SITUBONDO, BANGSAONLINE.com - Keberadaan wisata karaoke di eks lokalisasi Gunung Sampan (GS) yang dicanangkan Pemkab Situbondo terus memantik perdebatan publik. Berbagai unsur masyarakat bersuara, sehingga menimbulkan pro-kontra.
Khoironi selaku wakil bupati dan Ketua Komisi I DPRD Situbondo, Hadi Priyanto, menanggapi berbeda soal keberadaan wisata karaoke itu. Khoironi dengan tegas menolak, sedangkan Hadi malah mengusulkan adanya karaoke syariah.
Baca Juga: Program Sehati Bung Karna, Kepala Desa Curah Tatal Ingin Keberlanjutan
"Saya tidak setuju banget 100 persen bahkan lebih 100 persen, GS ditiadakan. Situbondo Kota Santri, tidak pantas," kata Khoironi saat dikonfirmasi di Kantor Bupati Situbondo, Kamis (25/04/2024)
"Di Surabaya, Bu Risma bisa mengahapus Doli. Situbondo bisa, InsyaAllah kalau kita lakukan bersama bisa, kita koordinasi dengan kiai-kiai, MUI terutama. Mudah-mudahan ada waktu secepatnya," paparnya menambahkan.
Ia pun mengingatkan bahwa penghapusan GS itu perlu tindakan nyata.
Baca Juga: Komitmen Jadi Rujukan di Wilayah Barat, RSUD Besuki Bangun CSSD dan Belanja Alat Medis
"Tidak hanya wacana menolak, harus ada gerakan. Kalau hanya lisan tidak ada gerakan semua stakeholder gak bisa juga," ujarnya.
Terkait potensi kehilangan PAD (pendpatan asli daerah) dari sektor itu, ia mengaku tidak mempermasalahkan.
"Kehilangan PAD gak apa, PAD yang lain banyak. Itu loh Banongan sudah luar biasa. Itu (pajak karaoke) tidak jelas halalnya," tuturnya.
Baca Juga: Festival Kopi dan Tembakau 2024 di Situbondo, Perusahaan Asal Malang Transaksi Tembakau Besuki
Sementara itu, Hadi menyatakan tidak ada wisata karaoke berdasarkan peraturan. Ia mendukung legalisasi tempat karaoke, bahkan mengusulkan adanya karaoke syariah karena sesuai dengan kondisi masyarakat santri.
"Saya tidak ingin GS itu berlabel tempat lokalisasi, GS itu ruang masyarakat kita yang hidup normal sebagaimana biasa. Kalau di sana dibuat karaoke syariah misalnya, masyarakat yang datang pakai jilbab, yang laki pakai sarung, gak ada masalah juga, room laki dipisahkan dengan perempuan, LC laki untuk laki, LC perempuan untuk perempuan. itu tidak dilarang," ucapnya.
Hadi menilai, eks lokalisasi GS yang telah dilarang karena peraturan daerah (perda) telah dicabut. Namun, realitasnya praktik prostitusi masih berjalan.
Baca Juga: Tingkatkan Pelayanan, RSAR Situbondo Belanja EEG dan Mesin Anestesi dari DBHCHT 2024
"Berarti di sana itu lokalisasi karena ada mucikari, ada PSK, kedua ada tempat, ada rumah-rumah masyarakat yang ditempati prostitusi, yang ketiga ada tempat hiburan, namanya karaoke. Laporan ke komisi 1 ada 10 yang sudah berizin OSS, artinya legal formalnya ada," ungkapnya.
Kendati demikian, Hadi meminta pemerintah daerah setempat harus memperkuat pengawasan, "Bagi masyarakat yang memiliki izin tempat karaoke dan mereka menyalahgunakan izin tersebut, maka segera dilakukan pencabutan izinnya." (sbi/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News