Dana Desa Bisa Jadi Perangkap Masuk Penjara

NGANJUK, BANGSAONLINE.com - Akan dikucurkannya dana desa dari pemerintah pusat membuat banyak kalangan khawatir. Jika salah dalam pengelolaan, dan kurang paham dalam pengelolaan dana desa ini, akan mengantar ke penjara karena sangat rentan untuk penyalahgunaannya.

Salah satu yang khawatir adalah anggota Komisi B DPRD Nganjuk, Basori SAg. "Pemerintah desa di Kabupaten Nganjuk sebagian besar belum melaksanakan Peraturan Daerah (Perda) 01 tahun 2013 tentang Keuangan Desa. Dampaknya, dana desa yang telah dikucurkan pemerintah pusat untuk desa di Kabupaten Nganjuk senilai Rp 39, 694 miliar rawan diselewengkan," kata dia.

Baca Juga: ADD 2023 Dikurangi Rp22,9 M, AKD se-Kabupaten Gresik Ancam Mogok Ikuti FGD

Titik rawan penyelewengan dana desa terindikasi dari banyaknya desa yang belum membuat peraturan desa (Perdes) tentang keuangan desa. "Akuntabilitas pemerintah desa untuk mengelola keuangan masih belum memadai, sehingga perlu adanya pendampingan," papar Basori.

Politisi Partai Gerindra ini menyebut, Desa Malangsari Kecamatan Tanjunganom salah satu yang dinilai tidak siap dalam pengelolaan keuangan desa. Karena hingga saat ini pemerintah desa setempat tidak memiliki dasar hukum, yakni Perdes tentang Pengelolaan Keuangan Desa, sesuai Perda 01 tahun 2013. Sehingga di Desa Malangsari banyak sekali permasalahan yang muncul, termasuk soal penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa.

Hingga saat ini, penghasilan kepala desa dan perangkat desa tidak berupa uang seperti yang telah diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) 21 tahun 2013 melainkan masih berupa tanah bengkok. Ketiadaan aturan itu, bisa berakibat pada anggaran desa tidak tepat sasaran.

Baca Juga: Raih Penghargaan Nasional, Kabupaten Madiun dan Tulungagung Tercepat Penyaluran Dana Desa 2021

Karenanya, target pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan di tiap-tiap desa tidak akan tercapai. "Jika mengelola dana desa dengan nilai kecil saja masih muncul masalah, apalagi jika dana desa yang jumlahnya bisa mencapai Rp 1,4 miliar pasti semakin banyak masalah," terang Basori.

Basori mengungkapkan, pihaknya telah melakukan assesment di beberapa desa dan ditemukan beberapa permasalahan. Di antaranya pemerintah desa, khususnya kepala desa dan perangkatnya belum siap betul terkait dengan pengelolaan dana desa dan pertanggungjawabannya.

Selain itu potensi disalokasi, belanja birokrasi akan sangat besar terjadi di desa, sehingga akan mengancam anggaran pembangunan infratruktur. APBDes juga dikhawatirkan akan banyak dihabiskan untuk belanja birokrasi. "Seperti pada APBD yang mengalokasi belanja birokrasi hingga 50 persen, ini akan mengganggu pembangunan infrastruktur," tegas Basori. (dit/ros)

Baca Juga: Dampak Pandemi Covid-19, ​Dana ADD dan DD Kabupaten Pasuruan Alami Penurunan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO