KOTA MOJOKEROTO, BANGSAONLINE.com - Kematian lima ibu hamil (bumil) selama tahun 2014 - 2015 lalu menjadi perhatian Dinas Kesehatan Kota Mojokerto. Kematian ibu hamil ini dikarenakan penyakit kelainan kehamilan.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mojokerto, Christina Indah Wahyu menjelaskan, penyebab meninggalnya lima ibu hamil ini bermacam-macam. "Dua karena eklampsi (kejang dan tekanan darah naik), dua lagi karena perdarahan dan satu karena usus meluntir," paparnya, (12/1).
Baca Juga: Sarasehan HUT ke-76, Pataka Kodam V Brawijaya Dijamas 7 Sumber Mata Air Kerjaan Majapahit
Atas kejadian ini, pihak Dinkes mengaku menerapkan strategi berbeda untuk menurunkan angka kematian ibu. "Caranya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat serta meningkatkan kompetensi petugas kesehatan,” kata Indah.
Dari tiga yang meninggal tahun lalu, dua di antaranya tinggal di luar kota. Sehingga tidak bisa terpantau penuh oleh petugas kesehatan. Satu meninggal karena eklampsi, satu karena perdarahan dan satu lagi karena usus meluntir. "Setelah diteliti, ibu hamil yang meninggal karena usus meluntir ternyata dulunya sering mengonsumsi obat pelangsing," jelasnya.
Kesadaran masyarakat, menurut Indah, perlu ditingkatkan karena seringkali hal inilah yang menjadi penyebab ibu hamil meninggal. Ini seperti yang terjadi Juni tahun lalu. Ketika periksa di Puskesmas, ibu hamil diketahui memiliki tekanan darah tinggi. Namun dia tidak kontrol ke RS. Padahal ibu hamil dengan darah tinggi berisiko eklampsi. Untuk mencegahnya, biasanya direncanakan persalinan lebih awal. Akhirnya, terjadi keterlambatan merujuk.
Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Berangkatkan 6.596 Peserta Gerak Jalan Mojokerto-Surabaya
"Dia kejang sejak sore, namun baru dibawa ke RS esoknya dalam kondisi sudah perdarahan, kesadaran menurun dan kejang. Serta janin dalam kandungan sudah meninggal. Belum sampai janin dikeluarkan, sang ibu pun akhirnya turut meninggal," terangnya.
Indah juga menyesalkan, karena tidak semua ibu hamil juga patuh nasehat dokter. Satu lagi yang meninggal tahun ini, sejatinya berpendidikan tinggi, karyawan swasta dan rutin periksa ke RS. Namun saat disarankan untuk tidak bekerja karena plasentanya ada di bawah, sehingga rentan terjadi perdarahan plasenta, ibu tetap bekerja. Sehingga akhirnya meninggal saat dirujuk ke Surabaya.
“Kompetensi petugas di Puskesmas perlu kita tingkatkan agar semakin memahami kegawatdaruratan sehingga tidak terlambat melakukan rujukan ke RS,” papar Indah.
Baca Juga: Khofifah dan Gus Barra Bagikan Nasi Bungkus kepada Korban Banjir di Mojokerto
Di RS sendiri, menurutnya masih ada yang perlu disempurnakan. Pasalnya, belum semua RS mempunyai tenaga spesialis yang full time. Kapasitas tenaga RS dalam deteksi dan penanganan komplikasi masih perlu ditingkatkan. Di sebagian RS, obat emergency tidak tersedia di ruang emergency namun masih harus melalui resep dulu. Ketersediaan alat terkait pelayanan kesehatan ibu dan anak seperti inkubator, ventilator dan sipep yang masih terbatas. Serta prosedur penanganan pre-eklampsi/eklampsia antar RS belum ada keseragaman/kesepakatan. (yep/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News