TULUNGAGUNG,BANGSAONLINE.com - Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi tumpuan bagi jutaan peserta di Indonesia untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak dan berkelanjutan.
Namun, kelancaran akses layanan sangat bergantung pada status keaktifan peserta. Untuk itu, BPJS Kesehatan kembali mengingatkan masyarakat agar memahami aturan mengenai denda layanan rawat inap, khususnya bagi peserta yang pernah menunggak iuran.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Tulungagung, Fitriyah Kusumawati menegaskan bahwa masa aktif kepesertaan adalah syarat utama bagi peserta JKN untuk mendapatkan layanan kesehatan tanpa hambatan administratif.
Ketika peserta menunggak iuran, status kepesertaan otomatis tidak aktif dan tidak dapat digunakan untuk berobat.
Setelah melunasi tunggakan, peserta dapat kembali memanfaatkan layanan, namun terdapat mekanisme denda bagi yang memerlukan rawat inap.
“Denda layanan rawat inap berlaku apabila peserta telah melunasi tunggakannya serta membutuhkan perawatan rawat inap dalam 45 hari setelah status aktif kembali. Aturan ini dibuat bukan untuk membebani peserta, melainkan untuk mendisiplinkan agar pembayaran iuran dilakukan tepat waktu,” jelas Fitri, Selasa (25/11/2025).
Fitri menjelaskan, denda tersebut hanya berlaku untuk layanan rawat inap di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).
Sementara itu, peserta yang hanya mengakses layanan rawat jalan tidak akan dikenakan denda. Dengan demikian, aturan ini bersifat selektif dan tidak serta-merta menambah beban peserta dalam setiap pelayanan.
“Sesuai dengan regulasi, besaran denda rawat inap adalah 5 persen dari nilai paket INA-CBGs sesuai diagnosis dan prosedur awal, dikalikan jumlah bulan tertunggak, dengan batas maksimal Rp20 juta. Karena setiap kasus medis berbeda, nilai denda peserta pun pasti berbeda,” ujarnya.
Fitri menekankan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap aturan ini agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Ia menyebut, bahwa setiap peserta wajib menjaga keaktifan kepesertaannya, terutama bagi mereka yang rutin memerlukan layanan kesehatan berkelanjutan.
Menurutnya, dengan kedisiplinan membayar iuran, peserta tidak hanya melindungi diri sendiri tetapi juga membantu keberlangsungan sistem gotong royong dalam JKN.
Pentingnya memahami aturan denda ini juga dirasakan langsung oleh peserta JKN. Ngaropah (57), peserta dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), telah terdaftar sejak 2014 dan kini menjalani pengobatan kanker.
Ia mengaku selalu menjaga status kepesertaannya dengan disiplin membayar iuran karena layanan kesehatan yang ia butuhkan tidak bisa ditunda.
“Pengobatan saya tidak murah, tetapi saya bisa menjalani semua tindakan tanpa biaya karena JKN saya selalu aktif. Saya setiap bulan kontrol ke dokter spesialis onkologi, jadi tidak bisa sampai ada keterlambatan bayar iuran. Jika sampai menunggak, pasti saya yang kerepotan sendiri,” ungkapnya.
Ia juga berpesan kepada peserta lain agar tidak hanya membayar iuran ketika sedang sakit. Menurutnya, iuran JKN merupakan wujud gotong royong di mana peserta sehat membantu peserta yang membutuhkan layanan lebih intensif.
“Bagi yang jarang sakit, anggap saja ini bentuk menolong sesama. Dengan menjaga keaktifan, kita melindungi diri sendiri dan ikut menjaga program ini tetap berjalan,” tutupnya. (fer/van)












