GRESIK, BANGSAONLINE.com - Angka pernikahan dini dan perceraian akibat pernikahan dini di Kabupaten Gresik melonjak di tahun 2022. Berdasarkan data yang terhimpun dari Layanan Ruang Posbakum Pengadilan Agama Gresik 1 Januari - 10 Desember 2022, angka perceraian mencapai 3.147 perkara.
Perinciannya, 2.560 perkara cerai diajukan oleh pihak istri atau cerai guat dan 587 diajukan oleh suami atau cerai talak.
Baca Juga: Bantu Padamkan Kebakaran Smelter, Presdir Freeport Indonesia Apresiasi Damkar Gresik dan Surabaya
Menyikapi hal tersebut, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Andi Fajar Yulianto meminta Pemkab Gresik memberikan perhatian khusus terhadap kasus perceraian, khususnya yang disebabkan oleh pernikahan dini.
"Selama tahun 2022, sedikitnya sebanyak 229 permohonan dispensasi nikah dini. Ini sangat memprihatinkan, sehingga setidaknya 19 kasus permohonan dalam setiap bulannya terjadi pernikahan dini," ungkap Fajar kepada BANGSAONLINE.com, Senin (2/1/2023).
Ia mengungkapkan, pengajuan pernikahan dini terjadi karena beberapa faktor. Antara lain, pergaulan yang semakin bebas, kurangnya pengawasan dari orang tua, berpacaran tanpa batas hingga terjadi kehamilan di luar nikah atau perzinaan.
Baca Juga: Tambah PADes dengan Bangun Kolam Renang, Pemdes Golokan Diapresiasi Kecamatan Sidayu Gresik
"Teknologi informatika (IT) yang semakin menggila. Dari sebuah handphone semua bisa dilihat, hingga banyak mengakibatkan anak-anak salah pergaulan. Juga dari pengaruh akibat broken home (perceraian orang tua). Dan sebagian kecil juga bisa karena sengaja permintaan orang tua karena ingin segera punya cucu dan pengaruh budaya/kepercayaan," bebernya.
Menurut Fajar, pernikahan dini menyebabkan dampak negatif, khususnya bagi pasangan yang belum siap. Di antaranya, rentan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) akibat pengendalian emosi yang belum matang. Selain itu, kurangnya produktivitas keluarga berupa kesulitan ekonomi karena belum siapnya sikap mandiri, yang berujung perceraian.
"Kondisi tingginya angka pernikahan dini dan perceraian di Gresik ini sangat serius. Perlu peran serta pemerintah daerah," tutur Sekretaris DPC Peradi Gresik ini.
Baca Juga: Jadi Sorotan Publik, Kabel Seluler Menjuntai di Perempatan Giri Gresik Usai Diterabas Tronton
Ia mengatakan, peran pemerintah dapat diwujudkan dengan memasifkan pencerahan, penyuluhan pentingnya orang tua menyiapkan anak-anaknya dalam membina rumah tangga, serta mengoptimalkan lembaga yang membidangi bimbingan pranikah bagi masyarakat, dalam hal ini BP-4 (badan penasihatan, pembinaan, dan pelestarian perkawinan).
"Berdasarkan UU Nomer 16 tahun 2019 tentang perubahan UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan, usia minimal untuk menikah baik laki-laki maupun perempuan adalah 19 tahun," terangnya.
Fajar menyebut pemerintah melalui BP-4 di KUA punya tanggung jawab moral tersendiri dalam mengantisipasi tingginya angka pernikahan dini dan banyaknya perceraian ini.
Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Gresik Minta Pemkab Mitigasi Banjir Kota
"Karena perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istiri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sehingga sangat diperlukannya kesiapan pendewasaan umur, kesiapan mental, dan spiritualnya bagi calon mempelai/pengantin," pungkasnya. (hud/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News