Oleh: Dr KH Ahmad Musta’in Syafi’i
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr KH A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Abiya: 28-29. Selamat mengikuti.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
AL-ANBIYA :28-29
TAFSIR
Ada nenek tua, usianya seputar enam puluh tahunan. Dia sakit parah dan dirawat di rumah sakit. Karena sering membaca istighfar, maka malaikat turun bersahabat dan sering kali menjenguk. Nenek tua itu senang karena merasa bisa beteman dengan malaikat.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Begitu petemanan sudah dirasa makin akrab, si nenek mencoba bertanya, ingin mendapat bocoran tentang umurnya. “ Hai teman, sejatinya umur saya itu berapa tahun sih..?”.
Ditanya demikian, Malaikat segera membuka catatan dan menjawab :” ..kira-kira 82 tahun”.
“Terima kasih,” jawab si nenek sembari tersenyum cerah.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Ia lalu mengajukan permohonan, ” Tolong lindungi aku dari kematian sebelum umur tersebut”. Deal dan oke.
Keluar dari rumah sakit, si nenek langsung menuju salon kecantikan kelas atas untuk face up, operasi plastik demi mempercantik diri, itung-itung usia masih panjang. Dan..tampilan sang nenek berubah, semakin cantik dan muda, imut dan gemulai.
Dengan langkah centil, si nenek keluar dari rumah salon menuju parkiran mobil di seberang. Saat menyebrang, tiba-tiba ada mobil berkecepatan tinggi dan menabraknya hingga tewas seketika. Di alam sono, si nenek protes kepada malaikat: ”Katanya umur saya 82 tahun dan dilindungi. Dasar malaikat bohong”.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Malaikat minta maaf dan menjawab: ”Demi Tuhan, saya tidak pernah berbohong. Saat nenek tertabrak tadi sungguh saya tahu, tapi saya PANGLING, tak mengenali wajah nenek lagi. Saya kira orang lain, ya saya biarkan saja..”.
Kita lanjutkan yang nomor tiga, bahwa malaikat selalu merinding di depan Tuhan dan sangat patuh. “Wa hum min khasyatih musyfiqun”.
Di sini, nyata sekali bahwa kepatuhan para malaikat itu bukan karena otomatis yang mesti hanya begitu itu, melainkan karena kejiwaannya yang mengabdi Tuhan secara totalitas.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Di samping itu, al-Qur’an menyatakan bahwa mereka itu “Ibad“ (ibad mukramun), hamba. Hamba yang berusaha. Karena non jasad, maka lebih halus dan ringan sesuai sifat asal kejadiannya, yakni : nur, cahaya.
Ketika harus diperbandingkan, lalu siapa makhluq paling mulia di langit dan di bumi?
Semua ulama sepakat menjawab: ”Dialah Rasulullah Muhammad SAW”.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
Malaikat non jasad, dari cahaya, bersih dan mulus, sementara Rasulullah SAW manusia biasa, berjasad dan banyak tantangan. Tapi sukses besar dan melampaui itu semua. Allah a’lam.
Untuk itu, pada ayat kaji berikutnya, tidak pandang makhluq mana yang berkata, siapa saja yang beranggapan bahwa ada tuhan selain Sang Dia, selain Allah SWT, maka sesungguhnya dia adalah orang yang dzalim. Tidak bisa menempatkan diri pada posisi yang benar. Dan kelak, neraka jahanam adalah tempatnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News