LHOKSEUMAWE, BANGSAONLINE.com - Perjalanan panjang Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, ke Aceh Utara mendapat sambutan luar biasa. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu tiba di Aceh Utara Selasa (18/10/2022).
Kiai Asep dan rombongan dijemput Ketua PW Pergunu Aceh Tgk Muslem Hamdani, Ketua PCNU Aceh Utara Tgk Zulfadli Ismail, Ketua PC Pergunu Aceh Utara Imunazar dan pengurus yang lain. Mereka inilah yang mendampingi Kiai Asep selama di Aceh Utara tiga hari.
Baca Juga: Imam Suyono Terpilih Jadi Ketua KONI Kabupaten Mojokerto Periode 2024-2029
Kiai Asep didampingi Dr Eng Fadly Usman, Wakil Rektor Institut Pesantren KH Abdul Calim (IKHAC) Pacet Mojokerto Jawa Timur dan M Mas’ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com. Kiai Asep dan rombongan kembali ke Surabaya pada Kamis dan tiba di Surabaya Kamis (20/10/2022) malam.
Di Aceh Utara Kiai Asep memberikan taushiah di empat tempat. Pertama, di Dayah Nurul Kamal Al Aziziyah, Desa Tutong, Kecamatan Matangkuli, Kabupaten Aceh Utara. Di dayah inilah Kiai Asep dan rombongan disambut secara adat oleh Tgk H Ibnu Sa’dan, pengasuh Dayah Nurul Kamal Al Aziziyah. Kiai Asep dan rombongan di-tepung tawari, yaitu proses kultural sakral adat Melayu berupa tafaulan lewat simbol tanaman dan lainnya.
Kedua, di Ma’had Aly Babussalam Al Hanafiyah Matang Kuli Aceh Utara. Acara di Dayah Babussalam ini adalah bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas’ud Adnan.
Baca Juga: Doakan Kelancaran Tugas Khofifah-Emil, Kiai Asep Undang Kiai-Kiai dari Berbagai Daerah Jatim
Ketiga, pelantikan Pergunu dan seminar serta bedah Kiai Miliarder Tapi Dermawan di Kantor Bupati Aceh Utara.
Keempat, kuliah umum di Ma’had Aly Raudlatul Ma’arif di Cot Trueng, Muara Batu, Aceh Utara. Temanya Mahasantri Mengatur Negeri.
Kiai Asep mengaku bangga dengan Aceh. Menurut dia, Aceh adalah provinsi yang diberi status sebagai daerah istimewa dan diberi kewenangan otonomis khusus, terutama dalam memberlakukan syariat Islam.
Baca Juga: Kiai Asep Beri Reward Peserta Tryout di Amanatul Ummah, Ada Uang hingga Koran Harian Bangsa
“Ini harus dijaga, jangan sampai menjadi ismun bila musamma. Ada namanya tapi tidak merepresentasikan namanya,” kata Kiai Asep di depan mahasantri Ma’had Aly Raudlatul Ma’arif, Cot Trueng, Muara Batu Aceh Utara.
Kiai Asep mengaku mendapat informasi bahwa Aceh Utara kaya potensi alam. Tapi hingga sekarang rakyatnya belum makmur.
Menurut Kiai Asep, Aceh harus menjadi provinsi termaju dan termakmur di seluruh Indonesia. Karena wewenang khusus yang diberikan pemerintah memberikan peluang besar untuk mengelola sesuai syariat Islam. Sehingga Aceh menjadi provinsi percontohan bagi provinsi lain.
Baca Juga: Klaim Didukung 37 Cabor, Imam Sunyono Optimis Terpilih Ketua KONI Kabupaten Mojokerto
(Para peserta bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan di Ma'had Aly Babussalam Al Aziziyah. Foto: bangsaonline.com)
Kiai Asep lalu memberi contoh pemeritahan yang dikelola secara syariat Islam. Yaitu pada zaman Umar Bin Abdul Aziz. Menurut dia, Umar Bin Abdul Aziz hanya memerintah 2 tahun 9 bulan.
Baca Juga: Gegara Mitos Politik dan Lawan Petahana, Gus Barra-dr Rizal Sempat Diramal Kalah
“Tapi bisa memakmurkan rakyatnya. Padahal tanpa APBN. Hanya mengandalakna zakat. Pada tahun pertama, Umar Bin Abdul Aziz mewajibkan semua orang kaya membayar zakat. Pada tahun kedua sudah tak ada orang miskin, sehingga kesulitan untuk mencari orang miskin untuk diberi zakat,” kata Kiai Asep yang pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto.
Umar Bin Abdul Aziz kemudian membuat kebijakan agar zakat yang berupa bahan makanan seperti gandum dan sebagainya diletakkan di atas gunung. “Agar dimakan burung dan hewan lainnya. Sehingga burung pun tak ada yang kelaparan,” kata Kiai Asep sembari mengatakan bahwa hutang rakyat pun dibayar pemerintah.
Bahkan, tutur Kiai Asep, anak-anak muda yang tak mampu juga dinikahkan oleh pemerintah. “Sehingga tak ada anak muda yang tak nikah karena tak punya mayam (maskawin).” kata Kiai Asep disambut tawa peserta.
Baca Juga: Kanwil Kemenkumham Aceh Studi Ilmu Pelayanan Publik ke Jatim
Kiai Asep mendorong para mahasantri Aceh kelak menjadi gubernur, bupati dan DPR, agar tata kelola pemerintahan sesuai kaidah fiqh Tasyarraful imam ‘alarraiyah manutun bil masalahah.
“Bahwa kebijakan pemimpin atau pemerintah diorientasikan untuk kemasalahatan rakyatnya,” kata Kiai Asep.
Baca Juga: Raih 53,4 Persen di Pilbup Mojokerto 2024, Pasangan Mubarok Kalahkan Petahana
(Pelantikan Pergunu Aceh Utara di Aula Pemkab Aceh Utara. Foto: bangsaonline.com)
Menurut Kiai Asep, Indonesia sampai hari ini belum bisa maju, belum adil, belum makmur karena kepala daerah banyak mengambil keuntungan pribadi ketimbang memikirkan rakyatnya. Mereka korupsi dan kolusi dengan lembaga legislatif.
“Mereka bagi-bagi urang dengan DPRD. Bahkan Ketua Fraksinya yang tukang membagi-bagi uang. Kalau ditanya ini uang dari mana, mereka jawab, gak usah tanya uang dari manalah,” kata Kiai Asep yang pernah menjadi anggota DPRD Kota Surabaya tapi hanya 6 bulan karena mengundurkan diri untuk fokus pada pendidikan.
Baca Juga: Warga Jatim Berjubel Hadiri Kampanye Terakhir Khofifah-Emil, Kiai Asep: Menang 70%
Zulfikar, seorang mahasantri, bertanya, apa yang harus diatur lebih dulu jika kelak para mahasantri terjun ke dalam politik praktis. “Sekarang banyak santri yang terjun di pemerintahan. Tapi mereka lebih memilih uang dari pada menjalankan syariat agamanya,” kata Zulfikar.
Kiai Asep menjawab, pertama, harus salat malam. “Kedua, jangan makan barang haram,” tegas Kiai Asep.
“Karena sekali makan haram, maka akan mengundang kejahatan yang lain,” tegas Kiai Asep yang merupakan putra KH Abdul Chalim, salah seorang ulama pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Menurut Kiai Asep, kalau sudah makan barang haram, maka para mahasantri yang terjun ke pemerintahan tidak akan menegakkan syariat Islam.
“Tapi justru menghacurkan syariat Islam,” tegasnya.
Kiai Asep minta keistimewaan Aceh yang mendapat wewenang dari pemerintah Indonesia untuk memberlakukan syariat Islam harus dijaga. “Saya ikut sakit hati ketika Denny Siregar menghina Aceh,” kata Kiai Asep yang kemudian memimpin pembacaan hizib nashar dan doa. Selain Denny Siregar Kiai Asep juga menyebut Ade Armando dan juga para buzzer yang lain.
Sebelumnya, dalam acara bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan di Ma’had Aly Babussalam Al- Hanafiyah, Mas’ud Adnan mengungkapkan bahwa Aceh punya peran penting dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut dia, pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, justru tokoh Aceh bernama Nyak Sandang yang menyumbangkan harta pribadi untuk membeli pesawat pertama milik Indonesia.
(Acara Tepung Tawar yang dilakukan pada Kiai Asep Saifuddin Chalim dan rombongan. Foto: bangsaonline.com)
“Sejarah juga mencatat bahwa emas seberat 38 kg yang sekarang nangkring di Tugu Monas, 28 kg diantaranya adalah sumbangan pengusaha asal Aceh,” kata Mas’ud Adnan. Pengusaha itu bernama Teuku Markam yang dikenal sebagai filantropi asal Aceh. Teuku Markam populer sebagai orang terkaya pada Orde Lama.
Menurut Mas’ud, dalam sejarah Indonesia Aceh juga memiliki penulis terkenal bernama Aboebakar Atjeh. “Aboebakar Atjeh adalah seorang intelektual terkenal yang banyak menulis tentang agama, filsafat, dan kebudayaan. Saya berkenalan dengan pemikiran Aboebakar Atjeh dalam tulisannya tentang otobiografi KH Abdul Wahid Hasyim, ayah Gus Dur, yang merupakan menteri agama RI,” kata Mas’ud Adnan yang alumnus Pesantren Tebuireng Jombang dan Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
“Yang nambahi Atjeh pada nama Aboebakar adalah Presiden Soekarno,” tambah Mas’ud Adnan yang banyak menulis tentang NU, Gus Dur dan politik Indonesia.
Artinya, tegas Mas’ud Adnan, banyak sekali kotribusi Aceh terhadap negara Indonesia. “Karena itu ketika Denny Siregar menghina Aceh saya yang ada di Jawa ikut tersinggung dan sakit hati,” tegas Mas’ud Adnan.
Denny Siregar pernah dikecam banyak orang karena menghina Aceh. Saat itu Denny secara sinis menyinggung rencana penyusunan qanun (peraturan daerah) tentang hukum keluarga. Menurut dia, Aceh provinsi termiskin tapi justru mengurusi aturan poligami.
Tokoh dan mahasiswa Aceh sempat melaporkan Denny Siregar ke polisi. Bahkan ia didemo. Tapi ia tetap bebas tak tersentuh hukum.
Dalam bedah buku itu banyak peserta bertanya bagaimana caranya bisa jadi orang sukses, kaya dan menjadi miiarder. Kiai Asep menjawab kita harus bekerja secara ihsan.
“Saya bekerja ihsan,” jawab Kiai Asep. Yaitu bekerja lebih sempurna dari sekedar tugas yang diwajibkan.
“Mahasiswa tak cukup banyak membaca buku-buku kuliah. Tapi harus membaca buku lain sebanyak-banyaknya,” kata Kiai Asep.
Kiai Asep menegaskan bahwa Allah sangat senang dengan orang yang ihsan. “Allah akan memberi balasan yang sempurna kepada orang yeng mengerjakan tugas dari sekedar kewajibannya,” tegasnya.
Kiai Asep juga minta agar para mahasantri salat malam. Menurut dia, seorang ulama harus salat malam. “Karena ulama itu pewaris para nabi,” katanya sembari menegaskan bahwa Nabi sangat istiqamah salat malam.
Selain salat malam, kata Kiai Asep, ulama harus bisa baca kitab. Menurut dia, ulama yang tak bisa baca kitab diragukan keulamaanya. “Saya mengembangkan metode bahwa untuk bisa baca kitab itu cukup menghafal Kitab Taqrib 11 halaman. Kalau 11 halaman belum bisa juga, perlu hafal 22 halaman. Lalu kita mempelajari tashrif; nashara yanshuru nashran,” katanya.
Kiai Asep juga minta agar para mahasantri berdoa secara maksimal. “Ketika saya ingin jadi doktor, saya berdoa untuk doktor. Ketika saya ingin jadi profesor, saya berdoa untuk profesor,” kata Kiai Asep.
Sementara Dr Fadly Usman mengaku sudah 20 tahun mendampingi Kiai Asep. Ia bercerita saat awal ikut membangun pesantren. “Saat itu ada pengumuman di masjid ITS Surabaya, siapa yang siap membantu pembangunan pondok pesantren,” tutur Fadly Usman yang dosen Universitas Brawijaya (UB) Malang.
Karena tak ada mahasiswa yang merespon akhirnya Fadly Usman menanyakan alamatnya kepada takmir masjid. “Ketika saya ketemu pertama kali dengan Kiai Asep, Pak Kiai bicara soal cita-cita luhur kemerdekaan Republik Indonesia. Wah ini cocok. Ini sama gilanya,” kata Fadly Usman yang mengundang tawa peserta.
Kesamaan idealisme itu membuat Fadly Usman betah mendampingi Kiai Asep, meski saat itu secara finansial tak menguntungkan. “Saya mengajar di Tsanawiyah cuma diberi honor Rp 18 ribu,” katanya sambil tertawa. “Tapi kemudian ternyata banyak barokah yang saya dapat,” katanya.
Kiai Asep bukan kali pertama ke Aceh. Tapi kali ini sambutan para tokoh, teuku dan tengku sangat besar. “Sekarang sudah kenal semua pada Abah Yai,” kata Ketua PC Pergunu Aceh Utara Ismunazar kepada BANGSAONLINE.com usai dilantik di kantor Pemkab Aceh Utara.
Dalam acara pelantikan Pergunu Aceh Utara itu juga digelar bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan yang pesertanya terdiri dari guru dan kepala sekolah, disamping para pejabat.
Pantauan BANGSAONLINE.com mereka tampak sangat antusias membaca buku tentang Kiai Asep itu. Bahkan para peserta wanita yang rata-rata usia tengah baya tampak serius membaca buku tersebut. (mma)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News