Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com - "Waallaahu ja’ala lakum min anfusikum azwaajan waja’ala lakum min azwaajikum baniina wahafadatan warazaqakum mina alththhayyibaati afabialbaathili yu/minuuna wabini’mati allaahi hum yakfuruuna".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Tidak sama dengan persetubuhan antara manusia dengan binatang dalam artian, seorang laki-laki menyetubuhi kambing betina. Laki-laki itu berdosa, meski bukan dosa berzina. Hukumannya hanya ditakzir, hukuman fisik sebagai pelajaran menurut kebijakan hakim setempat. Kambing betina itu harus segera disembelih agar tidak menimbulkan efek buruk di kemudian hari. Dagingnya halal dimakan. Bila ceweknya manusia dan cowoknya kambing, misalnya.
Andai positif hamil, maka kandungannya wajib digugurkan demi kemaslahatan ke depan. Andai terlanjur dan melahirkan?
Bila berupa kambing, maka hukumnya sebagai kambing murni. Dagingnya halal dimakan. Andai lahir berupa manusia seutuhnya, berakal sehat persis manusia biasa, maka hukumnya adalah hukum manusia sepenuhnya. Hukum ini ditetapkan berdasar hukum lahiriah (al-hukm bi al-dhawahir), bukan berdasar pada asal kejadian. Selanjutnya, beberapa aturan hukum melekat kepadanya yang disajikan sebagai berikut:
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Pertama, jika dia sudah dewasa atau mukallaf, maka berlaku hukum keimanan, apakah dia muslim atau non-muslim. Keimanan mana yang dia pilih, maka berlaku konsekuensinya.
Kedua, Jika dia memeluk islam, maka beberapa ketentuan hukum ada padanya, antara lain: Pertama, terkait syari'ah, dia terkena kewajiban mematuhi perintah agama. Kedua, terkait nasab, jika ibunya yang kambing dan ayahnya yang manusia, maka dia tidak punya nasab kepada siapapun. Tidak kepada ayah, karena tidak lahir dari pernikahan yang sah, meskipun ada bukti kesamaan gen dengan si Fulan berdasar hasil tes DNA -misalnya-. Juga tidak bernasab dengan ibu, karena ibunya bukan manusia, melainkan kambing. Tapi bila ibunya yang manusia, maka punya nasab dengan ibunya dan tidak kepada ayahnya, seperti intisab bagi anak zina.
Ketiga, terkait hukum waris, maka dia punya pewarisan dengan ibunya saja, bisa mewaris dan diwaris.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Keempat, terkait hukum nikah: dia boleh melakukan pernikahan dengan manusia. Jika dia berjenis kelamin laki-laki, maka tidak ada masalah. Jika berjenis kelamin perempuan, maka wali nikahnya kepada Hakim setempat.
Kelima, terkait ibadah dan interaksi sosial, maka berlaku sesuai jenis kelaminnya. Semisal pergaulan, menutup aurat, shalat berjamaah dan lain-lain.
Keenam dan ini yang terpenting, penentuan bahwa dia benar-benar sebagai manusia penuh tersebut harus berdasar pada keputusan para ahli. Allah a'lam.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News