Tafsir Thaha 60-62: Dukun-Dukun di Lingkungan Fir’aun

Tafsir Thaha 60-62: Dukun-Dukun di Lingkungan Fir’aun Ilutrasi dukun.

Sedangkan bunda Maria al-Qibtia menjadi pendamping Rasulullah SAW tidak berdasar akad nikah, melainkan via “milk al-yamin” (ma malakat aimanukum), yaitu kepemilikan amah, budak wanita, hadiah dari raja Mesir. Dari sisi kehalalan hubungan suami-istri sama. Cuma berbeda dari sisi strata, status sosial keagamaan. Itu pendapat. Allah a’lam.

Lalu, dengan tegas dan sangat pede, A.S. langsung menjawab dan meladeni. Mendengar itu, Fir’aun sesungguhnya sedikit grogi, karena mengerti, bahwa apa yang dimiliki Musa A.S. adalah mukjizat dari Dzat Yang mahakuasa yang tidak mudah ditundukkan.

Fir’aun tidak membuang-buang waktu dan segera meninggalkan pembicaraan. Dia langsung melakukan persiapan, dengan mengumpulkan para ahli sihir ternama. “fatawalla Fir’aun fa jama’ kaidah tsumm ata”. Versi Ibn Abbas R.A.: jumlah mereka ada sekitar 72 orang dukun sihir. Pimpinannya seorang buta dan sangat senior, diduga bernama Syam’un. Meski ada keterangan selain di atas.

Dari paparan ayat kaji ini terbaca, bahwa: pertama, menghadapi situasi kritis, orang jahat, kekuatan besar seperti ini dibutuhkan ketenangan dan selalu bersandar kepada Allah SWT. Dengan ketenangan dan back up dari Tuhan akan lahir jiwa mapan dan mantap. Seperti A.S. yang spontan menyanggupi bertarung sekaligus ketentuan waktunya.

Kedua, tidak kalah sebelum bertading, karena gertak musuh. Ingat, ayat sebelumnya bertutur tentang Fir’aun yang meminta waktu kepada Musa A.S. terkait hari tarung. Kata-katanya hebat “mauida la nukhlifuh nahn wala anta makana suwa”. Waktu yang tidak boleh dikhianati, harus datang ke gelanggang, baik dari pihak kami (Fir’aun) atau kamu (Musa).

Dikesankan, Musa tidak berani keluar bertanding dan gertak itu sama sekali tidak membuat nyali Musa mengkeret. Dan di luar dugaan, ternyata Musa memberikan keputusan di luar anggapan Fir’aun, yakni bertanding di hari Raya, al-Zinah yang sedikit menggrogikan Fir’aun.

Ini artinya, bahwa gertakan, menyombongkan diri terhadap orang yang sombong itu dianjurkan. Bukan untuk berbangga, tetapi sebuah teknik yang dianjurkan Tuhan demi melemahkan mental lawan. Memulai bertarung sebelum bertarung. Inilah perang mental yang biasa dipakai dua kubu yang mau berhadapan. Bisa individu seperti petinju atau kelompok seperti main bola.

Ingat, A.S.. Bagitu diberi tahu oleh burung Hudhud perihal kehebatan Bilqis, ratu negeri Saba’, sebagai ratu yang punya segala, ya cantik, kaya raya, dan penguasa. Dia pemuja dewa matahari yang disegani oleh kaum sekitar. Tapi A.S. sama sekali tidak gentar.

Justru bertindak cepat, mengumpulkan semua kekuatan dari kalangan manusia dan Jin. “Siapa di antara kalian yang sanggup mencuri singgasana ratu Balqis?”. Tanya beliau, yang akhirnya Asif ibn Barkhiya berhasil memboyongnya dalam sejekap mata, tanpa bisa dideteksi.

Perang dimulai lebih awal dan singgasana itu benar-benar raib dari Saba’, Yaman pindah ke Palestina, negeri sang nabi sakti. Akhirnya sang Ratu menyerah dalam pelukan sang nabi.

Ketiga, mengultimatum musuh sebagai kualat dan pasti hancur. Di hadapan para penihir, A.S. berkata-kata pedas dan mengutuk: “brengsek, kalian pasti binasa dan terkutuk, jika mendustakan Tuhan” (wailakum la taftaru ‘ala Allah kadziba fayushitakum bi ‘adzab). Maksudnya, Musa membentak mereka karena menganggap mukjizat Musa adalah sihir juga.

Hal demikian karena, pada hakikatnya mereka mengerti perbedaan antara sihir dan mukjizat. Mengerti bahwa agama yang disampaikan Musa adalah benar dan Fir’aun itu dusta dan keterlaluan. Hasilnya? Mayoritas mereka membelot ke agama Musa dan beriman secara sukarela setelah kalah dalam adu kesaktian. 

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO