Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Anbiya': 71. Selamat mengaji serial tafsir Al-Quran yang banyak diminati pembaca di seluruh Indonesia bahkan warga Indonesia yang tinggal di luar negeri:
MEMETIK HIKMAH
Pertama, berbuat dosa itu bisa dikatakan wajar sebagai seorang manusia. Tetapi kalau keterlaluan, kebacut, kebangetan, maka beda lagi urusannya. Kayak Raja Namrud. Maka ia disiksa secara spesial yang tidak pernah diterapkan kepada manusia mana pun. Juga seperti kaum Nabi Luth A.S. yang homoseks, adzabnya sangat mengerikan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Dulu pernah Penulis unggah tentang kedahsyatan adzab Tuhan yang menimpa kaum homo atau kaum amoral bidang seksual ini. Adzabnya lebih totalitas, lebih mengerikan ketimbang kejahatan musyrik dan dosa kufur.
Lihat, kurang apa kejahatan syiriknya si Fir’aun. Tidak saja ingkar terhadap Tuhan, melainkan mengaku lebih senior dibanding Tuhan Allah SWT, Tuhan-nya Nabi Musa A.S. Ya, tapi sekedar ditenggelamkan dan mati kelelep (tenggelam). Sementara istananya, hartanya dan kota Mesir utuh.
Lalu, kaum Nabi Luth...? Kota Sodum...?
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Di negeri ini, seputar tahun 1955, Banjarnegara adalah daerah pertanian di lereng gunung Pengamun-amun yang sangat subur, terutama sektor sayur mayor. Daerah lain podo kekeringan, Banjarnegara sama sekali tidak terpengaruh. Maklum, berdekatan juga dengan Dieng.
Sayang, penduduknya amoral dan setiap malam mengadakan pesta seks tanpa risih kepada siapa pun. Ada tarian Lengger, kayak dansa porno yang merangsang birahi dan berlebihan. Tamu dari luar desa biasa berdatangan ikut mengumbar nafsu di situ.
Suatu sore, tak biasanya burung-burung pada ramai bersautan satu dengan yang lain. Lama sekali. Padahal biasanya menjelang matahari terbenam mereka khusyu’, menyambut sang surya tenggelam sebagai persiapan tidur malam.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Tidak ketinggalan, beberapa hewan hutan pada turun. Tetapi tidak satu pun penduduk setempat mau memahami isyarat itu.
Ketika malam di langit Banjarnegara semakin larut dan hujan turun deras, sementara yang berjoget makin panas dan yang melampiaskan nafsu semakin bergairah, tiba-tiba penduduk di desa sekitar mendengar suara dentuman besar. Yang mengerikan. Tak satu pun yang berani keluar rumah memastikan suara apa itu.
Pagi harinya, mereka beramai-ramai menuju arah suara itu. Bukan main terkejutnya, ketika mereka melihat sendiri, bahwa desa subur-makmur itu telah tiada. Irisan gunung Pengamun-amun jatuh menutupi desa Banjarnegara, hingga tidak ada yang selamat, termasuk beberapa tamu dari luar desa.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Gaya adzabnya sama seperti yang ditimpakan kepada kaum Sodum, era Nabi Luth A.S. dulu.
Kedua, tidak semua orang shalih ditakdirkan mempunyai istri yang shalihah pula. Nabi Luth dan Nabi Nuh contohnya.
Ya, meskipun demikian, beliau bersabar dan tetap mengasuh, mendidik dengan kasih sayang. Tidak mentang-mentang nabi dan bisa cari ganti yang lebih baik, lalu diceraikan. Segala keputusan diserahkan kepada Tuhan. Akhirnya Tuhan Sendiri yang turun menyelesaikan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Ketiga, begitu juga jika Anda menjadi seorang tokoh, kiai, guru, pendakwah, dan sebagainya. Bisa jadi orang lain mendengarkan nasihat Anda dan menghormati Anda, tapi istri Anda sendiri, bahkan mungkin anak Anda sendiri, tidak menuruti nasihat Anda.
Tetaplah bersabar, tetaplah ridla, karena antara “tulisan” bapak dan anak di Lauh Mahfudh Sono tidak selalu sama.
Keempat, sejatinya syari’ah shalat, zakat itu ada sejak dulu. Bahkan zaman Nabi Isa A.S. juga memerintahkan umatnya agar beribadah shalat dan menunaikan zakat. Jadi agama samawi dulu, di kitab suci al-Injil juga ada perintah shalat. Di al- Taurah, ya ada perintah shalat.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News