AJI Surabaya: Bukan Rahasia Lagi Anggota Dewan Punya Bisnis Tambang, Rawan Konflik Kepentingan

AJI Surabaya: Bukan Rahasia Lagi Anggota Dewan Punya Bisnis Tambang, Rawan Konflik Kepentingan Pemaparan diskusi hasil riset AJI dan ICW di Hotel Santika, Jalan Raya Gubeng, Kota Surabaya, Senin (20/3/2023). Foto: YUDI ARIANTO/ BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pejabat publik dan korupsi memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini dikarenakan pejabat publik memiliki kewenangan besar dan berpotensi menyalahgunakannya. Dalam banyak kasus korupsi, pejabat publik kerap berkongkalikong dengan pejabat publik lainnya, maupun pihak lain seperti pebisnis.

Berlatar belakang hal tersebut, (ICW) melaksanakan studi kasus korupsi terkait dengan bisnis sumber daya alam (SDA) di tiga provinsi, yaitu DKI Jakarta, Provinsi Jawa Timur (Jatim), dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Di Jawa Timur, ICW menggandeng Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya sebagai mitra daerah.

Anggota Tim Peneliti Petrus Riski mengungkapkan adanya anggota dewan yang memiliki bisnis di bidang (komisi) yang ditanganinya. Namun, memang tidak ada larangan bagi anggota dewan untuk memiliki suatu bisnis. Sehingga, hal itu rawan terjadi konflik kepentingan.

"Dari penelusuran kami di lapangan maupun juga di beberapa saksi kunci yang kami coba tanyai, memang bukan suatu rahasia lagi kalau seorang anggota dewan itu punya bisnis tertentu. Terutama di sektor tambang atau sumber daya alam," kata Petrus saat diskusi yang digelar oleh ICW bersama , Senin (20/3/2023).

Ia mencontohkan seperti yang terjadi di Lumajang, ada seorang yang menjadi sumbernya mengatakan bahwa sudah menjadi rahasia umum jika ada tambang yang memang dimiliki oleh anggota DPRD Jatim dari Komisi D. Kemudian di Blitar juga sama, ia juga punya bisnis yang masih berkaitan dengan tambang.

"Memang kita tidak bisa memastikan ini akan mengarah ke kasus korupsi atau tidak. Tapi, indikasi ke arah sana memang bisa saja terjadi. Kita juga menyoroti tambang emas di Trenggalek, pasir besi di Banyuwangi, galian c, migas di Madura juga kita telusuri. beberapa di antaranya memang ada kecenderungan di situ," sebutnya mencontohkan.

Karena kemarin atas permintaan ICW untuk memfokuskan ke komisi D, maka pihaknya melakukan penelusuran kepada 21 anggota dewan yang dikaitkan dengan statemen-statemen mereka terkait persoalan tambang.

"Kita telusuri melalui pemberitaan di media online, kita tracing di sosial media mereka. Kita juga telusuri ke LKHPN untuk melihat kepatuhan mereka dalam melaporkan kekayaan mereka. Serta apakah ada nama-nama bisnis usaha yang dilaporkan itu kita telusuri," ujarnya.

"Tapi yang pasti dari 21 orang itu berdasarkan data sahih, kami temukan dari SDA (sumber daya alam) 1 orang, non-SDA 1 orang. Non SDA itu bisa garam, perkebunan, serta otomotif yang banyak," sambungnya.

Selain menggali data untuk keperluan ICW, Petrus mengungkapkan tujuan riset ini sebenarnya adalah mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Terutama dalam penyusunan peraturan perundang-undangan atau peraturan daerah di suatu tempat yang itu berkaitan dengan kebutuhan masyarakat juga.

Direktur Eksekutif Parliament Watch Jatim Umar Sholahudin menilai kasus korupsi kasus dana hibah yang melibatkan pimpinan DPRD Jatim akan terus meluas. Terutama setelah adanya pencekalan empat pimpinan dewan ke luar negeri.

Ia menyarankan perbaikan tata kelola hibah dan bansos agar ke depan tidak menjadi peluang bancakan korupsi.

Menurutnya, pencekalan Pimpinan DPRD Jatim ke luar negeri sudah menjadi salah satu bukti. Bahkan, ia menegaskan bukti pencekalan itu paling tidak 60 persen berpotensi bisa jadi tersangka.

KPK pun sedang melakukan pencarian bukti lanjutan terkait kasus dana hibah yang mencuat pada akhir tahun lalu tersebut.

"Kasus korupsi dana hibah ini harus menjadi titik awal perbaikan pencairan hibah dan bansos dari APBD Jatim. Peruntukan dan kebermanfaatan dana ini harus benar-benar bisa dirasakan kepada masyarakat," pintanya.

Anggota Komisi E DPRD Jatim Mathur Husyairi menambahkan, dana hibah memang diberikan kepada semua anggota dewan. Dan peruntukkan umumnya dan wajarnya untuk kepentingan pemberdayaan konstituen di daerah. Masalanya ada pada transparasi dana hibah yang diberikan.

"Banyak dana hibah yang diberikan kepada legislatif tidak seimbang. Terutama gap-nya jauh antara anggota dengan pimpinan DPRD," ungkapnya. (ari/rev)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO