GRESIK, BANGSAONLINE.com - Pemerhati Lingkungan Perairan Gresik, Farikhah, menanggapi banjir rob yang menerjang berbagai wilayah di Kota Pudak. Bahkan, banjir yang disebabkan pasangnya air laut itu menyebabkan tambak ikan di Pulau Mengare dan Kecamatan Ujungpangkah, jebol.
Berdasarkan studi pada 2017, kata Farikhah, laju abrasi di Gresik terbilang ekstrem, mencapai 5,15 km² dalam 15 tahun terakhir atau setara 0,34 km² per tahun. Menurut dia, banjir rob merupakan peristiwa alam yang diakibatkan gaya pasang-surut air laut.
Baca Juga: Satpol PP Gresik Gagalkan Pengiriman Miras asal Bali ke Pulau Bawean
"Beberapa pekan lalu terjadi rob dengan kekuatan hebat, sehingga menyapu wilayah di sepanjang garis pantai utara, seperti di Tuban, Ujungpangkah, hingga Pulau Mengare,” ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (16/6/2022).
Ketua Program Studi Budidaya Perikanan Universitas Muhammadiyah Gresik ini menyebut, rob yang sekarang tampak lebih hebat dan merusak. Hal itu terjadi lantaran tanaman penahan air kurang, sehingga memicu abrasi.
"Beberapa titik yang saya lihat karena kurangnya tanaman penahan seperti mangrove,” tuturnya.
Baca Juga: Waspada Banjir Rob, BMKG Prediksi Jumat 15 November Perairan Jatim Diguyur Hujan
Di Gresik, lanjut Farikhah, abrasi selalu beriring dengan akresi (penambahan garis pantai) akibat sedimentasi atau biasa disebut sebagai tanah oloran.
"Luasannya juga luar biasa. Sering juga masyarakat lokal menggunakan tanah oloran menjadi tambak," ungkapnya.
Tak hanya itu, tambah dia, berdasarkan wawancara terhadap ribuan petambak di Kabupaten Gresik dan Lamongan ditemukan fenomena kenaikan air laut setiap tahunnya.
Baca Juga: Di Pasar Baru Gresik, Khofifah Panen Dukungan dan Gelar Cek Kesehatan Gratis
"Semua petambak merasa, muka air laut mereka rasakan semakin tinggi dari tahun ke tahun. Kami mewawancarai 450-an petambak tradisional di Gresik dan 1.066 petambak Lamongan pada tahun 2021 dan 2022, hampir 100 persen mereka merasakan hal sama, yakni muka air laut semakin meninggi," kata perempuan yang sudah mengajar sejak tahun 2002 ini.
Dalam sebuah video di channel YouTube Watchdoc Dokumentary yang berjudul ‘Tenggelam Dalam Diam' tayang pada tanggal 27 Maret 2021 dikatakan bahwa, di Pulau Mengare ada sekitar 32 ribu hektare tambak yang diperkirakan menghasilkan bandeng 40 ribu ton per tahun.
Mengutip dari tayangan itu, permukaan air laut yang meningkat di kawasan ini menyebabkan abrasi, apalagi memasuki musim hujan. Untuk menghindari jebolnya tambak, biasanya para petambak membuat tanggul sederhana yang diberi penahan dari gedek bambu.
Baca Juga: Diduga Korsleting Listrik, Toko Budi Snack di Manyar Gresik Terbakar
"Ini mampu bertahan hingga 6 bulan,” ucap pekerja tambak di dalam video, Nastain.
Hal senada juga diungkapkan pegiat lingkungan Pulau Mengare, Gatot Winarto. Berdasarkan pengamatannya, setiap tahun tanah mengalami kemunduran sekitar 10-11 meter.
"Peyebabnya hantaman ombak bertemu dengan arus dari selat Madura," tuturnya pada video berdurasi satu jam tersebut.
Baca Juga: Jalankan Putusan PN, Kejari Gresik Keluarkan Nur Hasim dari Rutan Banjarsari
Sementara itu, Dosen Universitas Muhammadiyah Gresik, Yusa T, menjelaskan ada beberapa faktor penyebab abrasi dan jebolnya tambak. Sejumlah hal itu yakni, intensitas hujan, rob, dan kesetimbangan muara yang tidak diperhatikan, sementara sedimentasi meningkat terus.
"Laut pasang dan rob adalah keniscayaan saat pasang surut. Namun jika sedimentasi yang terjadi di muara dan kesetimbangan sungai terjaga, tentu banjir tidak akan terjadi," ucap Yusa. (hud/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News