
SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Kasus dugaan korupsi pengelolaan Rusunawa Tambaksawah, Kecamatan Waru, terus bergulir.
Setelah menetapkan 4 mantan kepala dinas sebagai tersangka, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo resmi memeriksa Heri Soesanto, mantan Plt Kepala Dinas Perumahan, Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang (Perkim CKTR) tahun 2022, yang kini menjabat sebagai Kepala Bappeda Sidoarjo.
“Selasa (2/9/2025) malam, kami memanggil dan memeriksa satu orang tersangka berinisial HS dalam kapasitasnya sebagai mantan Kepala Dinas Perkim CKTR tahun 2022,” kata Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo, John Franky Yanafia Ariandi.
Pemeriksaan terhadap Heri sempat tertunda karena kondisi kesehatannya. Ia sebelumnya tidak hadir pada panggilan 22 Juli 2025 karena sedang dirawat di RSUD RT Notopuro Sidoarjo.
Pemeriksaan berlangsung selama 4 jam dengan 25 pertanyaan, namun dilakukan secara terbatas karena Heri memiliki riwayat stroke, gangguan jantung, dan patah tulang selangka akibat kecelakaan.
“Kami lakukan penahanan kota karena kondisi kesehatan tersangka. Statusnya rawat jalan sehingga tetap bisa menjalani perawatan medis,” ucap Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo.
Sejak 22 Juli, Heri belum aktif menjalankan tugasnya sebagai Kepala Bappeda. Selain Heri, 3 mantan kepala dinas lainnya yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah Sulaksono (2007-2012 dan 2017-2021), Dwijo Prawito (2012-2014, kini Kadis Perikanan), dan Agoes Boediono Tjahjono (2015-2017), mereka menjabat dalam rentang waktu 2008-2022.
Sementara itu, lanjut John, tersangka Agoes Boediono Tjahjono belum diperiksa karena alasan kesehatan. Ia diketahui menderita penyakit jantung koroner, penyumbatan, dan cairan di paru-paru, sehingga masih dalam masa penyembuhan.
“Kami sudah berkoordinasi dengan keluarganya. Dalam waktu dekat, pemanggilan ulang akan dilakukan untuk pemeriksaan sebagai tersangka dan saksi,” tuturnya.
Kejari Sidoarjo menduga keempat tersangka lalai menjalankan fungsi sebagai pengguna barang sesuai Permendagri No. 17/2007 dan No. 19/2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah. Kelalaian tersebut menyebabkan kebocoran pendapatan daerah dengan kerugian negara mencapai Rp9,7 miliar.
“Mereka tidak melaksanakan fungsi pengawasan, pembinaan, dan pengendalian,” sebutnya.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 18 serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (cat/mar)