JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Pemerintah berencana mengungkap mega-skandal Panama Papers dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Khusus. Satgas Khusus ini, nantinya bakal memanggil sejumlah nama yang masuk daftar orang-orang yang mendirikan perusahaan off shores di luar negeri. Sejumlah nama petinggi Indonesia masuk daftar Panama Papers.
Rencana pemerintah menelusuri nama-nama masuk daftar Panama Papers ini, disampaikan Jaksa Agung M Prasetyo. Satgas ini nantinya akan melakukan klarifikasi dan pengkajian data terkait WNI yang namanya terdapat dalam dokumen tersebut.
Baca Juga: Asing Ancam Gagalkan RUU Tax Amnesty, Nama dalam Panama Papers Berpeluang Menjegal
"Sebenarnya yang saya dengar itu baik dari Menteri Keuangan maupun PPATK juga punya data yang sama. Tinggal ini nanti kan perlu kita klarifikasi. Kita klarifikasi dan kita lakukan pengkajian bersama. Ini lah (tugas) satgas nanti," kata Jaksa Agung M Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/4) dikutip dari detik.com.
Prasetyo mengatakan, membuat perusahaan di luar negeri (off shore) belum tentu dilatar belakangi kejahatan. Untuk itu perlu pengkajian lebih lanjut terkait daftar nama WNI yang masuk dalam Panama Papers.
"Karena kita katakan bahwa yang namanya off shore company itu kan tidak semuanya dibuat dengan latar belakang melakukan kejahatan. Kadang memang itu trik-trik bisnis. Misalnya, untuk menghindari pajak ganda. Ketika perusahaan kita mau invest di negara lain, dengan off shore company itu, yang nanti maju di negara tujuan itu, membuat tentunya pajaknya dikenakan di tempat investasi, negara lain itu," jelas Prasetyo.
Baca Juga: Menkopolhukam Luhut Kesandung Panama Papers, Pihak Istana Ngaku Belum Tahu
Namun, lanjut Prasetyo, jika off shore company itu dibentuk berkaitan dengan kejahatan, maka hal itu tidak bisa ditolerir. "Misalnya katakanlah masalah menampung dana-dana peredaran narkoba, terorisme, human traficking. Tapi kalau untuk yang lain dan untuk menampung hasil korupsi misalnya ya, atau untuk membebaskan diri dari pengenaan pajak kita itu yang harus dicermati," kata Prasetyo.
Prasetyo menjelaskan, Satgas Panama Papers itu nantinya akan diisi oleh profesional dari unsur penegak hukum, Kementerian Keuangan dan PPATK. Namun Prasetyo belum bisa mengatakan kapan Satgas itu mulai bekerja.
"Kita berangkat dari list yang ada, baik dari bocoran itu. Saya juga punya data yang dimiliki Kemenkeu dan PPATK. Jadi tinggal kita pilah-pilah," katanya.
Baca Juga: Masuk Daftar Panama Papers, Ketua BPK belum Lapor Kekayaan
"Jadi nanti kalau sudah ada perintah untuk itu, sudah dibentuk satgasnya, ya kita akan jalani," tambahnya.
Sementara, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) siap menelusuri dana WNI yang 'diparkir' di luar negeri. Mereka pun terus melakukan koordinasi dengan Dirjen Pajak dalam penelusuran ini.
"Yang jelas kita punya data yang bisa disandingkan dengan Panama Papers, ada Offshore Leaks papers dan ada PPATK Papers," kata Kepala PPATK Muhammad Yusuf usai rapat tentang tax amnesty di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Senin (25/4) dikutip dari detik.com.
Baca Juga: Bambang Widjojanto: KPK dan Kejagung Bisa Usut Rilis Panama Papers
PPATK sejauh ini sudah melaporkan transaksi-transaksi yang ada di dokumen Panama tersebut per nama. Sejauh ini baru ada kecurigaan saja tentang adanya unsur pidana.
"Tidak gampang mencari alat buktinya," kata Yusuf.
Prioritas yang ditelusuri antara lain adalah profil orang yang ada di daftar tersebut, wilayah penyimpanan dana, jumlah uang, frekuensi transaksi, dan mata uang yang digunakan. Yusuf kemudian mengakui bilamana ada nama sejumlah pejabat yang masuk di daftar-daftar itu.
Baca Juga: James Riady, Franciscus Welirang, dan Sandiaga Uno Terseret Panama Papers
"Dari Panama ada, tapi tidak otomatis dia salah. Pejabatnya sekian, dari data offshore kita sekian. Enggak boleh disebut," kata Yusuf.
Terpisah, beberapa nama pejabat negara masuk dalam daftar dokumen Panama Papers. Terbaru adalah nama Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan, dia diduga memiliki perusahaan bernama, Mayfair International Ltd.
Menurut Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, nama-nama yang masuk ke dalam daftar perlu mengklarifikasi data tersebut, termasuk Luhut. Pasalnya bisa jadi, ada perusahaan yang dibuka di negara surga pajak itu, namun tak lagi beroperasi atau pun dengan investasi kecil.
Baca Juga: Panama Papers Mulai Makan Korban, Perdana Menteri Islandia Mundur
Memang bukan tindak pidana, UU membolehkan untuk menaruh uang dari hasil perdagangan, walau dari Indonesia ke luar negeri. Itu maslaahnya, UU Devisa harus direvisi agar bisa batasi transaksi ini," kata Fadli di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (25/4) dilansir okezone.com.
Di sisi lain, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan memberikan penjelasan lengkap kepada publik soal hal ini, Luhut pun melaporkan ke Presiden Jokowi.
"Iya lapor. Enggak ada masalah," kata Luhut usai dipanggil Presiden Jokowi di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Senin (25/4) dikutip dari detik.com.
Luhut sendiri sudah memberikan keterangan tertulis secara lengkap menanggapi pemberitaan tersebut. Dia kemudian menegaskan, pemanggilan oleh Presiden Jokowi tak hanya soal Panama Papers.
Sebelumnya di Kantor Kemenko Polhukam, Luhut membantah terkait dengan perusahaan Mayfair. Dia mengaku setia membayar pajak sehingga tak mungkin mendirikan perusahaan di negara 'tax heaven'.
"Terakhir mengenai panama papers, saya sudah jawab seperti itu. Saya nanti akan berikan jawaban tertulis saya, baca. Saya tidak pernah terlibat di dalam itu dan saya tidak tahu Mayfair itu, dan seperti jawaban saya yang Anda baca di dalam Tempo itu jelas dan saya tidak pernah berkeinginan sedikit pun untuk tidak membayar pajak," jelas Luhut sebelum ke Istana.
Di pemberitaan Majalah Tempo itu disebutkan Luhut sebagai Direktur Mayfair International LTD, perusahaan yang terdaftar di Republik Seychelles, negara suaka pajak di Afrika. Jejak beberapa perusahaan juga dikaitkan dengan Luhut.
"Saya salah satu pembayar pajak yang setia dan itu menurut saya nilai-nilai yang penting. Kalau Anda tanya bagaimana, tanya saja yang nulis itu," jelas dia.
Luhut menegaskan, sama sekali dia tidak tahu menahu soal perusahaan Mayfair di Panama Papers. "Saya nggak tahu, alamat saya saja salah di situ. Alamat saya dibilang di Mega Kuningan 11. Saya tidak pernah punya korespondensi, saya tanya staf, saya tidak pernah terima uang, tidak pernah saya tahu, karena pada waktu itu juga saya nggak punya uang untuk sampai melakukan SPV di luar," jelas dia."Toba perusahaan saya tapi yang disebut di situ Persada Persada saya tidak tahu," tambah dia lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News