PURWAKARTA, BANGSAONLINE.com – Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, kembali hadir ke Jawa Barat. Kali ini ke Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah, Cipulus, Kecamatan Wanayasa, Purwakarta Jawa Barat. Pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur itu hadir sebagai pembicara dalam acara bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas’ud Adnan di Aula Al-Badar Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Cipulus, Sabtu (23/2/2023).
Dalam acara yang dimoderatori Kiai Muda Hadi Musa Said itu juga hadir sebagai pembicara, Dr KH As’ad Said Ali, mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang juga mantan Wakil Ketua Umum PBNU. Nara sumber lain adalah M Mas’ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE, yang juga penulis buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan.
Baca Juga: Imam Suyono Terpilih Jadi Ketua KONI Kabupaten Mojokerto Periode 2024-2029
Acara yang dihadiri sekitar 300 peserta itu dibuka Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika. Dalam sambutannya Bupati Anne mengaku sangat senang membaca buku setebal 520 halaman itu.
“Saya sudah baca tapi beberapa lembar halaman. Saya sangat...sangat... tertarik dan saya akan baca semuanya,” kata bupati tinggi semampai berparas cantik itu.
Sang bupati tidak basa-basi. Pantauan BANGSAONLINE, Bupati Anne tampak tekun membaca buku tersebut selama mengikuti acara bedah buku. Bupati berkulit putih bersih itu hanya mendongakkan wajah ketika namanya disebut oleh pembicara atau tokoh yang sambutan. Setelah itu wajahnya kembali tenggelam membaca buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan itu.
Baca Juga: Doakan Kelancaran Tugas Khofifah-Emil, Kiai Asep Undang Kiai-Kiai dari Berbagai Daerah Jatim
Bupati Anne terus terang mengakui bahwa buku berisi perjuangan dan succsess story Kiai Asep itu sangat menarik. Ia mengaku kagum terhadap Kiai Asep yang tidak hanya alim ilmu agama tapi juga kaya raya sekaligus dermawan. Apalagi buku itu juga menceritakan kisi-kisi Kiai Asep saat miskin hingga cintanya ditolak beberapa kali.
(M Mas'ud Adnan (paling kiri), Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA (nomor dua dari kiri), Prof Dr Agus Mulyana (nomor tiga dari kiri) dan Gus Hadi Musa Said (paling kanan) dalam acara bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas'ud Adnan di Aula Al-Badar Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah, Cipulus, Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (23/2/2023). Foto: bangsaonline)
Baca Juga: Kiai Asep Beri Reward Peserta Tryout di Amanatul Ummah, Ada Uang hingga Koran Harian Bangsa
“Saya melihat tokoh nasional tidak dari satu titik,” katanya. Melainkan dari banyak titik. Dan Kiai Asep bisa dilihat dari banyak titik. Apalagi Kiai Asep tidak hanya sukses duniawi juga punya dimensi akhirat atau ukhrawi
Ia berharap ada tokoh besar seperti Kiai Asep lahir di Purwakarta, yaitu daerah yang dipimpinnya. “Saya berharap lahir tokoh seperti beliau di Purwakarta. Dan saya yakin akan lahir dari Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah,” kata Bupati Anne disambut tepuk tangan ratusan peserta.
Bupati cantik yang akrab dipanggil Ambu Anne itu memuji buku tersebut sangat inspiratif. Menurut dia, selama ini kalau kita mendengar kata kiai maka yang terlintas dalam pikiran kita adalah berharap berkah dan saran ketika kita berkunjung atau sowan ke kediaman kiai.
Baca Juga: Kedudukan Pers Sangat Tinggi dalam Undang-Undang, Wartawan Harus jaga Marwah Pers
“Tapi berbeda dengan apa yang ditulis dalam buku ini,” kata Bupati Ambu Anne.
Menurut dia, buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan itu bukan hanya inspiratif tapi juga membuka kesadaran publik tentang pentingnya seorang ulama atau kiai kaya raya sekaligus dermawan.
Ia berharap berdah buku ini menjadi sarana silaturahim sekaligus menghidupkan kembali diskusi-diskusi ilmiah ulama-ulama muda. “Semoga dapat menghasilkan gagasan-gagasan unggulan yang inovatif bagi kemaslahatan seluruh masyarakat Kabupaten Purwakarta,” tegasnya.
Baca Juga: Klaim Didukung 37 Cabor, Imam Sunyono Optimis Terpilih Ketua KONI Kabupaten Mojokerto
(Para nara sumber dan kiai serta nyai pimpinan Pondok Pesantren AlHikamussalafiyah foto bersama dengan Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika saat bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas'ud Adnan di Aula Al-Badar Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Cipulus, Sabtu (23/2/2023).Foto: bangsaonline.com)
Sementara Dr KH As’ad Said Ali yang tampil berbicara kali pertama menegaskan bahwa Kiai Asep bukan hanya seorang ulama yang kaya raya dan dermawan tapi juga seorang intelektual. Tokoh lulusan UGM itu memberi contoh upaya Kiai Asep dalam memberdayakan atau meningkatkan taraf ekonomi masyarakat di sekeliling pondok pesantren Amanatul Ummah.
Baca Juga: Gegara Mitos Politik dan Lawan Petahana, Gus Barra-dr Rizal Sempat Diramal Kalah
Menurut dia, Kiai Asep memberi pekerjaan cuci pakaian para santri kepada masyarakat di sekitar pesantren sehingga ekonomi mereka membaik.
"Itulah intelektual," katanya.
Mas’ud Adnan membenarkan apa yang disampaikan Kiai As’ad. “Sebanyak 850 KK di sekitar pondok pesantren Amanatul Ummah diberi pekerjaan laundry untuk mencucui pakaian para santri. Otomatis kehidupan ekonomi mereka meningkat,” kata Mas’ud Adnan yang mengaku menulis buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan itu selama mendampingi atau mengikuti perjalanan Kiai Asep ke berbagai provinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia bahkan juga ke luar negeri.
Baca Juga: Bedah Buku KH Hasyim Asyari: Pemersatu Umat Islam Indonesia, Khofifah: Dahysat Secara Substansi
Menurut Mas’ud Adnan, untuk memahami kisah sukses Kiai Asep tak bisa dilihat hanya sekarang sebagai tokoh ulama kaya dan bergelar profesor. “Harus dilihat juga ketika masih muda saat beliau miskin. Saking miskinnya untuk makan saja harus mencari sisa-sisa makanan santri pada tengah malam,” kata alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair itu.
Bahkan, tegas Mas’ud Adnan, saking miskinnya, cewek-cewek pun tak mau menjadi istri Kiai Asep. “Serius. Beliau pernah tiga kali melamar cewek tapi setelah tiga bulan lamarannya dikembalikan karena dianggap sebagai cowok tak punya masa depan. Ini saya tulis dalam buku itu dengan judul Cinta Tragis, Ditolak Tiga Gadis,” kata Mas’ud Adnan yang disambut tawa peserta.
Kiai Asep yang berbicara terakhir membenarkan apa yang disampaikan Mas’ud Adnan. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu pun bercerita tentang kegetiran hidupnya saat remaja
Baca Juga: Raih 53,4 Persen di Pilbup Mojokerto 2024, Pasangan Mubarok Kalahkan Petahana
”Sebelum kuliah saya jadi kuli bangunan dulu selama dua bulan,” kata Kiai Asep. Ia harus jadi kuli bangunan karena untuk masuk di IAIN Sunan Ampel Surabaya harus membayar uang pendaftaran.
“Waktu itu uang pendaftarannya Rp 6.000,” tuturnya sembari mengatakan bahwa disiplin menabung selama dua bulan sehingga mendapatkan uang Rp 6.000.
Kiai Asep juga mengaku tak punya ijazah karena ia putus sekolah. Ia hanya sampai kelas II SMA.
“Saya datang ke kiai saya waktu mondok, minta dibuatkan ijazah, karena saya ingin kuliah,” katanya.
Apa jawaban kiainya? “Saya disuruh buat ijazah sendiri,” kata Kiai Asep sembari tertawa.
Kiai Asep pun membuat ijazah sendiri. Tapi bagaimana dengan nilainya?
Lagi-lagi kiainya menyuruh Kiai Asep membuat sendiri.
“Akhirnya nilainya saya buat 9 semua,” kata Kiai Asep. Peserta bedah buku langsung tertawa panjang.
Dengan ijazah bikinan sendiri itu Kiai Asep datang ke kampus IAIN (kini UIN) Sunan Ampel untuk mendaftar. “Waktu itu ijazah seperti itu masih diterima tapi tes mata kuliahnya 8 mata pelajaran. Kalau Ijazah sekolah negeri cuma tiga mata pelajaran,” kata Kiai Asep.
Namun, meski tes masuknya 8 mata pelajaran, Kiai Asep yang dikenal pintar dan cerdas lolos.
Nah, setelah kuliah itu Kiai Asep mulai jadi guru. Otomatis ia punya penghasilan.
“Saya tak lapar lagi,” kata Kiai Asep.
Ia mudah diterima sebagai guru karena tak mengajar ilmu agama. Menurut dia, saat itu orang yang mengajar ilmu agama sudah banyak sehingga peluang diterima sangat kecil.
"Saat itu sudah banyak orang bergelar BA," katanya.
Kiai Asep justru mengajar ilmu alam. "Saya mengajar matematika, biologi, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Indonesia, " katanya sembari mengatakan bahwa saat sekolah SMA ia jurusan IPA atau Paspal.
Namun tak lama kemudian sekolah tempat ia mengajar mengadakan akreditasi. Ini menjadi dilema bagi Kiai Asep. Karena ia tak punya ijazah SMA.
"Kalau saya terus terang, ada kemungkinan saya dipertahankan atau justru saya dikeluarkan," katanya.
Tapi Kiai Asep akhirnya memutuskan untuk menjaga harga diri.
"Saya pilih keluar karena tak punya ijazah SMA. Lapar lagi," kata Kiai Asep.
Para peserta bedah buku terkesima mendengar kisah perjalanan Kiai Asep. Maka ketika dibuka sesi tanya jawab, mereka langsung berebut mengacungkan tangan. Pertanyaan mereka bervariasi. Namun ada yang langsung minta ijazah doa agar bisa menjadi kaya dan sukses seperti Kiai Asep.
Kiai Asep pun mengijazahkan. Kiai Asep menyarankan peserta bedah buku membaca atau mengamalkan wirid Ya Kafi Ya Mughni Ya Fattah Ya Razzaq dan Hasbunallahu sayu’tinallahu minfadhlihi warasuluhu inna ilallahi roghibun.
Kiai Asep juga mengijazahkan salat hajat 12 rakaat 6 kali salam dan 3 salat witir 2 kali salam. Kiai Asep juga membaca doanya yang tertuang pada bagian belakang buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan.
“’Ajaztukum,” kata Kiai Asep yang dijawab peserta bedah buku qobilna. Sebagian menjawab qobiltu.
Kiai Asep mengaku bahwa kondisi ekonominya berubah drastis setelah mengamalkan salat malam 12 rakaat dan doa yang didapat dari Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin tersebut.
Peserta belum puas. Ada yang bertanya apakah Kiai Asep dermawan sejak belum kaya.
Kiai Asep mengatakan bahwa ia dermawan sejak miskin. “Saya dulu guru di Lamongan. Tapi sejak itu saya berpikir untuk membantu orang lain. Saya cari anak-anak muda yang pintar dan cerdas. Saya bawa ke Surabaya, saya kuliahkan. Ada yang di kedokteran, hukum dan seterusnya. Tapi syaratnya harus miskin,” kata Kiai Asep.
Tapi setelah mereka jadi sarjana dan sukses tak satupun yang ingat. “Saya undang saat saya mengkhitankan anak saya, tak satu pun yang datang. Hari raya juga tak ada yang datang, ” tuturnya.
Sehingga ia mendatangi seorang kiai dan mengeluh. “Apakah memang begini nasib orang membantu orang lain,’ keluhnaya.
Sang kiai menjawab, “Loh, Gus apa sampean baru tahu ayat al Quran yang menyatakan waqalilun min ibadiyas syakur. Sedikit sekali orang atau hambaku yang bersyukur. Makanya kalau menolong orang jangan berharap bantuan dari orang yang dibantu. Tap berharaplah bantuan dari Allah dan itu jauh lebih besar ketimbang bantuan manusia yang kita tolong,” kata kiai itu.
Sejak itu, Kiai Asep mengaku tak pernah berharap bantuan dari orang yang ia bantu. “Ternyata bantuan Allah jauh lebih besar,” katanya.
Acara bedah buku ini bekerjasama dengan Pergunu. Karena itu pesertanya, selain mahasiswa dan para kiai serta dosen STAI Cipulus juga pengurus Pergunu. Hadir mendampingi Kiai Asep, Wakil Ketua Umum Pergunu Ahmad Zuhri dan Prof Dr Agus Mulyana, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. (MMA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News