
Oleh: Mukhlas Syarkun
Tambang itu Halal
Dalam Alqur'an ada surat alhadid (besi) dimana sektor baja merupakan sektor penting dalam peradaban kehidupan manusia.
Beberapa ayat juga menegaskan bahwa pertambang dibenarkan, karena hasil tambang untuk memenuhi keperluan manusia khususnya untuk perhiasan (zuyyina linnasi).
Sektor penambangan dikenakan zakat 20 persen menandakan ia sesuatu yang baik, dan tentu harus dilakukan dengan baik agar ekosistem terjaga juga hasilnya dirasakan oleh masyarakat luas dengan tetap memperhatikan pesan Tuhan bahwa kerusakan di darat dan lautan atas ulah tangan manusia.
inilah yang kemudian terdapat aturan-aturan ketat untuk memastikan bertambang dilakukan dengan baik, sehingga kerusakan alam tidak terjadi.
Tambang Ditentang
Mengapa sektor pertambangan belakangan ini marak ditentang oleh berbagai elemen masyarakat? hal ini disebabkan beberapa hal:
Pertama, dunia pertambangan ditentang karena bahan tambang diambil dengan paradigma dan tata kelola kapitalistik yang bertentangan dengan konstitusi dan dasar negara Pancasila dan mengabaikan pesan pesan Tuhan.
Pertambangan telah membuat segelintir orang semakin perkasa, sementara kerusakan lingkungan menimpa banyak orang menjadi lemah tidak berdaya.
Celakanya, itu dilakukan oleh perusahaan asing. Belakangan ditentang juga di sebabkan pembagian yang tidak mencerminkan pemerataan yaitu hanya 8 persen masuk APBN. Bandingkan zaman pak Harto 35 persen masuk APBN.
Kedua, tatakelola dijalankan dengan semangat eksploitatif, hal ini terlihat bahan tambang diambil sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-singkatnya yang dijalankan dengan sistematis massif dan terstruktur.
Hal ini menunjukkan sikap rakus yang tidak bertanggung jawab, sehingga merusak lingkungan.
Karena semangat eksploitatif yang mendominasi, maka menjaga kelestarian dianggap beban biaya (cost) produksi yang membebankan.
Akibatnya pemulihan lingkungan seadanya, sehingga tidak ada kesempatan bagi ekosistem untuk melakukan recovery.
Hal inilah yang mendasari penambangan marak ditentang karena telah mengabaikan pesan Tuhan baik dalam kelestarian lingkungan maupun rasa keadilan dalam pembagian hasil tambang.
Paradigma Konstitusi
Realita diatas satu sisi tambang merupakan keperluan dasar manusia, namun disisi lain terdapat kerusakan alam yang massif, maka perubahan paradigma bertambang adalah keniscayaan.
Pertama, saatnya meninggalkan narasi eksploitatif, dan berubah pemanfaatan, sehingga bahan tambang diambil secukupnya untuk kebutuhan industri dalam negeri, sehingga dapat melakukan secara pararel antara menambang dan memperbaiki lingkungan.
Hal ini akan berdampak secara terbatas terhadap lingkungan. Tidak akan terjadi kerusakan ekosistem yang dramatis, karena ada kewajiban reklamasi dan jeda waktu bagi ekosistem untuk melakukan recovery.
Kedua, pengelolaan tambang semangat bersama idealnya bentuk koperasi dan jika terpaksa menggunakan PT maka harus diupayakan dijalankan oleh perusahaan negara BUMN untuk memastikan bahwa hasil tambang adalah milik bersama.
Ini sebagai koreksi yang selama ini pengelolaan tambang hanya kalangan tertentu saja, maka saatnya melibatkan masyarakat secara luas sehingga melahirkan maslahah bersama dan dalam waktu bersamaan lingkungan dapat terjaga, memang ini memerlukan komitmen bersama.
Mukhlas Syarkun, Ketua Jama'ah Dzikir Nurul Wathon al-Hambalangi