KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Terdapat 2 terdakwa kasus penganiayaan yang mengakibatkan santri dari Banyuwangi meninggal, AF (16) dari Denpasar, Bali; dan AK (17) warga Surabaya, dituntut masing-masing 7 tahun 6 bulan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang di PN Kabupaten Kediri, Selasa (26/3/2024).
Mereka terbukti melanggar pasal 80 ayat 3 tentang perlindungan anak, dan pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap orang atau barang, serta pasal 351 tentang tindak pidana penganiayaan secara berulang yang menyebabkan luka berat atau mati. Di mana ancaman hukumannya, maksimal 15 tahun penjara.
Baca Juga: Usai Mediasi Antara Warga Satak Kediri dan LMDH Budi Daya, Hak Garap Lahan Perhutani Dibagi Rata
"Namun khusus terdakwa AF (16) dan AK (17), yang masih dibawah umur, maka sesuai aturan yang ada, maka maksimal hukuman tidak boleh lebih dari 10 tahun penjara. Sehingga, kami tuntut 7 tahun 6 bulan dan denda Rp 100 Juta atau subsider 1 tahun ikut pelatihan kerja," kata Kasi Pidum Kejari Kabupaten Kediri, Aji Rahmadi,.
Menurut dia, hal yang memberatkan adalah bahwa para terdakwa tidak minta maaf kepada ibu korban atau keluarga korban. Sementara itu, Veri Ahmad, salah satu pengacara terdakwa membantah bahwa para terdakwa tidak meminta maaf terkait kasus ini, dan menyatakan telah meminta maaf atas kejadian tersebut.
"Jadi, tidak benar jika dikatakan para terdakwa dikatakan belum meminta maaf kepada keluarga korban. Kami sudah meminta maaf berulang-ulang," tegas Veri sembari mengatakan bakal menyampaikan pledoi (nota pembelaan) pada sidang berikutnya yang rencananya akan digelar pada besok, Rabu (27/3/2024).
Baca Juga: Pimpinan Gereja Ortodok Rusia, Apresiasi Pembangunan Pesantren Jatidiri Bangsa di Kediri
Sebelumnya, 4 tersangka (NN (18) siswa kelas 11 asal Sidoarjo, MA (18) siswa kelas 12 warga Kabupaten Nganjuk, AF (16) asal Denpasar, Bali, dan AK (17) warga Surabaya) telah melakukan penganiayaan hingga mengakibatkan BBM (Bintang Balqis Maulana), 15, santri asal Banyuwangi tewas di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al-Hanifiyyah, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, karena korban sulit dinasehati.
Pelaku mengaku tega memukuli korban, karena jengkel, korban susah dinasehati, terutama tentang perintah untuk sholat berjamaah. Para pelaku mengakui memukul dan tidak niat untuk membuat Bintang meninggal dunia.
Para pelaku dan korban tinggal dalam satu kamar di ponpes yang diasuh oleh Fatihunada alias Gus Fatih. Awalnya dua pelaku mengetahui apabila korban tidak sholat, kemudian mereka menasehatinya. Namun korban tidak mengindahkan nasehat para pelaku. (uji/mar)
Baca Juga: Ini Hasil Pertemuan Warga yang Tuntut Garap Lahan Perhutani dengan LMDH Budi Daya Satak Kediri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News