Prihatin, Para Aktivis Gelar Demonstrasi Desak Pemerintah Sahkan RUU Kekerasan Seksual

Prihatin, Para Aktivis Gelar Demonstrasi Desak Pemerintah Sahkan RUU Kekerasan Seksual Aktivis Peduli Korban Kekerasan saat demo yang dikoordinir Palupi Pusporini di perempatan Kebonrojo, Jl Wahid Hasyim Jombang, Rabu (25/5). (foto: romza/BANGSAONLINE)

JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Tingginya kasus kekerasan seksual menuai keprihatinan dari berbagai kalangan. Kali ini Aliansi Perempuan Peduli Korban Kekerasan Seksual yang terdiri dari WCC (Women Crisis Centre), Komunitas Perempuan Desa, dan Mahasiswa menggelar aksi demonstrasi di perempatan Kebonrojo Jl Wahid Hasyim Jombang, Rabu (25/05/2016).

Dalam aksi tersebut, puluhan aktivis kompak mengenakan pakaian serba hitam. Sembari memegang poster berisi tuntutan, mereka juga meniup peluit sebagai simbol bahaya darurat kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Sejumlah ibu rumah tangga membawa anaknya juga tampak dalam aksi tersebut.

"Seluruh elemen masyarakat harus mendukung gerakan ini, supaya korban kekerasan seksual tidak semakin meningkat," kata Adam Fadli Hidayat, orator aksi di lokasi sembari memegang megaphone.

Di samping itu, aksi tersebut dilakukan untuk mendorong pemerintah segera mengesahkan RUU Kekerasan Seksual. "RUU Kekerasan Seksual harus segera disahkan. Ini salah satu solusi penanggulangan kasus tersebut yang bisa dilakukan pemerintah, " ujar Palupi Pusporini, Koordinator aksi saat ditemui di lokasi.

Menurutnya, dalam draft RUU Kekerasan Seksual yang saat ini masih dalam pembahasan sudah komprehensif. Misal dalam penanganan melibatkan perusahaan, lembaga negara, dan elemen masyarakat lain. "Di samping itu, sistem peradilan juga diatur dengan baik dalam RUU tersebut," tambahnya.

Berdasarkan data kasus kekerasan seksual yang dihimpun pihaknya, lanjut Palupi, ternyata Kabupaten Jombang sudah termasuk daerah darurat kekerasan seksual. Dimana rata-rata 2 sampai 3 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap bulannya.

"Untuk di Jombang dalam 2 tahun terakhir (2014-Mei 2016) sudah ada 81 kasus. Yang 90 persennya anak-anak dan perempuan jadi korban," paparnya. Ia mengaku sudah melakukan pendampingan terhadap korban, baik psikologis maupun proses pemulihan trauma.

"Namun apa yang kita lakukan belum berbanding lurus dengan apa yang pemerintah Jombang lakukan. Minimnya anggaran dari APBD merupakan indikasi pemerintah Jombang kurang serius menangani kasus ini," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Akhirnya, Putra Kiai Jombang Tersangka Pencabulan Santriwati Serahkan Diri ke Polda Jatim':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO