FILIPINA, BANGSAONLINE.com - Kelompok Abu Sayyaf di Filipina kembali berulah. Kali ini, kelompok militan tersebut menculik 7 Warga Negara Indonesia (WNI) di Sulu, Filipina. Mereka adalah Anak Buah Kapal (ABK) kapal Tugboat Charles 100 dan tongkang Robby 152.
Kelompok yang diketuai oleh Abu Sayyaf telah menjadi pelaku penculikan yang terjadi selama empat bulan terakhir. Abu Sayyaf juga pernah berurusan dengan pemerintah Indonesia dalam aksi penculikan yang mereka lakukan, kelompoknya telah melakukan penculikan dari warga Indonesia sebanyak tiga kali.
Baca Juga: Dua WNI yang Disandera Abu Sayyaf Berhasil Kabur, PKS: ke mana yang Kemarin Ngaku jadi Pahlawan
Retno Marsudi Menteri Luar Negeri Indonesia merasa kesal dengan kelompok Abu Sayyaf. Dirinya menganggap bahwa penculikan dan penyanderaan yang dilakukan kelompoknya kepada Indonesia sudah tiga kali dan yang terakhir ini tidak dapat ditolerir lagi.
Indonesia juga telah meminta kepada pemerintahan Filipina untuk menjaga keamanan di bagian Selatan Filipina agar tidak mengganggu ekonomi di sekitarnya. Indonesia juga melakukan berbagai hal untuk membebaskan tujuh orang yang disandera oleh Abu Sayyaf, menurut pemerintah keselamatan sandera lebih diutamakan.
Kelompok Abu Sayyaf juga meminta tebusan sebanyak Rp 59 miliar untuk 7 sanderanya. Mereka juga meminta tebusan tersebut dalam bentuk uang Ringgit karena mata uang Peso sangat rendah. Namun pembebasan sandera yang akan di tempuh Indonesia dengan cara diplomasi.
Baca Juga: Buruh Nilai Menaker Lepas Tangan Terkait Nasib ABK WNI yang Disandera
Namun banyak pihak juga yang memberikan pernyataannya bahwa pembebasan sandera juga tidak bisa dilepaskan dari uang tebusan. Hal tersebut juga diungkapkan sendiri oleh ketua PDI-P Megawati Soekarnoputri yang mengatakan bahwa para sandera dilepaskan karena telah membayar uang tebusan.
Hal tersebut juga diperkuat oleh Kepala Provinsi Ulu, Inspektur Wilfredo Cayat mengatakan bahwa pembebasan anak buah kapal Brahma yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf karena telah membayar sejumlah uang tebusan pada tanggal 29 April. Tebusan yang dibayar adalah Rp 13,1 miliar.
Salim Said, Guru Basar Universitas Pertahanan mangatakan bahwa benar pemerintah telah membayar sejumlah uang untuk menebus sandera dibeberkan, hal tersebut tidak akan menjadi sebuah pembelajaran bagi Indonesia.
Baca Juga: Penculik Tiga WNI Minta Tebusan Rp 55,5 Miliar, Ketua DPR Serukan Gelar Operasi Militer
Dia menambahkan bahwa Abu Sayyaf akan melakukan hal yang sama terhadap Indonesia. Aksi penculikan yang dilakukan oleh Abu Sayyaf juga akan menimpa Indonesia lagi jika pemerintah terus membayar uang tebusan yang diminta oleh kelompok bersenjata Filipina.
Di sisi lain, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pemerintah masih belum bisa mengidentifikasi kelompok penyandera tujuh ABK tugboat Charles 001 dan tongkang Robi 152.
Dia tak bisa memastikan kelompok penyandera itu terkait dengan kelompok pimpinan Abu Sayyaf atau tidak.
Baca Juga: Tolak Bantuan TNI Bebaskan Sandera, Panglima: Biarkan Filipina Mati Lampu
"Sampai sekarang kami masih belum tahu persis (kelompok penyandera)," ujar Luhut saat di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Senin (27/6).
Luhut sendiri membantah pemerintah pernah membayar dalam membebaskan anak buah kapal yang disandera oleh yang diduga kelompok Abu Sayyaf.
"Kami enggak pernah bayar," kata Luhut. "Kalau kami bayar, kami pertanggungjawabkan uangnya."
Baca Juga: Lagi, 3 ABK WNI Diculik, 4 ABK Selamat karena Tak Miliki Paspor
Luhut berjanji, dalam dua hari ke depan, dia akan memberikan alternatif lain untuk membebaskan ke-7 anak buah kapal TB Charles tersebut. "Saya sudah berjanji dalam dua hari ke depan," katanya. "Ini Menhan masih di sana, masih bicara sama Filipina."
Sementara Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengatakan keberadaan ketujuh sandera WNI yang disandera di Filipina belum seluruhnya diketahui keberadaannya. Baru empat sandera yang diketahui yakni di Pulau Jolo.
Namun, kata Gatot, kabar itu masih perlu diklarifikasi lagi. Keempat sandera dan ketiga sandera ditawan di lokasi terpisah. "Salah satu penyandera dipastikan Al Habsyi," kata Gatot di Mabes TNI, Jakarta, Senin (27/7).
Baca Juga: 3 Kali Abu Sayyaf Sandera WNI, Menkopolhukam: Minta Tebusan Juga
Untuk keempat WNI, penyandera meminta tebusan sekitar 200 juta peso atau Rp 50 hingga Rp 60 miliar. Gatot menyebut hingga siang tadi, kondisi keempat sandera cukup sehat. Sementara untuk tiga sandera lainnya belum ada permintaan tebusan ataupun informasi lainnya.
Dia mengatakan kapal yang ditumpangi para sandera melanggar aturan. Pertama, kapal sebenarnya tidak diizinkan menuju Filipina. Kedua, kapal memotong rute aman yang telah diberikan pemerintah.
"Pemerintah sudah sedemikian rupa membuat peraturan moratorium jangan dulu ke sana sebelum ada jaminan dari pemerintah Filipina. Kedua kami juga sudah memberikan rute aman," jelas Gatot.
Baca Juga: Pemerintah Bantah Tebus Empat Sandera Abu Sayyaf, Pangkostrad: Kami Jemput di Laut
Pertemuan antara Menteri Pertahanan RI dan Filipina masih terus berlanjut. Ada beberapa tahapan untuk membicarakan nasib para sandera. Ada beberapa pertemuan yang harus dilakukan, di antaranya pertemuan antar Menteri Luar Negeri RI dan Filipina. Kemudian antara Menteri Pertahanan RI dan Filipina, serta antara Panglima TNI dan Filipina.
Intinya, kata Gatot, pihak Filipina sangat terbuka. Namun hingga kini pertemuan tersebut masih dilakukan oleh dua Menteri Pertahanan Filipina (yang lama dan yang baru). Barulah nanti setelah 30 Juni, Menteri Pertahanan Filipinan yang menganangani seutuhnya. "Apakah Indonesia bisa masuk atau tidak (ke Filipina)? Masalahnya undang-undang di sana yang melarang," ujar Gatot.(det/mer/yah/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News