PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Pengasuh dua Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang Jawa Timur dan Depok Jawa Barat menyampaikan kuliah umum di Pesantren Sidogiri Pasuruan Jawa Timur. Dalam Kuliah Umum II bertema Strategi Dakwah di Era Post Modern itu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) tersebut mengungkapkan bahwa dakwah Wali Songo berbeda dengan dakwah kelompok Islam di luar Nahdlatul Ulama (NU) yang gemar mengkafirkan orang.
”Dakwah Wali Songo berbeda dengan dakwah wali jenggot,” kata Kiai Hasyim Muzadi di depan para kiai keluarga pengasuh, dewan guru, santri dan alumni Pesantren Sidogiri serta pengurus NU Pasuruan, Sabtu (30/5/2015.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
”Kalau dakwah Wali Songo mengislamkan orang, tapi kalau wali jenggot mengkafirkan orang,” kata Kiai Hasyim Muzadi yang disambut tawa para kiai dan santri.
Menurut mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) dua peride tersebut, dakwah Wali Songo tak pernah bertanya apa agama seseorang, tapi tanya apa kebutuhan masyarakat. ”Nah, ketika kebutuhan mereka terpenuhi, baru masuk Islam,” tegas mantan ketua PWNU Jawa Timur itu.
Kiai Hasyim menegaskan bahwa dakwah harus mempertimbangkan kearifan lokal, adat istiadat dan budaya. ”Jangan kaku dan keras. Harus mempertimbangkan local wisdom dan tradisi,” tegas Kiai Hasyim.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Selain itu, kata Kiai Hasyim, dakwah harus bijak dan berinteraksi secara baik. ”Jadi dakwah itu harus dengan hikmah, mauidzah dan mujadalah yang baik,” katanya.
Ia juga mengingatkan agar pengurus NU meniru dakwah para Wali Songo. “Jangan sampai menyimpang dari ajaran Ahlussunnah Waljamaah dan prinsip Qonun Asasi,” katanya.
Qonun Asasi adalah hasil karya pendiri NU Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari yang menggambarkan tentang prinsip dan ideologi NU. Karena itu Kiai Hasyim Muzadi sangat tidak setuju ketika menjelang Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang ini muncul draft dari PBNU yang mau memasukkan Qanun Asasi sebagai bagian dari AD/ART. Itu artinya sama dengan merendahkan Qonun Asasi yang selama ini diletakkan tersendiri dalam posisi terhormat.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
Usai menjadi pembicara, Kiai Hasyim Muzadi sempat diwawancarai wartawan seputar posisi Rais Am PBNU. Ia menegaskan bahwa jabatan Rais Am PBNU tak bisa diminta. ”Itu apa kata para muktamirin nanti pada Muktamar di Jombang," katanya.
Menurut dia, Muktamar NU ke-33 itu bukanlah bagaimana memilih Rais Aam atau ketua umum. Melainkan bagaimana bisa menyelamatkan NU yang merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia.
"Pasca reformasi NU dihadapkan dengan munculnya sejumlah paham radikalisme dan liberalisme. Dan saat ini sejumlah warga NU sudah mulai tercampur dengan paham tersebut," terang Kiai Hasyim Muzadi.
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Menurut dia, apabila paham tersebut dibiarkan, maka paham-paham itu akan melemahkan paham yang sudah ada pada NU sendiri, yang sudah dibawa sesepuh NU sejak dulu. Untuk itu, Kiai Hasyim berharap, pada Muktamar nanti bisa menghasilkan perubahan pada perkembangan NU ke depan.
"Semoga hasil dari Muktamar nanti, bisa membawa NU untuk kembali ke rel atau ideologi NU yang sudah dari dulu dibawa oleh Kiai Hasyim Asyari," kata Kiai Hasyim Muzadi. (hms/jap/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News