SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Tender pengadaan proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) di Pemerintah Kabupaten Sidoarjo tahun anggaran 2014-2015 diduga ada persekongkolan. Untuk itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah melakukan penyelidikan dan masuk tahap pemberkasan untuk disidangkan.
"Rapat komisi KPPU sudah menetapkan 10 terlapor yang terdiri dari rekanan, baik CV maupun PT, serta beberapa pejabat PNS yang terlibat sebagai panitia lelang," ujar Kepala Perwakilan Daerah KPPU Surabaya, Aru Armando kepada wartawan, kemarin dilansir suarasurabaya.net.
Baca Juga: Gus Muhdlor Sesalkan Kesaksian Pegawai DJP
Modusnya, sambung Aru, merupakan persekongkolan saat dimulainya tender yang melibatkan sesama para peserta tender untuk memenangkan salah satu rekanan menajadi pemenang tender.
"Selain itu, persekongkolan ini juga melibatkan pejabat PNS yang menjadi panitia lelang di Pemkab Sidoarjo," katanya.
Kasus persekongkolan proyek infrastruktur ini, bisa terindikasi merugikan keunagan negara sebesar Rp 51 miliar. Sebab, apabila terjadi persekongkolan maka hasil pekerjaan proyek tidak maksimal atau jauh dari spesifikasi.
Baca Juga: Sidang Korupsi Insentif ASN BPPD Sidoarjo: Gus Muhdlor Siap Buka-Bukaan soal Uang di Rekeningnya
"Jika terbukti jauh dari spesifikasi, maka wilayah (ranah) BPK, KPK ataupun Kepolisian dan Kejaksaan bisa menindaklanjuti kasus ini," cetusnya.
Selain kasus di Sidoarjo, KPPU juga menyelesaikan dua kasus lain yaitu dugaan praktik monopoli rumput laut di NTT yang pada 2016 nanti sudah naik pemberkasan perkara. Kemudian yang ketiga, perkara persekongkolan proyek jalan di NTB yang nilainya diatas Rp 250 miliar.
Terpisah, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Sidoarjo Bahrul Amig kepada wartawan membantah terjadi persekongkolan dalam lelang tender proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) tahun anggaran 2014-2015 seperti yang diungkapkan KPPU.
Baca Juga: Eks Kades Kletek Sidoarjo Dituntut 1 Tahun 10 Bulan Penjara di Kasus Dugaan Korupsi PTSL
Menurut Bahrul, justru kebijakan paket proyek yang dilelang secara elektronik (e-proc) tersebut merupakan kebijakan baru yang mendapat apresiasi dari unsur pengawasan seperti BPK, BPKP, dan Inspektorat.
"Saya masuk DKP itu pertengahan 2013. Sebelumnya, proyek PJU memang dibuat paket proyek penunjukan langsung (PL). Tapi mulai 2014, kami menggunakan lelang supaya profesional dan akuntabel," ujarnya.
Sebagai pejabat pengguna anggaran, Bahrul mengaku sangat berhati-hati dalam merealisasi anggaran, terutama kewaspadaan di panitia belanja barang dan jasa.
Baca Juga: Sidang Lanjutan Bupati Nonaktif Sidoarjo, Penasihat Hukum Klaim Puluhan Saksi Tak Berhubungan
"Dulu memang paket proyek dipecah-pecah menjadi paket proyek PL yang senilai Rp 200 jutaan. Karena terkesan ada bagi-bagi proyek, makanya sekarang kami rubah untuk dilelang semua," kata Bahrul Amig.
Dia juga mengaku terus berkonsultasi dengan BPK, BPKP dan inspektorat sebagai fungsi pengawasan untuk jalannya pengadaan empat paket lelang di tahun 2014 dan satu paket lelang di tahun 2015.
"Justru dengan berubah menjadi dilelang, kami ingin akuntabel. Kita pengen tahu persekongkolan itu yang seperti apa dan bagaimana. Karena sistem kami elektronik, semua bisa ngakses," tandasnya.
Baca Juga: Sidang Pemotongan Insentif Sidoarjo: Staf BPPD Tak Tahu Penggunaan Dana, Hanya Jalankan Perintah
Bahrul Amig menegaskan, pihaknya tidak menghalahi proses penyelidikan yang dilakukan KPPU. Bahkan, dia menghormati setiap penilaian dari KPPU terkait proses lelang di institusinya.
"KPPU memiliki pedoman sendiri. Saya juga hadir saat diundang pada 10 November lalu,"pungkasnya. (ssn/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News