
Mereka menolak keras penerapan aturan Over Dimension and Over Loading (ODOL) serta menuntut revisi Pasal 277 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Semua yang tertuang dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 secara keseluruhan itu yang terdampak langsung adalah teman-teman sopir. Sedangkan pihak pengusaha atau penyedia muatan itu tidak pernah tersentuh," tegas Angga.
Selain menolak ODOL, GSJT juga mendesak pemerintah untuk menetapkan regulasi standar biaya angkut logistik.
Menurut Angga, selama ini tidak ada kepastian harga angkut, sehingga sopir sering kali dirugikan karena ongkos ditentukan sepihak oleh pemilik barang.
"Selama ini yang terjadi di lapangan, pihak yang punya barang selalu seenaknya sendiri. Mereka minta muatan banyak, tapi ongkosnya ditentukan sepihak. Ini yang kami lawan," terangnya.
Tak hanya itu, para sopir juga menyoroti maraknya aksi premanisme di jalan raya yang kerap mengintimidasi mereka saat bekerja. GSJT mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap para pelaku.
"Kami berharap aparat berwajib dapat memberantas aksi premanisme yang meresahkan sopir truk di jalanan," pungkasnya. (cat/van)