SULU, BANGSAONLINE.com - 10 ABK Warga Negara Indonesia (WNI) telah dibebaskan oleh kelompok militan Abu Sayyaf di daerah Sulu pada Minggu (1/5) siang. Empat WNI lain masih tersisa dan masih ditahan mereka (Abu Sayyaf). Polisi wilayah Provinsi Sulu, Wilfredo Cayat mengonfirmasi perihal pembebasan ini.
"Kita infokan ada seorang tidak diketahui menaruh 10 WNI di depan rumah dari Gubernur Sulu (Abdusakur) Toto Tan (II)," kata Cayat, seperti dikutip dari laman the Star.
Baca Juga: Dua WNI yang Disandera Abu Sayyaf Berhasil Kabur, PKS: ke mana yang Kemarin Ngaku jadi Pahlawan
"Mereka langsung dibawa ke dalam rumah dan gubernur langsung menelepon saya," lanjutnya.
Kini 10 WNI sedang dipulihkan kondisinya dan siap dipindahkan ke Zamboanga. Mereka juga tengah dipersiapkan untuk dikembalikan ke pihak konsuler. Demikian informasi dari Cayat melalui sambungan telepon.
Sumber terkait juga mengatakan jumlah tebusan senilai 50 juta Peso telah dibayarkan kepada pihak penyandera (Abu Sayyaf). "Mereka diperkirakan telah dibebaskan sekitar hari Jumat dan Sabtu, di salah satu bagian di kota Luuk."
Baca Juga: Buruh Nilai Menaker Lepas Tangan Terkait Nasib ABK WNI yang Disandera
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti juga membenarkan pembebasan ini. "Ya sudah dibebaskan," ujar Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.
Menurut Badrodin, seluruh WNI dalam kondisi sehat. Namun Badrodin tidak menjelaskan secara detail proses pembebasan ini. "Masih ada tahapan, tunggu saja," tuturnya.
Saat ditanya di mana lokasi WNI saat ini, Badrodin mengaku masih menunggu informasi lebih lanjut. Badrodin meminta agar hal ini ditanyakan langsung ke Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan.
Baca Juga: Penculik Tiga WNI Minta Tebusan Rp 55,5 Miliar, Ketua DPR Serukan Gelar Operasi Militer
"Saya tahu (prosesnya), tapi bukan kewenangan saya. Nanti dijelaskan, satu pintu," tuturnya.
Seperti diketahui, 10 sandera merupakan kru kapal tunda Brahma 12 dan Anand 12. Kapal dibajak ketika tengah melakukan perjalanan dari Sungai Puting, Kalimantan Selatan menuju ke Batangas, Filipina selatan.
Meski pihak kepolisian setempat menyatakan 10 sandera sudah bebas, namun Tentara Mayor Hussin Amin mengatakan bila pihaknya tidak mengetahui terkait adanya tebusan yang dibayar guna pembebasan sandera, termasuk besaran nominalnya.
Baca Juga: Tolak Bantuan TNI Bebaskan Sandera, Panglima: Biarkan Filipina Mati Lampu
"Jika pembebasan besar ini datang karena adanya pembayaran sejumlah uang, maka pihak tersebut mendukung kelompok Abu Sayyaf," katanya.
Hal tersebut dinilainya sebagai dukungan amunisi terhadap kelompok yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suirah (ISIS) guna membeli pasokan senjata dan menambah pundi mereka untuk terus melakukan tindak kriminalitas.
Dia mengaku bila pihaknya telah melakukan sejumlah lobi dengan kelompok Abu Sayyaf melalui Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF), yang telah berdamai dengan pemerintah Filipina dan berjanji ikut membantu membebaskan sandera WNI.
Baca Juga: Lagi, 3 ABK WNI Diculik, 4 ABK Selamat karena Tak Miliki Paspor
Lebih jauh pihak Filipina sendiri menyangkal bila pembebasan tidak 'dibumbui' dengan sejumlah tebusan.
"Sangat sulit dibayangkan bila Abu Sayyaf membebaskan para sandera tanpa menerima sejumlah uang," papar Hussin Amin.
Contoh nyata adalah sandera asal warga negara Kanada. Setelah gagal mencapai kesepakatan tebusan, sandera tersebut dipenggal tanpa ampun. Akibat insiden ini, Perdana Menteri Kanada Justin Trundeau berjanji akan membantu Filipina guna menumpas kelompok Abu Sayyaf dan membebaskan sandera warga asing lainnya termasuk warga Kanada yang masih tersisa.
Baca Juga: 7 WNI Diculik Abu Sayyaf, Bebas Jika Ditebus Rp 59 Miliar
Sementara dilansir dari situs Rappler.com, pembebasan ini dilakukan setelah perusahaan pemilik kapal, PT Patria Maritime Lines, membayar uang tebusan senilai 50 juta Peso atau setara Rp 14,2 miliar, pada Jumat, 29 April untuk kelompok milisi itu.
Rappler telah menghubungi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan RI Luhut Pandjaitan dan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi untuk konfirmasi kabar itu. Namun, hingga berita ini diturunkan belum mendapat jawaban.
Di sisi lain, keluarga 4 ABK dari TB Henry yang belum dibebaskan menilai pemerintah tidak adil.
Baca Juga: 3 Kali Abu Sayyaf Sandera WNI, Menkopolhukam: Minta Tebusan Juga
"Pemerintah tidak adil, kenapa tidak serentak membebaskan sandera," kata ibu Kapten Ariyanto, Melati Ginting, Minggu (1/5).
Ia mengatakan, sampai saat ini keluarga belum mendapatkan kabar mengenai kondisi terakhir Kapten Ariyanto. Bahkan, pemerintah serta perusahaan terkesan cuek dengan kondisi keluarga di rumah.
"Saya di rumah kepikiran terus, bagaimana nasib anak saya. Tapi, enggak ada yang menghubungi ke rumah mengabarkan kondisi anak saya," ujar Melati.
Baca Juga: Pemerintah Bantah Tebus Empat Sandera Abu Sayyaf, Pangkostrad: Kami Jemput di Laut
Karena itu, keluarga meminta agar pemerintah tegas dalam mengupayakan pembebasan para sandera yang masih ditawan oleh kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina.
Kapal TB Henry dibajak oleh kelompok militan Abu Sayyaf pada 15 April 2016 silam. Dari 10 ABK yang ada, enam di antaranya lolos dari sergapan kelompok militan tersebut, sementara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News