JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Empat warga negara Indonesia yang sempat disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf disambut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat (13/5).
Retno menjabat tangan satu per satu empat sandera yang turun dari tangga pesawat tersebut. Setelah itu, Retno berjalan menuju para awak media untuk memberikan konferensi pers singkat.
Baca Juga: Dua WNI yang Disandera Abu Sayyaf Berhasil Kabur, PKS: ke mana yang Kemarin Ngaku jadi Pahlawan
“Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak, termasuk Tentara Nasional Indonesia, yang telah memberikan kerja sama yang luar biasa dalam operasi pembebasan WNI tersebut,” ujarnya.
Retno menuturkan empat sandera tersebut langsung dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta Pusat, untuk menjalani pemeriksaan kesehatan. Setelah diperiksa, mereka diserahkan kepada keluarga masing-masing.
Bila proses pemeriksaan kesehatan berjalan lancar, kata Retno, empat WNI itu langsung diserahkan kepada keluarganya, Jumat ini. "Jika proses pemeriksaan berjalan lancar, Kemenlu akan menyerahkan empat WNI ini ke keluarga masing-masing hari ini," ucapnya.
Baca Juga: Buruh Nilai Menaker Lepas Tangan Terkait Nasib ABK WNI yang Disandera
Keempat sandera itu adalah M. Ariyanto Misnan, Lorens Marinus Petrus Rumawi, Dede Irfan Hilmi, dan Syamsir. Mereka adalah anak buah kapal tunda TB Henry dan kapal tongkang Cristo. Kapal mereka dibajak saat melintas di perairan saat kembali dari Filipina menuju Tarakan, Kalimantan Timur.
Keempat sandera diterbangkan dari Tarakan menuju Lanud Halim Perdanakusuma pada pukul 08.48 WIB dan tiba di Lanud Halim Perdanakusuma pada pukul 10.18.
Di sisi lain, kabar adanya tebusan untuk pembebasan keempat sandera tersebut dibantah pemerintah dan perusahaan keempat WNI tersebut bekerja.
Baca Juga: Penculik Tiga WNI Minta Tebusan Rp 55,5 Miliar, Ketua DPR Serukan Gelar Operasi Militer
Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Letnan Jenderal Edy Rahmayadi mengatakan sudah sebulan berada di Tarakan dalam upaya pembebasan empat warga negara Indonesia korban penyanderaan kelompok militan Filipina Abu Sayyaf.
“Saya di-standby-kan di Tarakan, jelas langsung berhadapan dengan perairan Filipina,” kata Edy.
Tiga hari sebelum serah terima, Edy mengaku mendengar perkembangan situasi terbaru bahwa empat sandera akan diserahkan melalui laut. Edy lalu berinisiatif merapatkan personel dan peralatan tempur untuk mengawal pembebasan itu.
Baca Juga: Tolak Bantuan TNI Bebaskan Sandera, Panglima: Biarkan Filipina Mati Lampu
Ada lima kapal perang yang disiapkan di Tarakan. Setelah mendapat perintah dari Panglima Tentara Nasional Indonesia, Edy mulai memasuki perairan Pulau Data yang terletak di depan Pulau Zulu, Filipina. Ia masuk hingga 12 mil dari Pulau Data. “Di sana terjadi komunikasi antara angkatan laut Filipina dan kita, sehingga ada koordinasi untuk titik temu,” katanya.
Edy menuturkan, ada dua kapal perang yang bergerak ke perairan Zulu untuk menjemput sandera. Salah satunya KRI Surabaya. Ia berujar, kapal tersebut sudah memiliki kekuatan tinggi. “Sudah paling hebat kita. Itu untuk melindungi WNI,” katanya.
Edy menambahkan, titik temu penyerahan keempat sandera ditentukan oleh TNI. Edy bersama personel kemudian menerima keempat sandera tersebut yang ditawan sekitar 25 hari oleh kelompok bersenjata di Filipina.
Baca Juga: Lagi, 3 ABK WNI Diculik, 4 ABK Selamat karena Tak Miliki Paspor
Menurut Edy, tidak ada tebusan sama sekali dalam penyerahan itu. Ia hanya fokus pada tugasnya untuk menyelamatkan empat sandera. Lokasi pembebasan sandera, kata Edy, berada di laut karena lebih mudah dibandingkan harus melalui Manila.
Ia mengatakan ada komunikasi antara Presiden Joko Widodo dan pihak Filipina melalui Menteri Luar Negeri dan Panglima TNI untuk membebaskan sandera. “Tugas saya adalah mengamankan dan menyelamatkan warga kita apa pun risikonya,” katanya.
Bantahan juga dilontarkan perusahaan yang mempekerjakan empat WNI eks sandera Abu Sayyaf, PT. Global Trans Energi Internasional. Perusahaan menegaskan tidak ada pembayaran tebusan dalam proses pembebasan mereka.
Baca Juga: 7 WNI Diculik Abu Sayyaf, Bebas Jika Ditebus Rp 59 Miliar
"Intinya, kontak-kontakan dengan pemerintah. Tidak ada tebusan dan tidak melibatkan langsung atau hubungi pelaku," kata Direktur Utama PT. Global Trans Energi Internasional, Riswandi, di Gedung Kemlu RI, Jakarta, Jumat (13/5).
Ia menceritakan, selama ini pihaknya sama sekali tidak pernah dihubungi atau pun melakukan komunikasi langsung dengan kelompok penyandera, melainkan hanya melakukan komunikasi dengan otoritas pemerintah. (tic/mer/yah/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News