Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com - "Waallaahu akhrajakum min buthuuni ummahaatikum laa ta’lamuuna syay-an waja’ala lakumu alssam’a waal-abshaara waal-af-idata la’allakum tasykuruuna".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
"Wa Allah akhrajakum min buthu ummahatikum". Allah SWT mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian. Di sini ada pola idlafah yang menggabungkan tiga kata: Buthun (perut, rahim), ummahat (ibu) dan Kum (kamu). Komposisi ini menunjuk betapa rahim itu memproduk anak manusia dan rahim itu dimiliki oleh seorang ibu. Artinya, bahwa ibu adalah seorang wanita, di mana kamu lahir dari rahimnya, atau wanita yang melahirkanmu.
Problem yang terdapat pada bayi tabung, di mana air sperma pasangan suami-istri yang sah telah diproses di laboratorium dan positif jadi, lalu: Pertama, ditanam di rahim istri tersebut dan berhasil melahirkan, maka tidak ada masalah. Anak tersebut berstatus sebagai anak kandung mereka berdua. Saling mewaris dan diwaris.
Kedua ditanam di rahim wanita lain, disewa atau sukarela, maka anak yang lahir tersebut bernasab kepada ayah yang punya air sperna dan bernasab kepada ibu yang melahirkan, bukan kepada ibu yang punya air mani (ovum). Wanita sewaan tadi ibu dari si anak, tapi bukan otomatis menajdi istri dari sang ayah. Inilah hukum berdasar fakta lahiriah.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Dua wanita itu memang sama-sama berperan, tapi keputusan sebagai ibu hanya milik satu orang. Sang istri memang punya ovum, tapi sang wanita sewaan punya produknya. Ibarat pertarungan benih dan tanah. Adi melempar biji rambutan ke tanah Amin, lalu tumbuh pohon. Tentu saja pohon itu milik si pemilik tanah, Amin, meski tidak diingkari bahwa bijinya dari Adi.
Ketiga, jika air mani yang diproses dalam tabung laboratorium itu bukan dari suami-istri, maka tidak ada nasab yang dihubungkan kepada sang bayi, kecuali hanya kepada ibu yang melahirkan saja. Antara keduanya berlaku hukum saling mewaris. Bayi itu tidak punya ayah yang sah seperti halnya anak zina, hanya saja di sini tidak ada perzinaan. Andai lahir perempuan dan nantinya menikah, maka harus pakai wali hakim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News