Berkat Pertamina, Pemuda Berdarah Bojonegoro Sukses Kembangkan Maggot di Banggai Sulteng

Berkat Pertamina, Pemuda Berdarah Bojonegoro Sukses Kembangkan Maggot di Banggai Sulteng Agung Dwi Pratama saat menerima penghargaan dari Pertamina EP setelah menjadi pemateri di Lokal Hero.

BANDUNG, BANGSAONLINE.com - Pepatah Arab menyampaikan "Man Jadda Wa Jadda". Artinya bahwa usaha tidak akan mengkhianati sebuah hasil.

Mungkin kalimat itulah yang pantas disematkan kepada Agung Dwi Pratama dalam menggeluti dunia pengelolaan limbah organik yang dijadikan maggot.

Dalam mengelola limbah organik, Agung termasuk aktivis yang memiliki keyakinan, totalitas, dan konsisten. Sehingga, ia pantas memperoleh keberhasilan dan kesuksesan dalam mengelola sampah organik tersebut.

Pada pengelolaannya sendiri, Agung dibantu 15 pemuda lain dengan branding-nya . Nama ini cukup menarik lantaran kelompok pemberdayaan masyarakat (PPM) ini fokus pada bidang pengelolaan limbah organik menggunakan biokonversi black soldier fly.

"Pengelolaan limbah organik yang dijadikan maggot ini termasuk hal yang baru di Banggai, Sulawesi Tengah. Jadi kami terus gigih dan telaten dalam pengelolaannya. Bahkan, terus memperkenalkan pada masyarakat lain," kata Agung saat menjadi salah satu pemateri Lokal Hero Media Gathering 2024 yang diselenggarakan Regional Indonesia Timur Subholding Upstream Pertamina di Bandung pada Senin (3/6/2024).

Kata dia, pengelolaan limbah organik yang dikerjakan oleh diyakini bisa menerapkan lingkungan kesehatan berkelanjutan dengan pemanfaatan potensi lalat BSF dari hulu hingga hilir. Tentu melalui cita-cita luhur itu, hingga detik ini pengelolaan limbah organik terus dilakukan dan mendapatkan cuan jutaan rupiah perbulan.

Disisi lain, untuk konsep pengelolaan dibuat integrated farming yang dimulai sejak 2018. Lantaran maggot BSF ini memiliki potensi besar, sehingga dalam pengerjaannya maka diperlukan tim.

"Awalnya hanya 5 orang, dan Alhamdulillah kini sudah ada 15 orang yang mengembangkan BSF ini," timpal pemuda kelahiran 22 Maret 1995 itu.

Ia menambahkan, saat ini produksi telur BSF mencapai 300 gram perhari. Artinya, dalam jumlah itu telah membutuhkan sampah organik sekitar 1 ton untuk pembesaran maggot BSF. Dari proses itu maka akan menghasilkan bio massa berkisar 400 hingga 500 kilogram maggot perhari.

Dari hasil maggot yang didapat ini kemudian diintegrasikan dengan usaha turunan berupa pertanian dan peternakan. Seperti, peternakan ayam kampung, peternakan burung puyuh, budidaya ikan nila dan lele, budidaya lobster air tawar, holtikultura dan palawija.

"Agak bisa maksimal program PPM ini kami selalu bekerja sama dengan berbagai pihak. Termasuk, dengan dan Duta Digital Banggai, masyarakat setempat hingga para ibu-ibu rumah tangga yang mencari tambahan uang untuk belanja," beber Agung anak dari Bapak Mohammad Sanusi yang diketahui seorang transmigran di Sulteng asal Baureno, Kabupaten Bojonegoro.

Menurut Agung, sebenarnya dalam mendapatkan sampah organik menjadi persoalan. Pasalnya, banyak sekali warga yang masih enggan membuang sampah pada tempatnya. Oleh sebab itu, agar kebutuhan produksi maggot tercukupi Agung bersama tim terus mengedukasi masyarakat

Bahkan, ia sampai mendatangi sekolah-sekolah agar mengumpulkan sampah. Kemudian, oleh tim limbah itu dijadikan bahan pembuat maggot.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO