NUNUKAN, BANGSAONLINE.com - Kelompok separatis dari Filipina menculik tiga warga negara Indonesia yang merupakan anak buah kapal dari Kapal Pukat Tunda LD/114/5S milik warga Malaysia Chia Tong Lim di kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu Sabah Negara Bagian Malaysia, Sabtu (9/7).
Mereka adalah Lorense Koten (34) yang bertindak sebagai juragan kapal, Emanuel (40) dan Teo Dorus Kopong (42) sebagai ABK.
Baca Juga: Dua WNI yang Disandera Abu Sayyaf Berhasil Kabur, PKS: ke mana yang Kemarin Ngaku jadi Pahlawan
Penculik dikabarkan meminta tebusan hingga 200 juta peso atau sekitar Rp 55,5 miliar.
Konsulat RI di Tawau-Malaysia Abdul Fatah Zainal mengatakan, permintaan uang tebusan sebanyak 200 juta peso tersebut disampaikan oleh kelompok penculik melalaui telephone kepada pemilik kapal.
“Khususnya telepon kepada pemilik kapal sudah ada. Pemilik kapal mengatakan minta disediakan uang tebusan 200 juta peso. Namun yang bersangkutan (penelepon) tidak menyebutkan siapa,” ujarnya, Rabu (13/7).
Baca Juga: Buruh Nilai Menaker Lepas Tangan Terkait Nasib ABK WNI yang Disandera
Sementara itu, ketiga sandera yang merupakan warga dari Nusa Tenggara Timur ini dikabarkan telah berpindah tangan dari kelompok penculik ke kelompok separatis lainnya.
Usai diculik, ketiga WNI dikabarkan dibawa ke perairan Tawi-tawi Filipina. Namun saat ini, ketiganya dikabarkan berada di wilayah Jolo Filipina.
Dalam kelompok Abu Sayaf, disinyalir ada sejumlah kelompok yang tugasnya telah dibagi, seperti sebagai kelompok penculik dan negosiator.
Baca Juga: Tolak Bantuan TNI Bebaskan Sandera, Panglima: Biarkan Filipina Mati Lampu
“Biasanya mereka setelah memberikan pengancaman mereka berangkat ke Jolo. Mereka saat ini sudah berada ditangan pihak lainnya,” imbuh Abdul Fatah.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyesali terjadinya penyanderaan anak buah kapal oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf. Ia menilai penyanderaan yang berulang kali terjadi telah di luar batas kewajaran.
Said mengibaratkan penanganan warga negara Indonesia yang disandera dengan seekor keledai. Kata dia, hanya keledai yang jatuh di lubang yang sama dua kali.
Baca Juga: Lagi, 3 ABK WNI Diculik, 4 ABK Selamat karena Tak Miliki Paspor
"Maaf kalau kami menggunakan kata-kata kasar seperti keledai jatuh di lubang dua kali tidak akan terjadi. Ini empat kali orang disandera itu seperti 'super keledai'. Di mana negara?" kata Said dalam konferensi pers di Kantor LBH Jakarta, Rabu (13/7).
Menurut Said, KSPI dan serikat buruh lainnya menilai pemerintah tidak berdaya dalam upaya penyelamatan Warga Negara Indonesia (WNI). Selain itu, pemeritah juga tidak berbuat apa pun dalam pencegahan penyanderaan ABK.
Said mengatakan ABK juga merupakan buruh yang dilindungi oleh konstitusi. Ia menyatakan kewajiban pemerintah melindungi buruh diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 dan juga oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Baca Juga: 7 WNI Diculik Abu Sayyaf, Bebas Jika Ditebus Rp 59 Miliar
"Di mana Menteri Tenaga Kerja? Ini bukan hanya tugas Menteri Luar Negeri, Panglima TNI," ujar Said.
KSPI bersama serikat buruh lain akan menggelar aksi di Keduataan Besar Filipina, Kamis (14/7) pukul 10.00 WIB. Aksi tersebut terkait pembebasan warga negara Indonesia yang disandera oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina. Selain aksi ke kedutaan besar Filipina, para buruh akan melanjutkan aksinya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Di sisi lain, Ketua DPR Ade Komarudin (Akom) geram terhadap insiden penyanderaan WNI dilakukan kelompok bersenjata asal Filipina yang terus berulang. Dia merasa selama ini pemerintah terlalu persuasif dan perlu lakukan operasi militer.
Baca Juga: 3 Kali Abu Sayyaf Sandera WNI, Menkopolhukam: Minta Tebusan Juga
Akom meminta pemerintah bersikap tegas dalam pembebasan sandera. "Kita kemarin pendekatan sudah cukup persuasif ternyata dikasih hati minta jantung. Koordinasi dengan negara lain, sikat, babat habis. Operasi militer kalau perlu," kata Ade di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/7).
Politikus Partai Golkar ini berujar bahwa koordinasi Indonesia dengan tiga negara yang berhubungan dengan zona rawan itu tergolong lemah. Dia mendukung agar ada penguatan kembali untuk antisipasi.
"Kita nanti akan minta komisi I untuk proaktif melakukan hal ini pada persidangan yang akan datang," tuturnya.
Baca Juga: Pemerintah Bantah Tebus Empat Sandera Abu Sayyaf, Pangkostrad: Kami Jemput di Laut
Ade juga menilai, kelompok bersenjata melakukan penyanderaan tersebut bukan teroris. Namun, hanya bandit biasa yang kerap melakukan perampokan.
"Saya tidak percaya itu teroris, itu bandit berkedok terorisme. Mungkin bekas didikan terorisme tapi mereka tidak lagi melakukan tindakan yang basisnya ideologi tapi soal merampok. Ya harus sikat," katanya. (tic/mer/yah/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News