BANGKALAN, BANGSAONLINE.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Tipikor Surabaya menghadirkan 4 orang saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi Bupati Bangkalan Non-Aktif, R Abdul Latif Amin Imron, Selasa (9/5/2023).
Mereka adalah Roosli Hariyono (kepala dinas perdagangan), Taufan Zairinsyah (sekretaris daerah kabupaten), Erwin Yoesoef (kepala bagian protokol dan komunikasi pimpinan sekretariat daerah Kabupaten), serta Nunuk Kristiani Ningsih (asisten administrasi umum)
Baca Juga: 2 Hari Pencarian, Jasad Santri Hanyut di Blega Bangkalan Akhirnya Ditemukan
Dalam sidang yang berlangsung selama kurang lebih 3 jam, terkuak fakta bahwa Taufan menjabat sebagai sekretaris daerah tidaklah diperoleh secara gratis karena perlu melakukan pembayaran untuk mengalahkan 2 orang yang bersaing dalam jabatan itu.
"Tahun 2020 hingga sekarang menjadi sekretaris daerah. Prosesnya melalui seleksi, ada 3 orang yang ikut termasuk saya (Taufan), Puguh Santoso (kepala dinas pertanian) dan Ismed Efendi (asisten pemerintah dan kesejahteraan). Dulu membayar pada pak bupati (Ra Latif) Rp200 juta, diserahkan setelah pelantikan melalui Erwin," urai Taufan.
Hal tersebut dibenarkan Erwin, pihaknya menerima titipan dari Taufan yang ditujukan kepada bupati dalam bentuk tas usai pelantikan jabatan sekretaris daerah kabupaten pada 2020. Dalam kesaksiannya, ia mengaku tidak mengetahui apa isi di dalam tas.
Baca Juga: Banjir Rendam 2 Kecamatan di Bangkalan
"Kondisinya saat itu saya tidak mengetahui apa isinya, yang jelas tas diminta untuk diserahkan pada pak bupati (Ra Latif) kemudian saya serahkan sembari mengatakan ada titipan dari pak sekda," tuturnya.
Sementara itu, kuasa hukum Ra Latif, Suryono Pane, menyatakan Taufan harusnya ditetapkan sebagai tersangka. Sebab, pihaknya secara gamblang mengakui memberikan suap untuk mendapatkan jabatan sekertaris daerah.
"Tadi dalam persidangan kami menanyakan uang Rp200 juta itu apa, lalu dijawab sama dengan yang dilakukan 5 tersangka lain yang kini sudah ditetapkan. Masak yang Rp50 dan Rp75 juta ditangkap, ditetapkan tersangka, yang Rp200 juta bebas," ujarnya.
Baca Juga: Banjir Bangkalan Telan Korban, Santri Hanyut Terseret Arus
Berdasarkan pantauan BANGSAONLINE.com, para saksi dicecar banyak pertanyaan dari JPU, Majelis Hakim, dan Tim Kuasa Hukum Ra Latif. Dalam persidangan, Taufan mengungkapkan fakta aliran dana pada salah satu Komisioner KPU Bangkalan, Zairil Munir, dengan perjanjian survei elektabilitas atas dasar kepentingan Ra Latif sewaktu menjabat sebagai bupati.
"Waktu itu kami dipanggil ke pendopo, dikatakan bahwa ada rekanan (pihak ketiga) Pak Munir Komisioner KPU, lalu kami diminta (Ra Latif) untuk mencarikan uang Rp150 juta untuk kebutuhan survei," ungkapnya.
Mendapat perintah untuk mencari dana, Taufan meminta petunjuk pada Muhni yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Bupati (Wabup) kemudian diminta untuk komunikasi dengan Rosli Soeharsjono (Kadisdag) yang menjabat sebagai Plt Kepala BKPSDS waktu itu.
Baca Juga: Mahasiswa UTM Jadi Korban Jebakan Benang Nilon saat Naik Motor di Jembatan Suramadu
"Uang Rp150 juta itu, kami mendapatkan dari peserta seleksi Jabatan Tinggi Pratama (JPT) atas nama Jupri Kora Rp75 juta dan Ahmad Mustakim Rp75 juta. Jupri ini tidak lolos yang lolos Mustakim, tetapi uangnya sama-sama diambil. Kemudian uang itu saya serahkan langsung kepada bapak Munir," paparnya.
Setelah menyerahan uang Rp150 juta tersebut, ia melaporkan pada Ra Latif, bahwa pekerjaannya sudah beres. Meski begitu, pihaknya mengaku tidak pernah mendapat laporan ataupun melihat hasil dari survei elektabilitas yang dilakukan.
"Saya sendiri tidak tau hasilnya seperti apa, apakah sudah dilakukan survei atau enggaknya, tidak pernah mendapat laporan atau melihat hasilnya. Semua itu kepentingan pak Bupati (Ra Latif)," ucapnya,
Baca Juga: Anggota Komisi V DPR RI Gelar Sosialisasi Empat Pilar Bersama Komunitas Song Osong Lombhung
Sedangkan terdakwa, Ra Latif membantah pernyataan survei yang dilakukan dengan pihak rekanan atas kepentingan pribadinya, melelainkan survei dilakukan untuk kepentingan kerja pemerintah daerah setempat.
"Survei yang dilakukan bukan atas kepentingan pribadi, tetapi untuk menilai seluruh kinerja Pemkab. Ada nama saya (Latif) karena memang surveinya untuk kinerja Pemkab, maka secara otomatis ada. Hasilnya sudah disampaikan, hasilnya ada di Kepala Bappeda. Pak Sekda sendiri tidak ada waktu itu, sehingga tidak tahu," ujarnya melalui vidcon. (Fat/uzi/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News