, di sidang kedua saya tidak bisa, dan di sidang ketiga sudah ada kesaksian di bawah sumpah yang saya anggap harusnya saya tidak perlu hadir. Tapi pada saat (kesaksian tertulis) akan dibacakan, hakim tidak membolehkan dan meminta saya tetap hadir, paling tidak secara online," tegas Mardani.
"Insyaallah nanti dalam proses (persidangan) ini akan ketahuan semua siapa di yang ada di belakang ini," imbuh Mardani Maming, yang saat memberi keterangan pers didampingi penasihat hukumnya dan tokoh Kalsel Habib Abdurrahman Bahasyim atau Habib Banua.
Baca Juga: Adik Mardani Maming Diperiksa KPK Terkait Dugaan Suap Izin Usaha Pertambangan
Ia menjelaskan, dirinya menandatangani SK pengajuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) saat itu karena memang sudah ada rekomendasi dari dinas. Itu menjadi dasar mengapa SK dikeluarkan. Dalam rekomendasi itu dijelaskan bahwa semua peroses pengajuan IUP sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Saya tidak akan memberikan tandatangan seandainya tahu izin itu bertentangan dengan hukum," tegasnya.Mardani Maming melanjutkan sebelum menandatangani surat tersebut, telah ada paraf dari kepala dinas dalam hal ini Dwijono Putrohadi sehingga ia turut membubuhkan tanda tangannya.
“Yang saya cek adalah paraf kepala dinas. Kalau sesuai aturan, maka saya tandatangani. Dia datang membawa SK ke saya," kata Mardani yang kala itu menjabat bupati Tanah Bumbu Periode 2010-2015.
Baca Juga: Gus Yahya Pertahankan Mardani, PWNU Jatim Deklarasi Anti Korupsi
"Setelah diparaf oleh kabag Hukum, kemudian bia asisten atau sekda maka saya menyatakan bahwa proses ini sudah berjalan sesuai dengan aturan dan makanya saya memberikan tanda tangan. Kalau tidak sesuai dengan aturan, harusnya proses itu tidak sampai ke meja saya,” tambah Mardani.
Mardani kembali menegaskan bahwa dirinya tak ada sangkut paut dengan persoalan yang terjadi pada 2011 tersebut.
Saat itu, pengajuan IUP dinyatakan bebas tanpa ada masalah. Termasuk saat diverifikasi oleh Pemprov Kalimantan Selatan hingga pusat.
Baca Juga: Kiai-Kiai Minta Rais Am dan Gus Mus Bersikap Atas Pernyataan Gus Yahya Tak Pecat Mardani
"Dibawa ke Provinsi, dan provinsi menyatakan tak ada masalah saat itu. Dibawa lagi ke Kementerian ESDM, diverifikasi lagi sesuai aturan dan telah keluar (dokumen) Clear and Clear berati permasalahan itu tidak ada," katanya.
CnC yang dimaksud Mardani adalah tidak tumpang tindih dan izin sesuai peraturan. Artinya, IUP yang dinyatakan CnC adalah IUP yang status izinnya sudah benar, tidak menyalahi aturan dan wilayah izin usaha pertambangannya tidak tumpang tindih dengan perusahaan/IUP lain dan kawasan konservasi alam.
Sementara terdakwa Dwidjono membantah kesaksian Mardani Maming. Dwidjono mengaku dikenalkan kepada Henry Seotijo oleh Mardani Maming di Jakarta. Selain itu, Dwidjono berkata Mardani Maming menandatangani lebih dulu SK peralihan IUP dari PT BKPL ke PT PCN, lalu paraf menyusul setelahnya. Kemudian, ia menerima perintah langsung dari Mardani Maming agar membantu peralihan IUP PT BKPL ke PT PCN.
Baca Juga: Heran Dijadikan Buron, Mardani Akhirnya Muncul di Gedung KPK
Seperti dikutip Tempo.co, kuasa hukum terdakwa sempat mengutip secuil BAP Henry Seotijo karena telah dibacakan di persidangan sebelumnya. Dari salinan BAP itu, Henry Seotijo diperkenalkan ke Dwidjono oleh Mardani Maming di sebuah hotel di Jakarta. Sontak, hakim Yusriansyah meluruskan bahwa BAP Henry Seotijo belum dibacakan.
Mardani Maming pun membantah keterangan Dwidjono saat dikonfirmasi langsung oleh hakim Yusriansyah. "Tidak betul."
Agenda sidang turut memeriksa dua orang saksi ahli dari Kementerian ESDM dan PPATK. Sidang lanjutan turut dihadiri massa GP Ansor Kalsel dan PWNU Kalsel sejak pagi hari. Kejaksaan Agung telah menetapkan Dwidjono Putrohadi Sutopo sebagai terdakwa atas dugaan suap dan gratifikasi dalam bentuk hutang yang disamarkan senilai Rp 27 miliar. Dwidjono pernah menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu periode 2011-2015.
Baca Juga: Malu Bendum PBNU Buron, Tokoh IPNU Minta Rais Am-Ketum PBNU Pecat Mardani
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News