Julukan Baru Jokowi, Presiden Pelemah KPK, Benarkah?

Julukan Baru Jokowi, Presiden Pelemah KPK, Benarkah? Presiden Joko Widodo mengucapkan selamat kepada Firli Bahuri usai dilantik sebagai ketua KPK di istana presiden Jakarta, Jumat (20/12/2019). Foto: Antara/detik.com

Sikap menolak mempertahankan independensi hari-hari ini menjadi penting di tengah kontroversi Ketua 2015-2019 . Kepada Kompas TV, Agus diminta menghentikan penyidikan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elekronik yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto. Menjelang pemilihan presden 2019, tengah membangun koalisi dengan Partai Golkar yang kala itu dipimpin Setya.

Permintaan itu membuktikan bahwa Presiden telah bergerak melemahkan Komisi sebelum Undang-Undang direvisi. Untuk memperkuat pemerintahannya, rela membiarkan korupsi merajalela.

Pembangunanisme mengantarkannya pada hipotesis sungsang: makin ketat pembangunan dijaga dari para maling, makin tertatih-tatih roda pembangunan. tampak setuju pada adagium politikus bahwa korupsi adalah oli pembangunan.

Analisis lain menyebutkan Presiden sedang memberi gula-gula agar DPR menyeujui usul pemerintah membentuk Undang-Undang Cipta Kerja. Aturan ini mengoreksi hampir 90 undang-undang yang dianggap menyulitkan investasi. Disahkan DPR pada Oktober 2020, Undang-Undang Cipta Kerja secara brutal mengabaikan tata kelola, termasuk peraturan yang menjaga lingkungan, atas nama pembangunan.

Dalam banyak wawancara dengan media di awal periode kedua pemerintahannya pada 2020, mengatakan akan memprioritaskan pembangunan melalui investasi seraya menomorduakan perlindungan lingkungan dana hak asasi manusia. Omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja adalah cara mewujudkan keinginannya itu.

Dengan kata lain, argumentasi itu memperkuat fakta bahwa pembangunanisme adalah biang keladi pelemahan . “Keladi” lain adalah kepentingan politikus DPR. Selama 20 tahun usia , lembaga ini mengungkap 344 kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR – terbanyak ketiga setelah pengusaha dan pejabat pemerintah.

Kekuasaan, tulis sejarawan Inggris, Lord Acton, dalam suratnya kepada Gereja Katholik Roma pada 1887, cenderung korup. Karena itu, kekuasaan – di tangan atau bukan – cenderung tak suka pada pemberantasan korupsi. Kini nasi sudah basi dan tak sekedar jadi bubur. Ke depan, penguatan kembali membutuhkan kerja keras yang tak mudah.

Soal pemberantasan korupsi, tiga kandidat presiden 2024-2029 baru sekedar menanam tebu di bibir. Disokong partai yang punya rekam jejak dalam pemberantasan korupsi, siapapun yang terpilih tahun depan tak akan bisa berbuat banyak. Pembiayaan politik yang kotor dan tak transparan juga akan menyandera mereka setelah nanti terpilih.

Yang menyedihkan bukan tak mungkin terjadi: diam-diam presiden terpilih berterimakasih kepada karena telah melempangkan jalan bagi penguatan korupsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Presiden Jokowi Unboxing Sirkuit Mandalika, Ini Motor yang Dipakai':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO