Memprihatinkan, KPAI Ungkap Kronologis Bentrok di Pulau Rempang Batam

Memprihatinkan, KPAI Ungkap Kronologis Bentrok di Pulau Rempang Batam Murid SD dan guru mereka berlarian untuk menghindari gas yang disemprotkan aparat dalam peristiwa bentrok antara aparat dan warga Rempang, Kota Batam, Kepulaua Riau, Kamis (7/9/2023). Foto: istimewa

BATAM, BANGSAONLINE.com Sejumlah anak berseragam SD dan guru lari berhamburan keluar dari ruang kelas sekolah mereka. Mereka tampak panik dan ketakutan. Bahkan diantara mereka dikabarkan mengalami sesak nafas akibat gas yang ditembakkan petugas kepada warga Rempang, Kota Batam, Kepulaun Riau, Kamis (7/9/2023) siang.

Itulah salah satu potongan video yang beredar dalam peristiwa bentrok antara aparat keamanan dengan warga Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Peristiwa itu menimbulkan reaksi publik secara luas. Mereka prihatin karena kasus penyemprotan water cannon sering menjadi pemicu tragedi bagi rakyat, tapi masih tetap dilakukan dalam menghadapi warga. Apalagi tak jauh dari tempat itu banyak anak-anak usia SD sedang belajar di sekolah mereka.

Bagaimana sebenarnya peristiwa itu terjadi? Termasuk dalam perspektif hukum, lebih-lebih terkait dengan anak-anak?

Di bawah ini BANGSAONLINE memuat secara utuh rilis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang diterima BANGSAONLINE, Sabtu (9/9/2023).

Kronologis Kejadian

Pada Tanggal 7 September 2023 sekitar jam 10.00 wib, para murid dan guru di SDN 24 dan SMPN 22, yang beralamat di Tanjung Kertang, Rempang, Kota Batam, lari berhamburan menyelamatkan diri, bahkan ada yang dievakuasi ke rumah sakit, karena jatuh pingsan dan lemas, diakibatkan oleh paparan gas air mata. Gas air mata tesebut diduga ditembakan oleh tim terpadu yang terdiri dari Pemerintah Kota (Pemkot) Batam, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Daerah (Polda) dan jajarannya.

Adapun tindakan penembakan gas air mata tersebut diduga merupakan upaya tim terpadu untuk memaksa sekelompok masyarakat yang menghalang-halangi pemasangan patok dan pengukuran tanah di Pulau Rempang, lantaranpenggusuran tersebut akan berujung pada penggusuran hunian warga yang telah mendiami wilayah tersebut sejak ratusan tahun yang lalu.

Informasi terkini yang didapat, diduga Gas air mata itu jatuh sekitar 30 meter di depan gerbang sekolah, disaat para siswa sedang melakukan kegiatan belajar, sehingga asap dari gas air mata tersebut masuk ke sekolah. Pengakuan Kabid Humas Polda Kepulauan Riau Kombes Zahwani Pandra Arsyad (dalam CNN, 2023), mengatakan bahwa tindakan melemp tindakan melempar gas air mata tersebut karena ada masyarakat yang melempar batu.

Telaah Adanya Dugaan Pelanggaran Hukum

Menelaah dari dampak perbuatan menembakan gas air mata pada para korban, maka tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai “tindakan kekerasan”, karena paparan gas air mata (2-Clorobnzalden Malononitril) adalah senyawa kimia yang dapat membuat orang kehilangan kemampuan melihat, menyebabkan iritasi pada mata, mulut, gangguan kesehatan tenggorokan,

paru-paru dan kulit, bahkan juga dapat menyebabkan luka bakar kimia atau memicu alergi pada kulit serta dapat menyebabkan kehilangan ketajaman penglihatan permanen. (Kementerian Kesehatan, 2022). Sedangkan penderitan yang dialami korban mirip seperti penjelasan tersebut.

Selanjutnya mengacu pada Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, yaitu Pasal 10 huruf c, menjelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas, setiap petugas/anggota Polri wajib memenuhi ketentuan berperilaku (Code of Conduct) yaitu kepolisian tidak boleh menggunakan kekerasan.

“Kecuali dibutuhkan untuk mencegah kejahatan membantu melakukan penangkapan terhadap pelanggar hukum atau tersangka sesuai dengan peraturan penggunaan kekerasan,”

Kemudian menimbang korban adalah anak dibawah umur, yang bukan pelaku kejahatan melainkan para murid yang sedang melakukan kegiatan belajar, maka tindakan pelemparan gas air mata tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran hukum.

Adapun ketentuan hukum yang dilanggar diantaranya yaitu

1. Perkap Nomor 8 Tahun 2009 seperti yang dijelaskan di atas

2. UU Undang-undang No: 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal 15a. yang menjelaskan bahwa kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

3. UU. No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak. Pasal 76C, yang menegaskan “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.”

Selanjutnya menimbang para aparat yang diduga pelaku penembakan gas air mata adalah para profesional di bidangnya, yang berkemungkinan beralasan bahwa tindakan dilakukan, tidak

ditujukan untuk para warga sekolah dengan sengaja, maka tindakanya bisa dikatakan adalah tindak kelalaian, jadi dapat merujuk pada UU KUHP Pasal 360 yang diantaranya menegaskan

“Barangsiapa lantaran kesalahan/kelalaiannya membuat orang lain luka berat, dihukum penjara paling lama lima tahun atau hukuman kurungan paling lama satu tahun. ”Kemudian menelaah UU. No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan yang menegaskan yaitu:

1. Pasal 8

Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

Lihat juga video 'Karyawan Kafe di Batam Terkapar Dihajar Pereman, Pemilik Lapor Kapolri':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO