Inilah Empat Mahasiswa UIN Yogya yang Menangkan Gugatan Penghapusan Presidential Threshold di MK

Inilah Empat Mahasiswa UIN Yogya yang Menangkan Gugatan Penghapusan Presidential Threshold di MK Inilah para mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Syar'iah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang memenangkan gugatan penghapusan Presidential Threshold di Mahkamah Konstitusi (MK) Jumat (3/1/2025). Yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna. Foto: ANTARA/Hery Sidi/Tempo.co

YOGYAKARTA, BANGSAONLINE.com – Empat mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta ini menjadi perhatian publik. Mereka adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.

Empat mahasiswa ini memiliki jejak sejarah penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Karena berkat gugatan mereka di Mahkamah Konstitusi (MK), sistem pemilihan presiden dan wakil presiden RI yang semula harus didukung 20 % kursi di DPR RI, kini bebas bagi semua partai untuk mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden tanpa harus mendapat dukungan 20 % kursi di DPR RI.

Baca Juga: Inilah Tokoh-Tokoh yang Pernah Gugat Presidential Threshold Tapi Ditolak MK

Otomatis syarat untuk jadi calon presiden dan calon wakil presiden sangat mudah, tanpa harus terbelenggu persyaratan partai yang selama ini sangat feodalistik dan prgamatis.

Ya, empat mahasiswa itu bisa disebut sebagai pejuang dan pahlawan demokrasi yang mengubah sejarah pemilihan presiden dan wakil presiden Indonesia.

Tsalis Khoirul Fatna, salah seorang dari empat mahasiswa itu mengungkapkan bahwa langkahnya itu mendapat apresiasi akademik dari UIN Suka Yogya, tempat mereka kuliah.

Baca Juga: Kenapa Presidential Threshold Harus Dihapus? Didominasi Parpol dan Bisa Terjebak Calon Tunggal

“Jadi ini dianggap sebagai salah satu prestasi akademik. Bagaimana kami bisa menerapkan ilmu-ilmu yang kami dapatkan di perkuliahan,” kata perempuan yang akrab disapa Nana tersebut ketika dihubungi pada Jumat (4/1/2025).

Meski demikian, Nana menegaskan bahwa permohonan yang mereka ajukan tersebut dilakukan secara individu. Oleh karena itu, para pemohon gugatan tersebut, meski merupakan mahasiswa dari , tetapi tidak merepresentasikan institusi tersebut. “Perlu kami perjelas bahwa permohonan kami ini merupakan permohonan representasi secara personal kami selaku pemohon, bukan representasi pendapat institusi,” kata perempuan berjilbab itu.

Yang pasti, public merasa bangga terhadap prestasi empat mahasiswa itu. Termasuk civitas akademika Yogya sendiri. Lebih-lebih Rektor Prof Dr Noorhaidi Hasan.

Baca Juga: Presidential Threshold Melanggar Moralitas, Berntentangan dengan UUD 45 dan Kedaulatan Rakyat

“Mereka menunjukkan telah memiliki kompetensi pengetahuan dan keterampilan hukum memadai untuk beracara di MK, bahkan memenangkan perkara yang mereka ajukan,” kata Rektor Prof Dr Noorhaidi Hasan dikutip Tempo, Jumat (3/1/2024). Pernyataan senada disampaikan Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Ali Sodiqin. Ia menyatakan keputusan para mahasiswanya untuk memohonkan uji materiil presidential threshold mencerminkan kepedulian yang besar terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia. Menurut Ali, ini menjadi bukti generasi muda saat ini memiliki kemampuan untuk menjaga marwah demokrasi di Indonesia. “Mereka tidak didampingi oleh kuasa hukum, karena mereka memiliki pengetahuan memadai melalui tempaan selama perkuliahan ataupun ruang-ruang diskusi yang intensif, sehingga mereka cukup meyakinkan dalam membangun argumen selama persidangan,” ujarnya dikutip dari rilis resmi , Sabtu (4/1/2025).

Seperti diberitakan, putusan MK dengan perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang berhasil menghapuskan presidential threshold tersebut berkat gugatan yang diajukan oleh empat mahasiswa   Yogya itu.

Dalam pertimbangannya, Wakil Ketua MK Saldi Isra menilai syarat presidential threshold berapa pun besaran persentasenya pada dasarnya bertentangan dengan Pasal 6A ayat 2 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Menurut MK, adanya ketentuan ini justru dapat membatasi kedaulatan rakyat dalam berdemokrasi.

Baca Juga: Hadapi Sengketa Pilkada di MK, KPU Pamekasan Siapkan Bukti-Bukti

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO