Tafsir Al-Nahl 77: Tapi Kiamat Masih Lama

Tafsir Al-Nahl 77: Tapi Kiamat Masih Lama ilustrasi

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com - "Walillaahi ghaybu alssamaawaati waal-ardhi wamaa amru alssaa’ati illaa kalamhi albashari aw huwa aqrabu inna allaaha ‘alaa kulli syay-in qadiirun."

Keimanan itu berorientasi pada yang gaib-gaib, yang tidak terlihat, yang akan datang dan tidak bisa dibuktikan seketika. Karena urusan keyakinan, maka sifatnya subyektif dan suka-suka. Semua konsep keimanan, dari agama manapun pasti diperkuat dengan dasar pemikiran, baik rasional maupun dalil kitab suci. Jika masing-masing berpegang teguh pada kitab yang disucikan, lalu kitab mana yang dijadikan pedoman paling benar? Bagi umat islam, kitab suci yang wajib dipedomani adalah al-Qur'an al-Karim. Tapi tidak dengan agama lain.

Oleh sebab itu, dalam urusan keimanan tidak ada hakim yang disepakati sebagai rujukan tunggal. Meskipun demikian, agama tidak bisa lepas dari tinjauan akademik dan tidak pula bisa lepas dari nalar kritis. Karena ajarannya terbuka untuk umat manusia, maka ajaran dan doktrinnya harus terbuka pula dan siap dikaji dan diktritisi. Dari nalar kritik inilah, akan nampak agama mana yang punya konsep konferhenship.

Islam, dengan al-Qur'annya terbuka dan menantang siapapun untuk mengkritik, bahkan disilakan menemukan kejanggalan konsep bila bisa. Hal mana tidak ada di kitab suci lain yang berani demikian.

Kali ini al-Qur'an membicarakan keimanan terkait hari akhir yang amat rahasia tapi pasti. Tuhan menyatakan Diri-Nya sebagai sangat mampu berbuat apa saja, bahkan urusan hari kiamat amatlah ringan bagi-Nya. Andai diibaratkan pengerjaan, maka seluruhnya beres di tangan-Nya tidak lebih berat dibanding sekedar kedipan mata.

"Illa kalamh al-bashar aw huw aqrab". Bagi kita yang hidup hari ini, secara itung-itungan, berdasar tanda yang sudah dipatok al-Hadis, rasanya tidak mungkin kita menjumpainya. Masih sangat lama. Diriwayatkan, katanya orang yang hidup saat itu disebut sebagai kurun yang buruk sekali.

Kaum sufistik memandang Kiamat sebagai kematian yang setiap saat mengintai. Masing-masing kita punya kiamat sendiri-sendiri. Sekafir apapun, tidak ada yang mengingkari kematian. Tapi persoalannya adalah acaranya. Bagi mereka, mati ya mati, kiamat ya kiamat, titik, tanpa ada pengadilan atau pembalasan apa-apa. Sedangkan bagi umat islam, justru hari pembalasan amal itulah yang esensial. Untuk apa ada kiamat bila tanpa pengadilan. Di dunia saja orang percaya kekuatan pengadilan, seharusnya terhadap pengadilan Tuhan makin percaya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO